Share

BAB 2 ~ Salah Paham

"Arrgh! Kenapa jadi kacau begini, sih?" erang David seraya mengacak rambutnya sendiri, beberapa saat setelah kepergian Elfara dari apartemennya. 

Dia tidak menyangka jika sang kekasih akan datang di waktu yang tidak tepat, ketika dirinya meminta Aleena untuk mencoba memakai kalung berlian yang akan dia berikan untuk Elfara di hari ulang tahun wanita itu.  

Entah kesialan apa ini. Baru kali ini dia bertengkar dengan Elfara hanya karena kesalahpahaman tentang orang ketiga. Sialnya, dugaan sang kekasih tidaklah benar. Sedikit pun dia tidak memiliki niat untuk menduakan Elfara, terlebih berselingkuh dengan Aleena, sahabat yang selama ini sangat dekat dengannya dan juga sang kekasih. 

Ya, tentu saja. Elfara adalah satu-satunya wanita yang sangat dia cintai selama ini. Meskipun hubungan mereka masih belum mendapatkan restu dari orang tua Elfara, tetap saja dia tidak menyerah. Merasa yakin bahwa suatu saat hubungannya akan mendapatkan restu dari kedua orang tua Elfara. 

Bahkan, setelah dia bekerja keras dan berhasil menyandang status sebagai pengusaha kuliner terbesar pun, kedua orang tua Elfara masih saja belum memberikan lampu hijau untuk hubungan mereka. 

"Kenapa kamu nggak mau dengar penjelasan aku dulu sih, El? Aku nggak mungkin ... Arghh!" 

Lagi-lagi David mengerang frustrasi, lalu mengusap kasar wajahnya yang tampak memerah menahan amarah. Sesaat kemudian dia berdiri sambil berkacak pinggang, menatap ke arah Aleena yang sedang berjalan pelan ke arahnya. 

Mendapatkan cinta Elfara bukanlah hal yang mudah baginya. Dia butuh waktu satu tahun untuk meyakinkan Elfara yang memiliki trauma akan percintaan. 

Dua tahun bersama sang kekasih terasa sangat membahagiakan baginya. Rasanya tidak mungkin jika dia menyia-nyiakan waktu yang sudah dia nantikan sejak lama, hanya karena wanita lain. Sampai detik ini hatinya masih milik Elfara. Namun, entah apa yang harus dia lakukan sekarang  untuk mengembalikan kepercayaan Elfara padanya. 

"Jangan khawatir, gue akan bicara dengan Elfa. Lo tenang saja, everything's gonna be okay, Dav," ucap Aleena sambil berusaha membuka kalung yang masih menggantung di lehernya, lalu memberikan benda itu kepada David. Dia menatap iba wajah pria di depannya, saat tidak sengaja saling beradu pandang. 

"Gue nggak yakin dia akan luluh begitu saja. Lo tahu gimana dia 'kan, Al?" balas David menatap Aleena tidak percaya. 

Aleena diam sejenak, lalu menghela napas pendek seolah-olah mengiakan perkataan David. 

Tentu saja wanita itu sangat paham dengan apa yang dikatakan David. Seperti yang mereka tahu bahwa Elfara bukanlah wanita yang mudah percaya, terlebih lagi jika kepercayaannya sudah dihancurkan. Mengingat Elfara pernah memiliki pengalaman buruk dengan sang mantan kekasih terdahulu yang berkhianat, tentu tidak mudah bagi Aleena untuk meyakinkan kembali sahabatnya setelah kejadian hari ini. 

Meski demikian, Aleena akan tetap berusaha keras untuk memperbaiki hubungan mereka bertiga dan membuat Elfara kembali bersama David. Itu adalah janjinya saat ini. 

Senyum tipis terukir di wajah Aleena sesaat. Bersikap tenang adalah caranya untuk meredam emosi David, meski sebenarnya dia juga sangat khawatir. 

"Keep calm, Dav! Gue yakin kita akan bisa melewati masalah ini dengan baik," ucap Aleena sambil menepuk pekan bahu David. "Gue balik dulu dan secepatnya akan menemui El," imbuhnya seraya mengembangkan kembali senyumannya, sesaat sebelum dia beranjak dari tempat itu. 

Sementara itu, David tidak berkata apa pun lagi, selain hanya mengangguk pelan. Dia seolah-olah telah memberikan kepercayaan penuh pada sahabatnya untuk mengatasi masalah yang melibatkan dirinya dengan sang kekasih.

***

Di tempat lain, Elfara masih terlibat perdebatan dengan pria tidak asing di depan lift. Sampai detik ini pria itu masih saja menahannya untuk pergi. Lihat saja! Sejak tadi  tangan kanannya tidak dilepaskan begitu saja. Menuntut pertanggungjawaban atas ponsel yang rusak karena ulahnya, meski tidak sengaja. 

"Mas, tolong lepasin tangan saya!" geram Elfara seraya mengentakkan tangannya berulang kali. Sialnya, tenaga pria itu begitu kuat untuk dikalahkan. 

Air mata yang sedari tadi menetes pun, mendadak surut karena amarahnya terhadap pria tersebut. Namun, tetap saja. Raut wajah dan jejak air mata itu tidak bisa bohong bahwa dirinya sedang tidak baik-baik saja. 

"Oh, nggak bisa. Setidaknya Mbak harus tanggung jawab, setelah itu saya akan membiarkan Mbak untuk pergi!" tegas pria itu tidak ingin kalah. Tatapannya penuh penekanan, berharap Elfara akan memenuhi keinginannya. 

Ya, bukankah seharusnya memang seperti itu? Siapa yang salah, dialah yang bertanggung jawab. Tidak peduli wanita di depannya tengah memiliki masalah apa, yang jelas baginya tanggung jawab adalah harga mati. 

Bukannya tidak melihat kekalutan di wajah Elfara. Tentu dia menyadari hal itu. Namun, tetap tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak bertanggung jawab. Masalah apa pun yang tengah dihadapi wanita itu, jelas bukan urusannya. 

"Mas, saya sudah minta maaf berulang kali. Apa itu nggak cukup?" bentak Elfara semakin geram. 

"Masalahnya handphone saya nggak akan kembali hanya dengan kata maaf, Mbak! Mbak pikir saya belinya pakai daun?" 

"Oh ... oke! Memangnya berapa harga handphone itu, saya bayar sekarang juga!" lantang Elfara seraya membusungkan dada. 

Alih-alih menjawab, pria itu malah tersenyum meremehkan. Entah apa maksudnya. Yang jelas dia terlihat tidak menyukai sikap Elfara yang menurutnya terkesan angkuh. 

"Sombong sekali kamu!" nyinyir pria itu seraya tersenyum getir sambil menatap nanar wajah Elfara. 

"Loh, bukannya itu yang kamu inginkan? Kamu mau saya mengganti rugi atas kerusakan handphone itu, kan? Ya sudah, akan saya ganti sekarang juga!" sarkas Elfara seraya membeliakkan mata lantaran sudah menahan emosi yang sudah semakin memuncak. 

Bukan menanggapi positif, pria itu justru memalingkan wajahnya sejenak ke sembarang arah, sebelum menanggapi ucapan Elfara. 

Hal itu sontak membuat Elfara semakin berapi-api lantaran merasa serba salah. Bahkan, disaat dirinya sudah berniat untuk bertanggung jawab pun, pria itu justru seolah-olah tidak menghargai niat baiknya. 

Dengan perlahan pria itu melepaskan tangan Elfara, lalu melipatkan kedua tangannya di depan dada tanpa memalingkan tatapan dari wajah Elfara. Melihat amarah yang tersirat di wajah wanita itu, seperti menjadi tontonan yang menyenangkan baginya. 

"Hebat sekali kamu!" 

Bukan pujian, tetapi apa yang diucapkan pria itu terdengar seperti kalimat sindiran, sehingga membuat Elfara menjadi merasa bingung. Apa yang sebenarnya diinginkan pria itu? 

"Kamu pikir semuanya bisa dibeli dengan uang?"  ucap pria itu lagi yang semakin sulit untuk dimengerti. 

Elfara menggeleng pelan sambil menatap nanar wajah pria itu. "Dasar cowok sinting! Buang-buang waktu saja!" umpatnya seraya beranjak dari hadapan pria itu. 

"Hey! Urusan kita belum selesai!" teriak pria itu seraya mengejar Elfara yang sudah berlari kecil menuju jalan raya. 

Elfara hanya bergeming. Dia tetap berlari tanpa mempedulikan teriakan pria di belakangnya yang terus memanggil. Dia pikir hanya membuang-buang waktu jika terus-menerus menghadapi pria gila itu, itulah mengapa dia memilih untuk menghindar. 

"Hey, tunggu!" 

"Aargh!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status