Share

Bab. 9 Rebutan Niken

"Non ..." Sumi terkejut saat ke kamar untuk menengok Niken, mungkin saja gadis yang harus diurus keperluannya itu membutuhkan dirinya.

Sumi langsung keluar kamar. Kebetulan Irvan melintas.

"Kelihatannya panik ada apa, Sum?" Irvan yang berkarakter lembut walau fisiknya laki laki itu mendekat.

"Non di dalam Bang Irvan pinsan saat sholat, "

"Ayo kita lihat ..," Irvan yang sudah tahu kasus Niken sangat ibah melihat gadis itu meringkuk.

Berdua Sumi dibopongnya gadis itu ke kasur.

"Apakah saya harus lapor Pada Ndoro Tuan?" Sumi cemas.

"Tak usah, kamu buatkan saja dia teh manis hangat, lalu diminumkan kalau sudah siuman, "

"Ya Bang Irvan saya ke dapur dulu, " segera Sumi keluar kamar.

Irvan memandang Niken yang masih mengenakan mukena itu bagai orang terlelap.

Sumi masuk ke kamar membawa secangkir teh yang dipesan Irvan.

Saat itu Niken membuka mata. Terkejut saat menyadari dirinya terbaring. Cepat ia duduk dan kikuk saat menyadari ada laki laki di kamarnya.

Niken menatap Irvan gugup. Lalu menunduk.

"Nona tadi pinsan di atas sajadah, bagaimana keadaamnya sekarang?" Irvan tersenyum dan bertanya ramah.

Niken agak tenang saat mendengar suara Irvan yang lembut serta sikapnya yang tak seperti lelaki pada umumnya.

"Sudah nggak apa apa, "

"Maaf terpaksa tadi saya dan Sumi mengangkat Nona , " ujar Irvan menatap gadis yang masih balutan mukenanya itu.

"Terima kasih, Pak, " entah mengapa Niken merasa nyaman berbicara dengan lelaki lima pulih tahun yang berkulit bersih dan bersikap lembut itu.

"Sama sama, " angguk Irvan tersenyum, "Kalau begitu Nona istiraharat saja, ya, "

Niken menganguk.

"Aku permisi dulu, jaga kesehatan Nona, jaga diri Nona, "

Niken memperhatikan langkah Irvan yang teratur keluar kamarnya.

Saat Sumi mendekat ia sebenarnya ingin menanyakan tentang lelaki yang memiliki sorot mata penuh dengan kesabaran itu. Tapi untuk apa juga, toh bagaimana pun yang jelas pasti orang suruhannya Anggodo.

Tapi bagaimana kalau lelaki tadi tak tahu jika tuannya itu bandar narkoba, dan juga bergerak di prostitusi?

"Non ..."

"Oh .." Niken menoleh pada Sumi yang masih memegang gelas berisi teh.

"Tehnya, Non, " diulurkan gelas teh di tangannya pada Niken.

"Ya, " segera Niken mengambil gelas teh itu. Meneguknya sedikit.

"Biar saya yang taruh di meja. Non istirahat saja, " cekatan Sumi mengambil gelas dari tangan Niken, yang semula mau turun dari tempat tidur untuk meletakkannya di atas meja.

"Terima kasih, ya, " tersenyum Niken. Baginya Sumi sudah sangat memperlakukan dirinya dengan baik. Bukan salah perempuan itu jika bekerja pada Anggodo. Terlebih lagi ia tak tahu sepak terjang tuannya yang sesungguhnya.

.."Non istirahat ya, kalau perlu apa apa silahkan panggil saya di 05, ya Non, "

"Ya, Mbak terima kasih ,"

Sumi keluar kamar.

Niken membiarkan air matanya mengaliri kedua pipinya. Sungguh hatinya pedih menyadari waktu terus merangkak. Dan jika tiba saatnya besok malam, maka habislah sudah dirinya. Terkoyak tanpa ampun. Atau barangkali akan diperlakukan bak binatang karena sudah dibeli.

Bergidik Niken tak berani membayangkannya. Air matanya terus menerus mengalir.

"Ya Allah masih adakah mukjizat dariMu bagi hamba yang hina ini ..?"

..*

Jodi berbicara dengan seseorang. Lelaki yang diajak bicara mengenakan masker serta berjaket tebal dengan hoodie di kepalanya.

Mereka bertemu di sebuah tempat sepi.

"Bagaimana?" Jodi bertanya pelan suaranya cemas.

"Kita dapatkan dengan lima ratus juta, " ujar lelaki berjaket dan mengenakan hoodie itu hampir berbisik.

"Oke terima kasih bantuannya, Bang, seumur hidupku berhutang padamu, " lirih suara Jodi.

"Tapi aman, ya?" Jodi masih cemas.

"Aman sudah kuatur semuanya, "

"Aku percaya Abang yang sudah tahu situasinya, "

"Kalau sampai terbongkar nyawa kita taruhannya, " ujar lelaki berjaket itu.

"Aku tahu, yang penting Niken aman. Tak sepantasnya ia dikorbankan, ayahnya sudah menjadi korban dari lawan Anggodo, "

"Aku balik dulu, " pamit lelaki berjaket itu.

"Ya Bang terima kasih, "

Mereka berpisah dan berjalan berlawanan arah.

Jodi yang sangat merasa bersalah.menyerahkan Niken pada Anggodo, setidaknya bisa bernapas lega. Niken sudah bisa dinego dengan harga lima ratus juta.

Semua sudah diatur dengan cermat dan terperinci. Dari penjemputan dan penempatannya.

*

Madam Sonya dan Anggodo merayakan keberhasilan mereka dalam angka penjualan Niken.

"Ini bos besar jadi jangan ada penempatan bodyguard kita baik di kantornya mau pun rumah dimana dia akan berbulan madu dengan bidadari kita, " yang dimaksud bidadari adalah Niken.

"Yang penting aman bisa saja toh?" Anggodo tak keberatan dengan pemintaan si bos yang telah membooking Niken untuk satu hari dengan nominal empat ratus juta.

Madam Sonya memang korupsi seratus juta. Perempuan ini tak mau hanya makan komisi dua puluh persen setiap transaksi para bidadari di Flower milik Anggodo. Ditambah gaji bulanaan yang jumlahnya lumayan besar dari Anggodo.

"Kita sudah deal dan aku harus mengembalikan cek dari Saudara Andre, "

Madam Sonya pamit setelah mendapatkan bagiannya. Tentu saja plus seratus juta hasil koropsinya.

Angggodo tinggal menghitung pendapatan selanjutnya dari penjualan diri Niken.

Tak perduli Ferdi ayah gadis itu sudah dibunuh lawan bisnis ilegalnya. Niken harusnya dibebaskan. Itu kan usul Jodi. Di sini ketua adalah dirinya. Yang bos adalah seorang Anggodo. Jodi hanyalah anak angkat sekaligus kaki tangannya. Keputusan tetaplah di tangannya.

Karena khawatir Jodi jatuh hati pada Niken, maka Anggodo berniat untuk membuang kelelakian Jodi.

*

Di ruang depan, jauh dari kamar yang dihuni Niken terjadi percakapan yang dilakukan Annggodo dan Irvan asisten setianya.

"Irvan kamu atur supaya Jodi dikebiri permanen .."

Tentu saja Irvan terkejut. Namun langsung tersadar tak boleh menunjukkan secara terang terangan di depan Anggodo.

"Tapi Tuan ..." Irvan tampaknya keberatan.

'Jodi sudah kebiri kimia berkali kali, tapi itu tidak memutus perasaan dia pada wanita. Ingat dia akan jatuh karena wanita. Dan kuputuskan supaya dia aman tanpa ada urusan dengan naksir atau jatuh hati ..."

Rupanya Angodo belum puas melihat Jodi tak memiliki birahi bertahun tahun karena telah berulang kali dikebiri secara kimia. Hanya dengan suntikan yang dilakukan dokter langganannya.

"Aku anti perempuan, hidup aman, dan kamu juga aman tinggal di sini tanpa perempuan, aman, kan kalau kita tanpa hasrat jatuh cinta dan tak memiliki birahi ..."

Irvan tak berani membantah. Namun begitu hatinya tak setuju jika Jodi dikebiri permanen

"Bang Irvan, aku ingin menyudahi pekerjaan ini. Mungkin aku dihukum seumur hidup, tak apa aku ingin tobat, tapi sulit lepas dari ayah angkat, " beberapa bulan lalu Jodi pernah curhat.

"Segera kamu hubungi dokter. Ingat aku tak mau dibohongi. Usahakan Jodi tidak tahu. Bius dia!" Anggodo berlalu.

Irvan tahu membangkang nyawa taruhannya.

Seperti yang terjadi pada dirinya. Saat ia dibius dan dikebiri oleh seorang dokter atas paksaan Anggodo.

Anggodo tak mau ada pengkhianatan. Dan dua puluh lima tahun lalu dirinya jadi korban perbuatan Anggodo yang sudah mati nurani hatinya.

Maka tak heran jika dirimya tak mungkin menikah. Tapi masih lebih beruntung dari Jodi. Anggodo mengangkatnya jadi Kepala operasional di dalam rumahnya yang bak istanah. Tidak diterjunkan seperti Jodi sebagai pengedar.

*

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status