Share

002 - Bertemu Calon Jodoh

Sukma mengusap wajahnya beberapa kali, matanya menatap lurus ke depan memandangi dedaunan yang jatuh dan terinjak oleh pejalan. Meski taman sore itu terlihat cukup ramai, namun ia tidak bisa mendengar suara apapun selain ucapan Hanan saat di cafe tadi.

Gue mau tunangan sama Sisil, doain ya biar lancar sampai hari pernikahan.

'Oh, shit!' Jerit Sukma yang hanya bisa dituangkan dalam hatinya. Ia mengerang kesal, membuat beberapa pasang mata menatapnya dengan bingung.

"Padahal gue udah berharap banget, kenapa tiba-tiba Hanan tunangan sama Sisil?" gerutunya sambil memeluk lutut, Sukma tengah duduk di salah satu kursi taman itu.

"Sisil? Dia itu siapa sih, gue aja nggak kenal. Padahal selama di kantor, kayaknya dia udah kelihatan suka banget sama gue, tapi kenapa tiba-tiba udah mau tunangan aja. What the hell!" cerocosnya, ia sudah tidak peduli lagi jika ada orang lain yang mendengar ocehannya itu.

Sukma mendengus kesal, mengacak rambutnya asal. Para pejalan yang kebetulan tengah melewatinya terlihat ketakutan, mereka terburu pergi sambil menatap Sukma dengan wajah ngeri.

Wajar jika emosi Sukma tengah naik, pria yang dianggap menyukainya ternyata akan bertunangan dengan wanita lain yang bahkan bukan teman sekantor atau dikenal Sukma.

Seingatnya, Hanan tidak pernah menyinggung nama Sisil. Di setiap waktu saat mengobrol dengan Sukma, nama itu tidak pernah muncul. Teman kantor lainnya juga tidak pernah menyinggung nama itu, tapi tiba-tiba pria yang selalu bersikap manis kepada Sukma selama ia bekerja di kantor, menyerahkan undangan atas namanya dan Sisil.

"Dia baikin gue karena gabut doang apa gimana, sih?!" kesal Sukma sambil melotot, entah apa yang dipelototinya, nada suaranya mulai meninggi. "Kalau misalkan udah punya calon, kenapa sikapnya baik banget ke gue?! Apa gue aja yang terlalu baper?”

Sukma terdiam, ia merasa tidak ada yang salah jika terbawa perasaan. Sikap Hanan terlalu baik untuk dianggap wajar, semua wanita pasti mengira Hanan menyukainya jika tau seperti apa sikapnya pada Sukma.

“Ah, sial!" pekik Sukma.

Mata semua orang mulai fokus kepadanya, namun Sukma tidak peduli dan hanya mengabaikan orang-orang yang menatapnya dengan wajah bingung. 

Setelah emosinya agak mereda, barulah Sukma merasa malu dengan tingkahnya yang berbicara sendiri dan menjerit seperti orang kerasukan di area taman.

'Ish! Malu,' batin Sukma seraya menutupi wajahnya.

Sukma segera beranjak dari tempat itu dan hendak pergi, namun matanya menangkap sosok wajah yang sangat familiar tengah duduk di salah satu bangku taman.

"E-eh, itu kan…."

Sejenak perasaan marahnya hilang tiba-tiba, saat melihat sosok pria yang sangat mirip dengan pria yang selalu ada di mimpi.

'Jangan bilang dia benar-benar jodoh gue,' batin Sukma Seraya terus menatap pria itu. 'Tiga malem mimpi berturut-turut, apalagi coba kalau bukan pertanda.'

Senyum mengembang terbit di wajah Sukma begitu saja, ia menutup mulut tidak percaya.

'Ya Allah, kenapa engkau baik sekali. Baru aja dikecewain sama cowok inceran, eh udah dikasih cowok yang lebih lebih lebih lebih lebiiiih dari sebelumnya. Makasih ya Allah,' batin Sukma.

Memang benar apa yang dikatakan Sukma, pria yang tengah duduk dengan tatapan lembut itu sangat tampan, perawakannya sangat diidamkan oleh kaum hawa, pakaiannya sangat elegan dikenakan, rambutnya hitam pekat, seperti sosok pria sempurna yang selalu dimintanya dalam do’a setelah sholat lima waktu.

Jika dibandingkan dengan Hanan, pria itu memiliki kelebihan yang lebih. Meski Sukma sendiri mengakui, Hanan sangat tampan dan manis.

Sukma hendak beranjak, mencoba mendekati pria itu. Namun langkahnya terhenti segera saat melihat seorang wanita datang melambai ke arah pria yang duduk itu, menampilkan wajah dengan senyum bahagia.

Pria itu membalas dengan senyum tidak kalah bahagia, kemudian keduanya berpelukan. Pemandangan itu membuat hati Sukma langsung merosot, seperti dilemparkan dari langit ke bumi. 

Harapan memang berbahaya.

'Aish, sial!' Gerutunya dalam hati, matanya tidak berhenti melihat ke arah sejoli yang sudah beranjak pergi.

Sukma masih terdiam di tempat, wajahnya terlihat kesal. Namun ia memikirkan sesuatu….

'Eh tapi tunggu dulu, bisa aja itu adiknya atau mungkin sepupunya, saudaranya, apalah…,' sangkal Sukma dalam hati.

'Pokoknya gue harus mastiin, tuh cewek bukan siapa-siapanya pangeran yang ada dalam mimpi gue.'

Sukma beranjak, namun dua orang itu hampir menghilang. Ia mempercepat langkahnya berusaha menyusul keduanya, namun ternyata dua orang itu telah menuju area parkir dan masuk ke dalam mobil.

'Aaah, padahal dikit lagi ketemu jodoh. Keburu ilang,' kesalnya saat melihat mobil itu melaju tepat melewatinya.

Sukma benar-benar lupa alasan ia pergi ke taman itu, terlalu fokus pada pria yang ada di mimpinya dan melupakan rasa patah hatinya karena ditinggal tunangan oleh orang yang dicintainya.

Dengan langkah gontai, Sukma kembali berjalan menuju area parkir. Terlihat abang ojol sudah stand by untuk menjemputnya.

“Kenapa pulang malem, ngapain aja?” tanya ibunya tepat saat Sukma masuk ke dalam rumah.

Tidak ada respon, Sukma hanya mencium punggung tangan ibunya dan masuk ke kamar. Gadis itu langsung menghempaskan tubuhnya ke kasur, menatap langit-langit.

Brak!

“Kamu belum jawab pertanyaan Ibu?!” seru sang ibu yang membuat Sukma mengusap dada karena terkejut.

“Apaan sih, Bu! Lagi galau juga, gagal deh!” kesalnya.

“Abis kamu nggak jawab pertanyaan Ibu,” ibu Sukma terlihat sama kesalnya.

“Abis dari taman, refreshing otak.”

“Oh,” ujar ibunya yang langsung menutup pintu. Sukma melongo, ia jadi tidak berselera lagi untuk bergalau ria.

Sukma menghela nafas jengah, beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

***

“Selamat Hanan atas pertunangannya,” ujar seorang karyawan pagi itu.

Sukma yang juga berada di sana, langsung melengos begitu saja melewati gerombolan karyawan yang tengah menyelamati Hanan.

Mata Hanan menangkap sosok Sukma, namun ia tidak bisa menyapa karena banyaknya karyawan yang tengah mengerubunginya.

“Wei!” ujar Chintya yang melihat Sukma duduk di kursinya. “Hanan tunangan tuh,” usilnya.

Sukma berdecak. “Iya, gue tahu. Gue udah dapet undangannya.”

Chintya terkekeh. “Suer gue nggak boong, gue kira bakal ada nama loe di surat undangan dia, ternyata bukan.”

Mata Sukma mendelik kesal. “Loe nyindir gue?” kesalnya.

“Jangan marah,” Chintya mendekat dan memeluknya dari belakang. “Gue cuma ngutarain apa yang gue alami aja kemaren, maaf ya kalo loe tersinggung.”

Sukma melepaskan tangan Chintya, membuat gadis itu memberengut. “Gue nggak marah, tapi loe jangan sampe bahas itu lagi.”

Kepala Chintya mengangguk, ia mengulas senyum sebelum memeluk Sukma kembali. “Tenang aja, gue yakin loe pasti dapet jodoh yang lebih baik dari Hanan.”

Terlihat senyum mengembang di wajah Sukma. “Makasih.”

“Walaupun gue nggak yakin,” jahil Chintya lagi sambil berlari ke kursinya, wajah Sukma langsung terlihat kesal.

“Hai Kak Sukma,” sapa Gladis dengan begitu riang.

Entah mengapa ia masuk ke ruangan divisi Sukma, padahal Gladis berbeda divisi dengannya.

'Ah, perasaan gue nggak enak. Nih bocah ngapain pake kesini segala,' batinnya kesal.

“Kenapa nggak jawab?” tanya Gladis saat sudah berada di samping Sukma.

“Iya, iya. Hai juga,” ketusnya.

“Iiih, ketus banget. Padahal kan aku tadi nyapanya manis banget,” ujar Gladis dengan manja, ia menggeser kursi samping dan mendudukinya.

“Mau ngapain sih?” kesal Sukma yang pagi ini tidak mau berbasa basi.

Gladis tersenyum, ia lebih mendekatkan jaraknya. “Aku denger Kak Hanan tunangan, tapi kok bukan sama Kak Sukma?”

Spontan mata Sukma melotot, menatap Gladis dengan amat kesal. “Emangnya kenapa? Dia itu bukan siapa-siapanya gue, wajar kalau gue nggak tunangan sama dia.”

“Tapi kan, temen sekantor pada taunya Kakak yang pacaran sama Kak Hanan.”

“Itu gosip ya, G-O-S-I-P, gosip!”

“Iya, tau. Tapi tetep aja, kok rasanya aku nggak terima.”

'Ha~, gue juga nggak terima. Tapi mau gimana lagi!' batin Sukma serasa ingin menjerit.

“Udah ah, loe sana. Kerja aja yang bener, jangan ngurusin gosip.”

Gladis mencebik, namun sesaat kemudian tersenyum sambil melambai pamit ke luar ruangan.

Bukan hanya dua orang itu saja yang bertanya, hampir semua karyawan di divisi Sukma menanyakan hal yang sama. Kok bukan loe?

“Haaa~aahh!” jerit Sukma kesal, ia mencurahkan kekesalannya di atap gedung yang sebenarnya terlarang untuk dikunjungi.

Namun hari itu Sukma tidak peduli dengan larangan, ia memerlukan tempat untuk mencurahkan kekesalannya. Bukan hanya tentang pertanyaan yang terus ditanyakan teman kantornya, namun juga tentang Hanan yang tiba-tiba bertunangan begitu saja.

“Kenapa nggak bilang sih!” kesal Sukma, namun ia teringat jika Hanan memang sudah mengatakan tentang pertunangannya. “Maksudnya, kenapa nggak bilang dari awal aja kalo sikapnya itu bukan karena dia suka sama gue.”

Air mata Sukma mulai meleleh. “Jadinya gue nggak harus berharap,” paraunya sambil menunduk, memeluk lututnya.

Tanpa Sukma sadari, seorang pria juga berada di sana. Pria itu duduk di sisi lain dan terhalangi oleh dinding, terdiam. Meski ia tidak berniat menguping, namun suara Sukma terdengar begitu jelas di telinganya.

Sejenak pria itu terlihat tidak peduli, ia juga memiliki masalah sendiri sampai bermeditasi di tempat itu. Namun sesaat kemudian, ia mulai memikirkan sesuatu.

'Mungkin… dia bisa,' batinnya seraya tersenyum miring.

Narubi

Like, komen, and share.

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status