Yuta membuang nafas kasar saat melihat tingkah laku pria dihadapannya. Bagaimana tidak pria itu membuat satu rumah sakit tegang karena ancamannya. Pria itu memintanya mengikuti pemeriksaan padahal dia tidak mendapatkan luka parah selain memar pada tempat tembakan. Peluru itu menancap pada pelindung yang dirinya selalu gunakan setelah kejadian beberapa tahun lalu.
"Berhenti Gio, aku tidak apa-apa." ucap Yuta yang dibalas dengan tatapan tajam pria. Walaupun dia tahu wanita di depan tidak mengalami luka parah. Tapi dia tetap khawatir. Rasa takutnya melingkupinya saat ini.
"Diam dan ikuti saja setiap prosedur, atau kamu tidak boleh lagi keluar dari mansion." ancam Gio yang membuat wanita itu menatap sebal pria itu. Dia tidak memiliki keberanian untuk melawan ancaman pria. Yuta sangat tahu sikap pria itu saat sedang marah.
Yuta sangat ingat saat hubungan keduanya saat menjadi sepasang kekasih. Pria itu bukan tipe yang mudah marah untuk sikapnya yang menyebalkan. Tapi sekali pria itu marah ancamannya tidak bisa dianggap main. Beberapa tahun dirinya memaksa ikut ajakan temannya mendatangi club. Dia memukuli setiap pria yang menatap lapar padanya. Tidak sampai disitu saja pria itu membuat temannya tidak pernah kembali ke negaranya. Pria itu tidak pernah main-main kalau sudah marah.
"Untuk hari ini kamu harus menjadi harimau manis sayang." ucap pria itu sambil mengelus rambut hitam miliknya. Wanita membuang tatapannya. Rasa hangat berserta kesal datang di waktu bersamaan.
"WOW, bukankah kita harus mengabadikan hari ini." seorang pria dengan rambut merah dengan penampilan yang membuat seluruh tatapan mengarah padanya. Pria itu menggunakan jas putih tapi tak terlihat seperti para dokter disekitarnya.
"Apakah benar ini seorang Giovandro, pria yang sangat dingin sekarang bisa tersnyum." ucap pria itu yang mendapatkan tatapan tajam dari Gio. Tapi tidak ada ketakutan yang tercermin dari pria dihadapannya. Dia memang memiliki keberania membuat seorang Giovandro marah seperti ini. Bahkan Yuta salut dengan keberania pria itu dalam memancing emosi mantannya.
"Diam dan periksa kekasihku." ucap Giovandro yang membuat tatapan tajam mengarah padannya. Tapi dia tidak mempedulikan tatapan tajam dari wanita yang berbaring di sampingnya. Bahkan pria itu dengan santai membalas senyum tipis pada wanita itu.
"WOW dia tersenyum, kamu benar kekasihnya?" tanya pria itu .
"Bukan."
"iya." jawab keduannya bersamaan.
"hahahaha, kamu tidak diakui oleh wanita itu kawan. Bagaimana kalau nona cantik ini berkencan denganku saja. Aku cukup kaya untuk membiayai hidupmu. Walaupun aku tidak sedingin dan segalak pria disampingmu." ucap pria itu yang membuat tatapan tajam Gio. Seakan tatapannya bisa menembus jantung pria dihadapannya.
"Sepertinya menarik."
"sayang."
"Kita tidak ada hubungan lagi." ucap Yuta dengan santai yang membuat pria disamping terbakar api cemburu.
"Jangan memaksaku untuk berntindak lebih dari ini." ancam pria itu yang membuat keadaan ruangan inap hening. Semua orang tidak ada yang berani membantah seorang Gio kecuali sahabat laknannya itu.
"tenang sayang aku bisa melindungimu dari.." ucapnnya terhenti saat sebuah gelas melayang kearahnya. Sepertinya dia harus berhenti menjaili sahabatnya yang sudah dalam mode singa. Dia tidak menyangka akan sesenang ini membuat sahabatnya kesal.
"baiklah aku mengalah, maaf nona pasanganmu sepertinya akan memakanku sebentar lagi." ucap pria yang membuat Yuta tidak bisa menahan rasa tawa. Dia merasa pria itu membuat suasa dingin ini mencair. Apalagi wajah kesal Gio yang menghiburdirinya.
"hahahahah, kamu benar-benar berani membuat pria ini marah tuan."
"Tentu saja aku berani, amarahnya menjadi tantanganku." ucap pria itu dengan memukul dadanya pelan. Dia merasa terhormat bisa memancing amarah sahabatnya.
"Shen, Berhenti membuatku kesal atau aku kirim kamu ke antratika." ancam pria itu yang membuat berbinar. Gio benar-benar kesal bisa memiliki sahabat seperti Shen. Pria itu memang tidak normal. Mana ada orang yang senang saat diasingkan.
"Menarik, aku ingin bertemu pinguin langsung."
"Gio, sahabatmu sepertinya harus di check otaknya." usul yuta pada pria disampingnya yang membuat pria itu tersenyum tipis.
"Hey, aku baik-baik saja."
"benarkah? kamu senang saat dikirim ke ujung bumi." ucap yuta.
"kapan lagi aku bisa berlibur kesana secara gratis."
"Gio kenalanmu benar-benar aneh."
"aku berpikir seperti itu." ucap Gio saat melihat tingkah aneh sahabatnya.
Tak terasa sudah satu jam berlalu. Akhirnya pengecekan sudah selesai dan seperti perkataan wanita itu. Kalau tubuhnya baik-baik saja hanya pria itu yang terlalu parno padanya.
"See!"
"lebih baik mencegah, aku tidak ingin ada luka ditubuhmu."
"Kamu lupa aku bukan yuta dulu yang lemah. Berhentilah menganggapku lemah Gio. Aku bukan lagi anak manja yang suka menghabiskan uang kedua orang tuaku. Kamu lupa pekerjaanku sebenarnya." ucap Yuta yang memilih meninggalkan pria itu.
Sebuah pesan masuk, membuat perhatian yuta terahlikan. Dia membaca setiap pesan yang masuk. Saat Gio akan bertanya, wanita itu segera membuka suara.
"Aku punya pekerjaan, jangan mengikutiku."
"Aku sudah katakan berhenti."
"kamu tidak punya hak untuk melarangku."
"YUTA, Aku tidak suka bantahan."
"Dan aku suka membantah." ucap wanita itu sebelum meninggalkan Gio yang menatap tajam wanita itu.
Dave datang menghampiri tuannya. Dia menyampaikan pesan yang masuk kedalam handphone yuta. Wanita itu tidak sadari kalau handphonenya sudah disadap. Semua kegiatannya dipantau oleh pria itu.
"Cari pengirim pesan itu." ucap gio pada tangan kanannya.
"baik tuan."
"Sudah lama kita tidak bersenang-senang bukan. Sepertinya malam ini kita perlu berpesta sedikit." ucap pria itu dengan senyum tipis. Tidak ada yang tahu rencanan yang sedang dibuat pria itu. Hanya dia yang tahu. Sedangkan Dave segera menghubungi bawahannya untuk melaksanakan perintah tuannya. Setelah itu dia menemani tuannya pergi ke suatu tempat yang menjadi kesenangan prai yang dilayaninya.
Suara tawa wanita terdengar jelas di sebuah ruangan yang berisi para pria berkantung tebal. Tempat itu mereka bermain menggunakan harta mereka dan para wanita. Seorang wanita sudah menggunakan sebuah gaun dengan hiasan tebal yang menutup wajah aslinya. Dia juga merubah warna rambutnya untuk menyembunyikan identitas aslinya.
Kaku jenjangnya melangkah kedalam ruangan yang berada di sebuah kapal. Permainanan yang bisa membuat kehidupan seseorang berubah dalam waktu sesaat. Tempat itu adalah tempat judi tersembunyi yang ada dikapar persiar yang baru saja berlayar beberapa jam lalu.
Semua perkumpulan rahasia yang tidak diketahui oleh para pihak berwajib. Pada kapal itu terdiri dari berbagai kalangan dan latar belakang. Mereka yang masuk ke dalam kapal ini harus memiliki undangan rahasia yang dikirim secara rahasia. Mereka semua adalah klien dari sebuah kelompok mafia di kota roma. Oleh karena itu tidak sembarang orang bisa masuk ke dalam kapal. Tidak lupa penjagaan yang ketat disekitar kapal. Tapi semua itu tidak sulit untuk seorang Yuta menyusup. Wanita itu sedang mengamati targetnya hingga sebuah pelukan dan cengkraman di mulutnya membuat wanita itu terkejut.
"Diamlah, kamu bisa membangunkan sesuatu yang akan dirimu sesali bila itu terjadi." bisik pria itu ditelinga yuta.
Lembut, nyaris seperti bisikan angin, tangan Gio menyusuri rambut Yuta. Sentuhan itu menyadarkannya dari lamunan. Perlahan ia mendongakkan kepala. Tatapan mereka bertemu, dalam, penuh sejarah yang tak pernah benar-benar selesai.Setetes air mata jatuh di pipi Yuta—tak diminta, tak disadari. Hanya kenangan yang datang tanpa diundang. Gio tertegun, lalu memutar tubuh Yuta hingga keduanya saling berhadapan.“Apa yang membuatmu menangis?” tanyanya lirih, menyentuh wajah wanita itu dengan hati-hati seolah takut menyakitinya.Yuta menggeleng pelan. “Hanya... kenangan buruk yang datang tiba-tiba.”Suara Gio melembut, seperti sedang berbicara dengan bayangan masa lalu. “Honey... kamu tahu aku tidak pernah menduakanmu, bukan? Wanita itu... hanya pion. Suruhan seseorang yang ingin menjebak kita berdua.”Yuta tersenyum samar, getir. “Aku tahu, Gio. Beberapa tahun lalu, aku menemukan fakta itu. Tapi saat itu... rasanya aku malu untuk sekadar menatap matamu. Aku harusnya percaya padamu... bukan?”
Senyum seorang pria terbit saat ia selesai membaca sebuah dokumen yang baru saja diantar oleh bawahannya. Ia menyesap cerutunya, menyandarkan tubuh pada kursi, dan menatap ruang kosong yang ditempatinya—sebuah ruang kerja yang dipenuhi senjata favorit dan didominasi warna hitam di setiap sudutnya."Aku tidak menyangka wanita itu masih hidup," gumamnya, tatapannya mengarah pada sebuah potret yang terpajang di meja kerjanya. "Ternyata kamu sudah besar."Sebuah ketukan pelan mengembalikannya dari lamunan. Seseorang masuk ke dalam ruangannya. Tak sepatah kata pun keluar dari pria itu sampai bawahannya memulai pembicaraan."Kami sudah menemukan keberadaan keduanya, Tuan," ucap si pria sambil menunduk dalam-dalam. Tatapan tajam atasannya membuat bulu kuduknya meremang. Ia tahu, suasana hati tuannya sedang buruk."Biarkan mereka bersenang-senang dahulu. Aku suka mempermainkan peliharaanku. Setelah itu, pastikan kau menangkap wanita itu. Aku tak sabar bertemu dengan kelinci manisku," ucapnya,
Yuta tidak pernah merasakan pagi yang seindah ini sejak kejadian itu terjadi. Ia selalu sulit tidur dan bangun dalam keadaan sangat lelah. Tapi pagi ini, ia tidak lagi merasakan hal itu. Ia merasa seperti kembali ke masa lalu. Apakah sebesar itu pengaruh keberadaan Gio dalam hidupnya? Kedua matanya menatap pria yang sedang tidur di sampingnya. Kedua tangan besar memeluknya begitu erat. Tak ada jarak yang memisahkan keduanya. Sekarang, ia bisa menikmati pemandangan indah di hadapannya. Napas pria itu menghembus ke wajahnya.Seharusnya ia berteriak dan memarahi pria itu karena telah lancang masuk ke dalam kamarnya di vila milik Gio. Tapi biarlah, untuk kali ini ia ingin merasakan kehangatan yang telah hilang beberapa tahun ini. Rasanya semua bebannya menghilang begitu saja. Rasa rindu yang ia pendam selama ini telah terbayar. Tangannya bermain di wajah pria itu, dari alis yang sangat tebal dan berbentuk indah, berlanjut pada kelopak mata dengan bulu mata hitam yang begitu lentik, hidung
Yuta mengejar pelaku penembakan beberapa waktu lalu. Hampir saja dia mencapainya tapi orang itu berbalik dari melepaskan tembakan. Beruntungnya dia memiliki reflek yang baik. Peluru itu memang tidak melukainnya. Waktu bersamaan kap bergoyang karena gelombang air laut. Saat itu waktu seakan berlambat, tubuhnya terlempar dari kapal akibat kakinya yang tak seimbang. Apakah keinginannya terwujud dalam waktu dekat sebelum kebenaran terungkap sepenuhnya. Saat itu muncul rasa kesal karena dia belum bisa membalaskan dendamnya. Tapi seakan takdir sedang mempermainkannya. Tubuhnya terlempar kedalam gelombang air laut yang sedang berkecambuk. Hal yang paling dirinya hindari ialah air karena dia tidak bisa berenang. Apakah ajalnya akan datang dengan seperti ini. Rasannya dia ingin menyesal karena belum bisa mengucapkan perasaanya pada pria itu. Sekarang dia malah ingat seluruh kenangan indah dengan pria manis itu. Padahal seluruh orang disekitarnya mengatakan pria itu dingin dan sedikit bicara.
Sebuah tangan memeluk pinggangnya dan tangan lain menutup mulutnya yang hampir saja berteriak. Dia menyadari sosok pria yang membisikan dirinya. Pertanyaan mengisi isi kepalanya, dia bertanya-tanya bagaimana pria itu bisa mengetahui rencananya malam ini. Tubuhnya dibutar dan akhirnya sekarang keduanya saling bertatapan. Sesaat kedua mata mereka bertatapan. Tak ada satu kata yang keluar dari keduannya. Mereka saling terpesona dengan penampilan satu sama lain. Hingga pria itu mendekatkan dirinya ke telinga wanita. "Kamu sangat cantik, aku tidak lera membiarkan pria-pria itu menikmati keindahanmu." ucap pria itu yang berhasil membuat rona merah muncul di wajah wanita itu. Dia mengakui penampilan pria dihadapannya sangat menawan. Tapi dia lupa kalau pria ini memang selalu berpenampilan menawan. Rasa tak lela bila pria itu bersanding dengan wanita lain. "Tampan bukan? tanya pria itu dengan diakhiri kedipan mata pada wanita dihadapannya yang membuatnya tersadar. "Biasa saja." sambil memb
Yuta membuang nafas kasar saat melihat tingkah laku pria dihadapannya. Bagaimana tidak pria itu membuat satu rumah sakit tegang karena ancamannya. Pria itu memintanya mengikuti pemeriksaan padahal dia tidak mendapatkan luka parah selain memar pada tempat tembakan. Peluru itu menancap pada pelindung yang dirinya selalu gunakan setelah kejadian beberapa tahun lalu. "Berhenti Gio, aku tidak apa-apa." ucap Yuta yang dibalas dengan tatapan tajam pria. Walaupun dia tahu wanita di depan tidak mengalami luka parah. Tapi dia tetap khawatir. Rasa takutnya melingkupinya saat ini. "Diam dan ikuti saja setiap prosedur, atau kamu tidak boleh lagi keluar dari mansion." ancam Gio yang membuat wanita itu menatap sebal pria itu. Dia tidak memiliki keberanian untuk melawan ancaman pria. Yuta sangat tahu sikap pria itu saat sedang marah. Yuta sangat ingat saat hubungan keduanya saat menjadi sepasang kekasih. Pria itu bukan tipe yang mudah marah untuk sikapnya yang menyebalkan. Tapi sekali pria itu mar