Share

Planning Cinta
Planning Cinta
Penulis: Black Roses

Bab 1

"ROS, dengerin mama dulu!"

Seorang wanita berparas ayu dengan rambut panjang langsung berdiri, menolak penjelasan apapun yang diberikan Rika selaku ibunya.

"Nggak bisa Ma! Aku harus nikah sama Davin. Mama tahu sendiri, dari dulu aku cuma cinta sama dia. Terus, tiba-tiba dia mau batalin perjodohan gitu aja. NGGAK BISA." tekan Rose.

Elza Rose Maharani, sejak kecil ia hanya memiliki cita-cita menikah dengan Davin. Disaat teman-temannya bercita-cita menjadi seorang guru, dokter atau polisi. Rose dengan lantang mengatakan "Istri Davin" meskipun dia belum tahu apa makna istri sebenarnya, meskipun dia menjadi bahan tertawaan seluruh teman kelasnya. Rose tidak peduli.

"Ma, dulu aku setuju ikut mama dan papa pindah ke London karena Davin sendiri yang janji bakal nikahin aku," jelas Rose.

Ya, berpegang pada janji masa kecil, Rose yang menetap di London tanpa menginjakkan kakinya di Indonesia itu terus memupuk perasaannya pada Davin kendati ia tidak pernah menemui pria itu.

Naif memang atau sebut saja bodoh. Rose terus berpikir bahwa Davin-nya juga akan melakukan hal yang sama. Nahasnya, pikiran positifnya mengenai Davin yang tidak pernah mengabarinya selama lima tahun terakhir itu terjawab sudah hari ini.

Rose yang baru menyelesaikan sidang kuliahnya dan berencana kembali ke Indonesia meskipun tanpa kedua orang tuanya harus menelan kenyataan pahit yang dilontarkan Rika.

"Tapi Davin sendiri yang menolak menikah denganmu Ros," sela Rika.

"Mama denger itu darimana?" hardik Rose.

"Mama denger waktu telpon Tante Dina. Tadi waktu kita lagi ngomongin pernikahan kalian, mama denger suara Davin, bahkan Tante Dina langsung matiin telpon mama," jelas Rika.

Rika terpaksa mengatakannya pada Rose, dia tidak ingin Rose memupuk sendiri perasaannya pada Davin, sementara pria itu tidak mencintainya. Rika tidak ingin putrinya menderita karena cinta yang tak berbalas.

Sejujurnya, Rika tidak tega mengatakannya pada Rose. Dia ingin bertanya pada Dina, apa maksud perkataan Davin tadi. Namun, Dina sudah terlanjur mematikan teleponnya.

"Maaf Ma, untuk kali ini aku nggak bisa percaya omongan mama. Siapa tahu mama salah denger, mungkin itu bukan suara Davin atau jika memang mama denger suara. Mungkin itu suara televisi." Rose masih teguh pendirian.

"Tapi suaranya jelas sekali Ros, mama yakin itu Davin."

"Ma, nggak adil rasanya kalau Davin membatalkan pernikahan sebelum dia melihatku. Aku sama Davin bahkan belum pernah ketemu."

"Justru itu, sebelum kalian ketemu, sebelum terlanjur. Hentikan keinginanmu, Nak. Kamu belum tahu apakah Davin juga mencintaimu. Mama cuma pingin kamu bahagia. Masih banyak pria lain di luar sana, Ros. Temen kuliahmu juga keren-keren. Mama lebih setuju sama mereka ketimbang Davin yang belum pernah ke sini."

"Ma please, kita udah pernah bahas ini. Davin sibuk kuliah bahkan saat liburan dia harus membantu perusahaan Om Bagas. Mama juga sudah tahu dari Tante Dina," tutur Rose.

"Mama ragu, mama nggak yakin. Bisa aja mereka menutupi sesuatu dari kita."

"MA, Tante Dina itu sahabat mama. Nggak mungkin dia bohong sama mama," kata Rose terus menjawab prasangka-prasangka buruk Rika pada Davin dan keluarganya.

"Ros, kenapa kamu keras kepala sekali. Mama cuma mau yang terbaik buat kamu." Rika mulai tersulut emosi menghadpi sikap Rose. Mereka tidak pernah bertemgkar seperti ini sebelumnya. Dan itu hanya karena seorang pria bernama Davin.

"Kalau mama mau yang terbaik buat aku, nikahin aku sama Davin. Karena dari dulu aku cuma mau Davin."

"Apa yang kamu cari dengan menikahi pria yang tidak mencintaimu?" sela Rika.

"Davin mencintaiku, Ma. Dan aku akan buktikan itu ke mama." Rose mengambil napas dalam kemudian menghembuskannya. "Aku akan pulang ke Indonesia, aku akan tanya langsung pada Davin," putus Rose kemudian pergi meninggalkan Rika.

"Ros! Mama belum selesai bicara." Rika menghembuskan napas kesal, Rose sama keras kepalanya dengan Ivan, suaminya.

"Ada apa lagi sih, Ma. Papa denger dari luar kok ribut-ribut."

Pucuk dicinta ulam pun tiba, baru saja Rika membandingkan sifat Rose dan ayahnya yang bagai pinang dibelah dua. Ivan sudah muncul di depan matanya.

Pria itu baru pulang kerja dengan menenteng sebuah tas kerja di tangan kirinya, meletakkan tas itu sembarangan di atas sofa kemudian duduk di depan Rika dengan mengendurkan dasinya.

"Kebetulan sekali papa dateng," kata Rika. "Aku mau ngomong masalah calon menantu papa di Indonesia sana."

"Davin?"

"Siapa lagi? Cuma dia kan yang papa gadang-gadang menjadi menantu," kata Rika kesal.

Pasalnya Ivan selalu membela Davin, mengatakan bahwa hanya Davin pria yang pantas mendampingi putri mereka. Rose dan Ivan sama saja, mereka selalu membela pria itu tanpa tahu bagaimana sikapnya. Rika tahu, pernikahan Davin dan Rose akan menambah kekuatan perusahaan, karena itu Ivan setuju-setuju saja. Tidak seperti dirinya yang selalu mengandalkan perasaan.

"Kenapa lagi sama Davin?" tanya Ivan.

"Davin mau membatalkan perjodohannya dengan Ros."

Ivan diam cukup lama. "Kamu tahu darimana?"

"Aku denger sendiri waktu telpon Dina tadi. Aku yakin itu suara Davin. Dina langsung matiin telponku supaya aku nggak tahu, sayangnya aku udah terlanjur denger semuanya."

"Kamu yakin itu suara Davin?"

"Seratus persen yakin."

"Aku akan sewa orang untuk mengawasi Davin," kata Ivan pada akhirnya.

Ivan memang menginginkan Rose menikah dengan Davin untuk kepentingan perusahaan. Namun, dia juga tidak rela jika putrinya menderita dalam pernikahannya. Ivan setuju karena melihat Rose yang begitu bahagia setiap kali membicarakan Davin. Tapi, mendengar ucapan Rika, sepertinya dia harus mengawasi keluarga itu. Dia tidak ingin melepaskan putrinya pada orang yang salah.

“Ros, mau kemana kamu?” tanya Ivan begitu melihat putrinya menuruni tangga dengan menenteng sebuah koper berukuran besar.

“Aku mau pulang ke Indonesia hari ini, Pa. Aku harus memastikan kebenarannya.”

“Jangan gegabah Ros, kamu nggak punya siapa-siapa di sana,” Hardik Rika yang langsung menolek ketika suaminya menyebut nama Rose.

“Aku udah gede, Ma. Aku bisa ngurus semuanya sendiri.” Rose berjalan melewati kedua orang tuanya tanpa memberi salam perpisahan.

“Ros berhenti! BERHENTI KATA MAMA!” teriak Rika yang tidak digubris oleh Rose. Wanita itu terus melangkah meninggalkan rumah dengan satu tujuan, mencari tahu keberanan dari ucapan ibunya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status