Beranda / Fantasi / Pewaris Tahta Kerajaan / 1. Tugas dari Sang Raja

Share

Pewaris Tahta Kerajaan
Pewaris Tahta Kerajaan
Penulis: CahyaGumilar79

1. Tugas dari Sang Raja

Penulis: CahyaGumilar79
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-12 01:14:24

Pada saat itu, Saketi sudah bersiap hendak menghadap Senapati Lintang, karena mereka akan segera melakukan perjalanan jauh atas perintah sang raja.

Baru beberapa langkah saja berjalan, tiba-tiba terdengar suara teriakan seorang wanita memanggil namanya.

"Kakang Saketi!"

Sejenak, pemuda itu menghentikan langkahnya dan memalingkan wajah ke arah belakang. Dilihatnya seorang gadis cantik berlari kecil mendekat ke arahnya.

"Ada apa, Yunada?" tanya Saketi mengerutkan kening, dua bola matanya menatap wajah gadis itu yang sudah berdiri di hadapannya.

Yunada tidak langsung menjawab pertanyaan Saketi, ia menghela napas sejenak sambil tersenyum. Tangannya tampak memegang bungkusan kain, entah apa isinya?

"Kakang mau berangkat sekarang, 'kan?" tanya Yunada dengan suara lembut.

"Iya, memangnya kenapa?" Saketi balas bertanya sambil terus memandangi keindahan wajah Yunada.

"Aku sudah membuatkan makanan kesukaan Kakang dan ayahandaku, untuk bekal diperjalanan!" ucapnya lirih sambil menyerahkan cawan yang sudah dibungkus rapi menggunakan kain.

Saketi tampak semringah. Ia sangat bahagia dan senang dengan sikap Yunada yang sangat perhatian terhadap dirinya.

"Terima kasih, Yunada." Saketi melontar senyum sambil meraih bungkusan kain tersebut. "Kakang akan selalu merindukanmu," sambungnya meletakkan telapak tangan di atas kepala gadis itu, kemudian membelai rambutnya penuh kelembutan.

"Kakang harus berhati-hati!" desis Yunada tersenyum manis memandang wajah sang pangeran pujaan hatinya.

"Iya, Yuanda" jawab Saketi lembut. "Apakah ayahandamu sudah berangkat?" tanya Saketi menambahkan.

"Ayahanda sudah berada di pendapa istana bersama paman maha patih," jawab Yunada lirih.

"Baiklah, kalau seperti itu. Kakang berangkat sekarang, yah," ucap Saketi sedikit membungkukkan badan. Lalu, mendaratkan bibir di atas kening Yunada.

"Baik, Kakang. Nanti aku pun akan menyusul ke pendapa."

Yunada tersenyum, telapak tangannya menyapu permukaan wajah sang pangeran, lantas memeluk erat tubuh putra mahkota itu sambil berbisik mesra, "Semoga apa yang ditugaskan oleh paman raja, bisa Kakang selesaikan dengan mudah. Aku sayang, Kakang." Yunada langsung melepaskan pelukannya dan memandang wajah Saketi begitu lekat.

"Iya, Yunada. Kakang akan selalu mengingat pesanmu ini," pungkas Saketi. Setelah itu, ia langsung melangkah dan berlalu dari hadapan kekasihnya.

Tatapan penuh cinta dari seorang gadis cantik menyertai langkah sang pangeran yang sudah berjalan menuju pendapa istana.

Yunada adalah putri satu-satunya Senapati Lintang buah pernikahannya dengan Winiresti, Yunada merupakan gadis cantik, berbudi pekerti baik, dan pandai dalam ilmu bela diri.

Sang raja dan permaisuri sudah terpikat dengan sikap ramah dan sopan santun gadis tersebut. Mereka berencana akan menjadikan Yunada sebagai menantu istana dan menganugerahkan gelar permaisuri anom untuk Yunada.

* * *

Setibanya di pendapa istana, Saketi langsung menjura kepada ayahandanya dan juga ibundanya yang sudah duduk bersama dengan Senapati Lintang dan para petinggi istana lainnya.

"Duduklah putraku!" pinta sang raja tersenyum menyambut kedatangan putra semata wayangnya.

Saketi kembali merangkapkan kedua telapak tangannya sedikit membungkukkan badan di hadapan ayahandanya. Kemudian duduk bersebelahan dengan Senapati Lintang.

Ada banyak hal yang diamanatkan oleh sang raja kepada Senapati Lintang dan juga Saketi sebelum mereka berangkat dalam melaksanakan tugas darinya.

Setelah itu, Saketi dan Senapati Lintang langsung pamit kepada sang raja dan sang maha patih, untuk segera menjalankan tugas yang diembankan oleh Prabu Erlangga kepada mereka.

Hari itu, mereka hendak menelusuri keberadaan Ki Wiradana di sebuah padepokan silat yang berada di tengah hutan di bawah kaki gunung Sanggabuana.

"Berangkatlah, dan berhati-hatilah di jalan!" ujar sang raja melepas kepergian putranya dan senapatinya.

Dengan demikian, keduanya pun langsung berangkat bersama sepuluh prajurit pilihan dengan menunggangi kuda masing-masing.

Menjelang sore, Saketi dan rombongannya sudah tiba di tempat tujuan. Tepatnya di sebuah hutan yang lebat dengan pepohonan.

Dengan demikian, Senapati Lintang segera memerintahkan para prajuritnya untuk berhenti sejenak, "Sebaiknya kita beristirahat dulu! Kita tidak boleh langsung mendekati bangunan itu!" ujar Senapati Lintang mengarah kepada sepuluh prajurit khusus yang ikut dengannya.

"Baik, Gusti Senapati," jawab para prajurit itu.

Tampak sebuah bangunan tua yang sudah tidak berpenghuni, berdiri kokoh di dalam hutan belantara dekat dengan sebuah lembah terlarang yang berada di bawah kaki gunung Sanggabuana.

"Aku rasa itu adalah tempatnya," desis Saketi mengarahkan pandangannya ke sebuah bangunan tua yang tidak jauh dari posisi tempatnya berdiri.

Keadaan di sekitar bangunan tersebut tampak sunyi, sehingga menimbulkan kesan menyeramkan. Tempat itu memancarkan aura keangkeran yang sangat terasa sekali bagi orang yang baru saja tiba dan menginjakkan kaki di tempat itu.

"Sepertinya tempat ini memang jarang sekali dijamah oleh manusia," kata Senapati Lintang. "Bangunan tua itu sangat menyeramkan. Paman rasa, bangunan itu merupakan tempat berdiamnya para jin dan siluman," sambung Senapati Lintang bergurau.

"Ah, Paman. Bisa saja," sahut Saketi.

Senapati Lintang hanya tersenyum dan menepuk pundak putra mahkota, seraya berkata, "Paman yakin, kau ini seorang pemuda pemberani dan tidak akan takut dengan suasana seperti ini," ujarnya lirih.

Setelah diamati, memang benar-benar menyeramkan. Suasana di bangunan tua itu tampak sunyi dan sepi, benar seperti apa yang dikatakan oleh sang senapati, bahwa bangunan tua tak berpenghuni itu sangatlah cocok menjadi hunian nyaman bagi bangsa jin atau siluman.

Senapati Lintang dan Saketi serta sepuluh pengawal pribadinya, terus mengamati rumah tersebut. Namun tiba-tiba saja, seperti ada beberapa bayangan yang berkelebatan, begitu cepat gerakan bayangan-bayangan tersebut. Sehingga mereka pun berpikiran bahwa itu merupakan bayangan iblis-iblis yang sedang sibuk mengadakan persiapan sesuatu di gedung kosong itu.

"Kau lihat itu, Pangeran!" bisik Senapati Lintang meluruskan jari telunjuknya ke arah gedung tua itu. Sorot matanya pun tajam mengamati pergerakan bayangan-bayangan tersebut.

Dengan cepat, Saketi menggulirkan dua bola matanya ke arah tempat yang ditunjukkan oleh Senapati Lintang. Lantas, ia pun berkata, "Aku perhatikan, sepertinya bayangan-bayangan itu bukanlah bayangan siluman, melainkan bayangan manusia."

Senapati Lintang hanya menganggukkan kepala, sambil terus mengamati pergerakan bayangan-bayangan tersebut yang kemudian tampak jelas bahwa mereka benar-benar manusia.

"Ya, mereka adalah manusia," bisik Senapati Lintang lirih.

Mereka merupakan manusia-manusia yang sangat menyeramkan, mereka merupakan empat orang pria bertubuh kekar, tinggi besar, dan mempunyai raut wajah sangar. Wajah-wajah mereka mirip sekali dengan wajah siluman atau bangsa demit lainnya.

Gerakan mereka memperlihatkan tentang jati diri mereka yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Keempat orang tersebut adalah para pendekar yang sudah syarat akan pengalaman.

"Mereka bukanlah orang-orang biasa, Paman," desis Saketi berbisik mengenai telinga sang senapati.

"Ya, Paman paham itu," sahut Senapati Lintang terus mengamati pergerakan empat orang pria bertubuh tinggi besar itu

Tiba-tiba saja, salah seseorang dari mereka berkata, "Aku merasa ada kehadiran orang lain di tempat ini."

Kemudian, orang tersebut maju beberapa langkah, dan berteriak keras, "Keluarlah dari persembunyian kalian!"

* * *

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sute Cute
Lanjutan Sang Pendekar ini yah?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pewaris Tahta Kerajaan    133 Jula Karna Menjalin Persahabatan dengan Saketi dan Sami Aji

    Prabu Erlangga menarik napas dalam-dalam, lalu menjawab lirih pertanyaan putra mahkota dari kerajaan musuh itu."Kembalilah ke istanamu! Berbuatlah kebaikan, tunjukkan kepada ayahandamu bahwa apa yang kau lakukan sangat disukai rakyat kerajaanmu! Niscaya, ayahandamu akan menilai sendiri kebaikan yang ada padamu.""Mohon maaf, Gusti Prabu. Apakah hal seperti ini mampu merubah sikap dan pemikiran ayahanadaku?" tanya Jula Karna lirih."Bisa, tapi secara perlahan," jawab sang raja. "Karena semua itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, kau harus sabar! Niscaya, lambat-laun ayahandamu akan mengikuti jejakmu jika dia tidak ingin kehilangan kedudukannya," sambung sang raja penuh nasihat."Terima kasih, Gusti Prabu. Aku sangat berharap ayahandaku bisa berubah," ucap Jula Karna.Prabu Erlangga dan Mahapatih Randu Aji tersenyum lebar melihat sikap Jula Karna, mereka merasa kagum karena sikapnya sungguh berbeda dengan sikap ayahandanya.Demikianlah, maka Jula Karna pun paham dan sangat meng

  • Pewaris Tahta Kerajaan    132. Jula Karna Berkunjung ke Istana Sanggabuana

    "Dia adalah Prabu Serta Madya yang semasa menjadi prajurit kerajaan Sirnabaya lebih dikenal dengan nama Rintang Lingga Husaini," jawab Uluma.Pemuda itu menjelaskan sebagaimana yang ia ketahui dari berbagai sumber, karena semua rakyat di kerajaan tersebut sudah mengetahui bahwa pemimpin kerajaan Hoda Buana adalah seorang prajurit biasa yang menjelma menjadi seorang pahlawan kuat hingga berhasil membebaskan rakyat Hoda Buana dari jerat pemerintahan zalim kerajaan Sirnabaya."Sungguh aku sangat tertarik dengan cerita ini. Jika berkenan, apakah kau sudi menceritakan semua kepada kami?!" kata Jula Karna penuh harap.Dengan senang hati, Uluma pun langsung menceritakan tentang kisah perjalanan hidup Prabu Serta Madya atau Rintang Lingga Husaini. Semua berdasarkan pengetahuan dari ayahnya yang mengetahui keseluruhan perjalanan hidup Rintang Lingga Husaini sebelum menjadi seorang raja di kerajaan Hoda Buana."Terima kasih, Uluma. Kau sudah banyak memberikan keterangan untuk kami, dan kami san

  • Pewaris Tahta Kerajaan    131. Jula Karna yang Rendah Hati

    Setelah selesai makan siang dan beristirahat sebentar, sang raja dan para punggawanya kembali melanjutkan perjalanan menuju sebuah desa yang berada di pinggiran kadipaten Kunadapa. Selanjutnya mereka akan meneruskan perjalanan tersebut kembali memasuki hutan agar segera sampai di kuta utama Randakala.Senapati Lintang merasa senang, bahwa dirinya sudah bisa menjadi bagian dari pasukan kerajaan Sanggabuana meskipun bukan tumpah darah nenek moyangnya, karena Randakala adalah tumpah darah dirinya yang sebenarnya."Terima kasih banyak Gusti Prabu, karena hamba sudah diajak dalam misi ini. Hari ini hamba bisa kembali melihat pemandangan indah di tanah kelahiran hamba," ucap Senapati Lintang tampak semringah."Apakah Senapati masih memiliki sanak saudara di kerajaan ini? Jika masih, alangkah baiknya nanti kita mampir saja terlebih dahulu.""Sudah tidak ada, Gusti Prabu. Keluarga hamba sudah tewas semua semenjak peristiwa agresi yang dilakukan oleh pihak kerajaan Tonggon," jawab Senapati Lin

  • Pewaris Tahta Kerajaan    130. Prabu Erlangga dan Rombongannya Tiba di Sebuah Desa

    Prabu Erlangga hanya diam menyimak perbincangan para pengawalnya dengan pemuda tersebut. Ia khawatir jika terlalu banyak bicara, Burama tentu akan mengetahui tentang penyamarannya itu, sehingga Prabu Erlangga lebih memilih diam dan menyimak dengan santai penuturan dari pemuda desa tersebut."Apakah raja tidak bertindak tegas terhadap pihak yang bersekutu dengan pemerintah kerajaan Kuta Waluya?" tanya Senapati Lintang."Sang raja hanya diam saja, entah kenapa? Aku pun tidak mengerti apa yang ada dalam pikirkan sang raja. Seakan-akan, dirinya seperti bersembunyi di dalam terang," jawab Burama lirih."Kau jangan berprasangka buruk terhadap pemimpin kerajaan ini. Bisa jadi, itu semua dikarenakan adanya kesimpangsiuran, karena aku yakin bahwa pemimpin kerajaan ini sungguh menyayangi rakyatnya," timpal Senapati Lintang.Burama hanya tersenyum menanggapi perkataan Senapati Lintang. Lalu berkata lagi, "Ketika terjadi pertentangan yang menabur benih perpecahan, aku sebagai rakyat kecil lebih m

  • Pewaris Tahta Kerajaan    129. Bertemu dengan Burama

    Sembilan hari berikutnya ....Prabu Erlangga bersama ratusan prajurit pengawal, sudah berada di wilayah kerajaan Randakala. Hampir satu pekan lamanya, mereka melakukan perjalanan dari kerajaan Sanggabuana menuju wilayah kerajaan tersebut.Perjalanan itu dimulai dari istana menuju kepatihan Kuta Gandok, kepatihan Waluya Jaya, dan terakhir masuk ke wilayah kerajaan Randakala melalui jalur timur kepatihan Waluya Jaya."Kita ini sudah masuk ke wilayah kadipaten Kunadapa," kata sang raja sedikit memperlambat laju kudanya. "Di masa lalu aku pernah berkelana di tempat ini, dan itu berlangsung hampir dua tahun lamanya bersama Paman Landuka," lanjut sang raja berkata kepada Senapati Lintang dan para prajurit lainnya.Tempat yang indah dengan panorama alam yang sungguh menakjubkan, memukau pandangan. Tampak bukit-bukit menjulang tinggi dengan pepohonan lebat menghijau menambah warna bagi keindahan alam di kerajaan tersebut, yang sebagian besar dihuni oleh suku yang sama dengan yang ada di keraj

  • Pewaris Tahta Kerajaan    128. Jundaka dan Salima Resmi Menjadi Prajurit Sanggabuana

    Di ruang utama istana, Prabu Erlangga sedang berbincang dengan Mahapatih Randu Aji dan juga para penasihat istana. Mereka sedang membahas tentang keamanan batas wilayah yang berbatasan langsung dengan wilayah kerajaan Kuta Waluya.Di wilayah tersebut setiap harinya sering terjadi penyelundupan barang-barang ilegal dari para penduduk kerajaan Kuta Waluya. Mereka masuk tanpa izin melewati jalur-jalur tikus yang ada di dalam hutan di sepanjang perbatasan.Mereka sangat cerdik dan pintar ketika melancarkan aksi mereka, sehingga pihak prajurit keamanan tidak dapat mendeteksi pergerakan mereka."Seharusnya, kita ini sudah membangun tembok raksasa sebagai pembatas wilayah kerajaan, agar para penyusup dari Kuta Waluya tidak mudah memasuki wilayah kerajaan ini!" ujar Prabu Erlangga di sela perbincangannya dengan para petinggi istana."Benar, Gusti Prabu. Saat ini memang sudah waktunya kita untuk membangun tembok raksasa di sepanjang perbatasan wilayah kerajaan Kuta Waluya," sahut Anggadita men

  • Pewaris Tahta Kerajaan    127. Senapati Lintang dan Rombongannya Kembali ke Istana

    Singkat cerita ....Senapati Lintang dan rombongannya sudah berhasil menangkap Sukara yang selama ini menjadi buruan pihak kerajaan Sanggabuana. Namun, ketika dalam perjalanan menuju pulang ke Sanggabuana. Sukara nekat melarikan diri, pada akhirnya dua prajurit pengawal dengan terpaksa melemparkan tombak ke tubuh Sukara, hingga penjahat itu pun tewas dan tubuhnya jatuh ke jurang."Tidak apa-apa dia tewas juga, yang terpenting keris ini sudah berhasil kita ambil," kata Saketi lirih sambil menggenggam sebilah keris pusaka milik Kyai Bagaswara.Keris tersebut akan dibawa ke istana, dan akan disimpan di museum kerajaan. Semua berdasarkan restu Kyai Bagaswara yang sudah menghibahkan keris pusaka miliknya kepada pihak kerajaan Sanggabuana."Dia nekat melarikan diri, karena takut jika tiba di istana akan dijatuhi hukuman mati oleh sang raja," kata Senapati Lintang."Benar, Paman. Sehingga Sukara nekat mengambil keputusan seperti itu," sahut Saketi.Beberapa hari kemudian ....Abdullah dan be

  • Pewaris Tahta Kerajaan    126. Ketangguhan Jundaka

    Senapati Lintang dan semua yang ada di tempat tersebut, mengerutkan kening. Mereka merasa heran dengan sikap pemerintah kerajaan tersebut. Mengapa tidak menghukum Sukara yang sudah jelas telah melakukan tindakan melawan hukum."Ada apa dengan Sukara? Kenapa pihak pemerintah kerajaan tidak menjatuhi hukuman untuknya, Ki?" tanya Saketi mengerutkan keningnya menatap wajah pria senja itu."Entahlah, kami pun tidak mengetahui alasan tersebut. Namun, yang paling membuat kami kecewa adalah, Raja justru menjadikan Sukara sebagai seorang punggawa. Meski pada akhirnya, di dipecat karena sudah melakukan kesalahan besar."Apa yang dikatakan oleh Ki Rustapa tentang Sukara memang senada dengan apa yang pernah dikatakan oleh Jundaka beberapa hari lalu kepada Saketi dan yang lainnya.Tidak terasa, perbincangan mereka tiba di waktu tengah malam. Dengan demikian, Ki Rustapa langsung mempersilakan para tamunya itu untuk segera beristirahat.***Di tempat terpisah tepatnya di sebelah timur dari kediaman

  • Pewaris Tahta Kerajaan    125. Ki Rustapa dan Salima Akhirnya Mengetahui Identitas Para Tamunya

    Apa yang ada dalam benak sang senapati, ternyata senada dengan apa yang dipikirkan oleh Saketi dan Sami Aji. Mereka khawatir jika Salima dan Ki Rustapa tahu tentang jati diri mereka yang sesungguhnya. Sudah barang tentu, keduanya akan kecewa dan bahkan akan melaporkan semuanya kepada pihak prajurit kerajaan Kuta Waluya.Meskipun seperti itu, Senapati Lintang pun akhirnya tetap mengizinkan Salima untuk ikut bersama rombongannya. Senapati Lintang sudah memiliki rencana, dirinya akan mengatakan hal yang sebenarnya kepada pemuda itu ketika mereka sudah tiba di kademangan Duri Jaya.Dengan raut wajah berbinar-binar, Salima kemudian berkata kepada Senapati Lintang sembari merangkapkan kedua telapak tangannya."Bagaimana, Paman. Apakah Paman mengizinkan aku untuk ikut bersama rombongan ini?" tanya Salima penuh hormat.Dari raut wajahnya terpancar asa yang begitu besarnya. Dia sangat berharap agar Senapati Lintang menyetujui keinginannya itu.Setelah mempertimbangkan semuanya, maka Senapati L

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status