Aku bahkan tidak bisa menjelaskan perasaan macam apa yang aku rasakan saat ini. Yang kutahu saat ini aku terlalu lelah untuk bertahan tapi malas untuk memulai semuanya dari awal lagi.(Kasyaf Syahrizki Irsyad)Setelah sarapan, Syakila pamit pada Kasyaf dan Bik Sumi. Thania pun juga akan berangkat ke sekolah. Sopir pribadi yang bertugas mengantarkan bocah cantik itu pun sudah siap.“Papa, boleh tidak aku berangkatnya naik motor Kak Syakila? Kan sekalian dia pulang,” pintanya pada sang papa. Syakila melihat ke arah Bik Sumi yang sama tercengang seperti dirinya. Ia menunggu reaksi Kasyaf.Kasyaf melihat Syakila yang melihat ke arah Bik Sumi. Ingin ia memperbolehkan, tapi hatinya kembali bergejolak. Ia masih trauma disakiti dan dikhianati. Ia tidak ingin Thania merasakan hal yang pernah dialaminya. Ia tidak mau Thania terlalu dekat dengan Syakila yang ujungnya kecewa. Kasyaf sadar diri, ia hanya seorang duda beranak satu. Sedangkan Syakila gadis cantik yang tentu saja mengharapkan pernik
Kadang, saat berada di suatu titik, diam adalah pilihan terbaik daripada berbicara. Namun, selalu salah di matanya. Biarkan waktu yang membuktikan semua.(Syakila Zanitha Firdaus)Kasyaf mencoba untuk tenang dan memilih mengesampingkan kemarahannya supaya sang putri tidak takut. Ia langsung fokus pada sang putri saat Bik Sumi mengatakan suhu badan Thania naik. Ia tidak mau Thania mengalami kejang lagi.“Sayang, kamu tenang dulu. Minum air putih dan enggak boleh nangis. Papa ada di sini,” ucap Kasyaf membujuk.“Aku mau Kakak Cantik, Pa,” isaknya. Kasyaf memang sering kesulitan membujuk sang putri yang sangat keras kepala. “Iya, Kak Syakila masih repot. Makanya enggak ke sini,” ucapnya.“Kenapa Kak Syakila tidak bilang? Pasti Papa bohong. Kak Syakila marah padaku, makanya enggak ke sini.”“Enggak, Sayang. Enggak ada yang marah sama Thania. Thania ‘kan anak baik,” ucap Kasyaf lembut sambil membelai rambut sang putri. Kasyaf mulai merasakan tubuh Thania yang semakin panas.“Bik, tolong a
***Cinta itu aneh dan membingungkan, makin aku berusaha menghapusnya dari hati, makin sering dia muncul dalam pikiranku.(Kasyaf Syahrizki Irsyad)Syakila masih menumpahkan tangisnya, ia duduk sendiri di taman kompleks yang awalnya sepi sekarang sudah mulai ramai. Setelah sedikit tenang, ia buru-buru menghapus air matanya. Di ujung taman sudah ada anak-anak kompleks perumahan tersebut bermain bola. Syakila memutuskan untuk pulang ke rumah sakit melihat keadaan dan ayah.Ia tidak masalah, Kasyaf menggantinya dengan pengajar lain. Yang membuat hatinya kecewa, Kasyaf tidak mendengarkan penjelasannya terlebih dahulu. Laki-laki itu sudah menjudgenya tidak profesional.“Meskipun ayah sakit, aku tetap berusaha untuk datang mengajar. Dan dia bilang aku tidak profesional hanya karena satu kesalahanku saja,” ucapnya menggerutu. “Aku tahu aku salah, tapi setidaknya dia mendengarkan aku dulu, dasar laki-laki egois. Untung saja tampan, tapi untuk apa tampan kalau setiap hari makan hati,” ocehnya
Aku mencintaimu, cinta yang berusaha kusembunyikan dalam setiap sikap dinginku. Dalam tembok keegoisan yang kubangun untuk membentengi hatiku. Namun, sekarang kamu berhasil merobohkannya.(Kasyaf Syahrizki Irsyad)***Thania masih memeluk erat tubuh Syakila seolah tidak mau terpisah. “Kak Syakila, Gendong aku!” pintanya penuh harap. Syakila mencoba menerbitkan senyum untuk bocah cantik itu.“Kakak Cantik habis nangis, ya?” tanya Thania dengan wajah polosnya.“Sayang, kamu turun, ya. Tubuh kamu ‘kan gemuk, kasihan Kak Syakila,” ucap Kasyaf. “Ndak mau, aku mau dipeluk dan digendong Kak Syakila. Aku sangat rindu padanya,” tolak Thania. Bocah cantik itu makin mengeratkan tangannya ke pinggang Syakila.“Silakan masuk, Pak!” ucap Syakila sambil menggendong Thania.“Si-siapa yang meninggal?” tanya Kasyaf ragu setelah Syakila mempersilakannya duduk di ruang tamu.“Ayah saya, Pak,” jawab Syakila tanpa melihat ke arah Kasyaf. Gadis cantik itu lebih fokus dengan Thania.“Aku turut berduka. Sak
Aku tidak pernah merencanakan untuk jatuh cinta padamu. Semua terjadi begitu saja. Cinta itu tumbuh dan tumbuh semakin besar seiring berjalannya waktu.(Kasyaf – Syakila ~ Pilot Pencuri Hati)*Syakila mendongakkan kepala yang sejak tadi menunduk. Ia tercengang dengan apa yang dikatakan Kasyaf. Lirih, tapi ia masih bisa mendengar jelas. Telinganya tidak bermasalah. Ia rajin membersihkan telinganya setiap satu minggu sekali.“What? Beneran yang dikatakan kapten songong itu? Apa telingaku bermasalah? Apa setelah ini aku harus pergi ke spesialis THT?” gumam Syakila.Gadis cantik itu bergeming di tempatnya berdiri sambil terus menatap ke arah Kasyaf yang semakin salah tingkah. Laki-laki itu tidak bisa berkata lagi, setelah mengatakan apa yang ia simpan selama hampir satu bulan ini. Ia grogi, tidak menyangka bisa mengatakan kata sakral itu dengan tegas dan mantap di hadapan Syakila. Mulut tidak bisa disinkronkan dengan hatinya.Usianya sudah dua puluh delapan tahun, sudah tidak remaja l
*Untuk mendapatkan kepastian, dibutuhkan kesabaran dan kegigihan yang besar. Karena sejatinya cinta membutuhkan pengorbanan.(Syakila – Kasyaf ~ Pilot Pencuri Hati)*Tujuh hari sudah Dimas meninggal. Setiap malam diadakan tahlil bersama para warga. Syakila, Dita dan Fauzi senang dengan kerukunan warga tempat tinggalnya. Bahkan untuk persiapan tahlil warga yang mengatur semua. Makanan pun warga yang menyediakan. Syakila dan keluarga tidak diperbolehkan untuk mengeluarkan uang sepeser pun untuk biaya tahlil.Pagi ini Dita sudah menyiapkan peralatan jualan. Membuat Syakila yang baru keluar dari kamar tercenung.“Ibu sudah mau jualan?” tanya Syakila mendekat. Sudah menjadi kebiasaannya setiap pagi membantu sang ibu memasak.“Rencananya iya, Nak.”“Jualan di depan rumah ‘kan, Bu?”“Iya, Nak. Seperti biasanya. Ibu enggak mau kuliah kamu berantakan, begitu juga Fauzi. Ibu pingin Fauzi juga melanjutkan pendidikannya setelah SMA,” ucap Dita lembut.“Ibu ‘kan masih dalam masa Iddah, nanti ya
Hal yang paling penting dalam hidup adalah belajar bagaimana memberi cinta, dan membiarkannya masuk untuk memberi warna dalam hidup. Sejatinya, cinta itu dirasakan bukan dipikirkan, ia lebih butuh balasan daripada alasan. Karena tidak ada alasan ketika cinta datang, tidak ada alasan untuk mencintai.(Kasyaf Syahrizki – Syakila Zanitha)*Kasyaf dan Syakila berjalan beriringan menuju tempat parkir. Syakila masih diam belum menjawab apa yang dikatakan Kasyaf.“Sya, aku enggak memaksa kok. Aku akan menunggu, tapi aku juga berharap kamu menjawab secepatnya. Entah itu kamu menolak atau menerimaku. Kalau kamu menerima, aku akan mengajak kedua orang tuaku menemui ibumu untuk memintamu secara langsung, tapi kalau kamu menolaknya, percayalah, aku akan berusaha ikhlas menerima keputusanmu,” ucapnya tulus.“Ma-maaf, saya belum bisa menjawab sekarang, Pak. Jujur, saya masih ragu,” jawabnya.“Saya tahu, kamu pasti ragu karena aku hanya seorang duda beranak satu. Seharusnya aku sadar diri sebelum m
Di balik pertemuan, terkandung cerita di dalamnya. Di balik perpisahan, tersimpan sebuah kenangan. Di balik jarak, tersirat sebuah kerinduan. Di sudut hati yang paling dalam terukir sebuah nama. Di balik diamku, terbungkus sebuah doa.(Kasyaf Syahrizki Irsyad)***Selesai belajar Thania tidak mau pulang. Bocah cantik itu bermain bersama Fauzi. Pemuda tampan itu memang suka sekali dengan anak kecil. Ia lebih sering mengalah pada bocah itu. Sedangkan Syakila sibuk melayani pembeli, termasuk membuatkan pesanan Kasyaf tadi. Kasyaf melihat Syakila kewalahan, sedangkan Fauzi masih asyik bermain dengan Thania. Ia tahu bagaimana sifat sang putri, kalau Fauzi meninggalkannya dan membantu Syakila, bocah itu pasti menangis tidak terima. Kasyaf pun punya inisiatif untuk membantu Syakila.Kasyaf menggulung lengan kemeja putihnya sampai ke siku. Ia mendekat ke arah Syakila yang sibuk membuatkan pesanan pembeli.“Biar aku bantu,” ucapnya. Ia tiba-tiba berdiri di samping Syakila sambil membalik m