Share

Bab 6

Penulis: Zaina Aulia
Malam itu, Andini terjaga sepanjang malam hingga fajar menyingsing. Dia sendiri tidak tahu apa penyebabnya.

Mungkin karena penghangat di kamarnya terlalu panas. Rasanya sangat berbeda dengan gubuk reyot yang bocor dan dingin, tempatnya bertahan hidup selama tiga tahun terakhir. Mungkin juga karena selimutnya kali ini kering, lembut, dan hangat saat menutupi tubuhnya.

Segala sesuatu terlihat begitu sempurna hingga Andini merasa seolah-olah berada di dunia lain. Dia merasa berada di sebuah dunia yang begitu indah hingga terasa tidak nyata.

Andini pernah berpikir bahwa dirinya akan menghabiskan sisa hidup di penatu istana. Namun ketika sinar matahari pagi yang hangat masuk melalui jendela, dia akhirnya sepenuhnya yakin bahwa dia benar-benar telah kembali.

Kirana telah menyiapkan baju baru untuknya. Itu sepertinya dibeli dari kedai baju di kota. Meskipun baju itu tidak sepenuhnya pas, setidaknya lengannya cukup panjang untuk menutupi bekas luka di lengan Andini.

Pagi-pagi sekali, Andini pergi ke halaman Ainun. Saat itu, neneknya sedang melakukan ibadah. Andini berdiri dengan patuh di luar pintu dan sama sekali tidak berniat mengganggu.

Entah bagaimana, Ainun tiba-tiba menoleh seakan-akan merasakan kehadirannya. Begitu melihat Andini, matanya sontak memerah. "Kamu sudah kembali?" Tiga kata yang sederhana, tetapi penuh dengan kesedihan yang mendalam.

Mata Andini juga memerah. Dia melangkah masuk dan berlutut di lantai. Dia segera berujar, "Aku nggak berbakti. Nek, terimalah penghormatanku."

"Kemarilah, biar Nenek melihatmu lebih jelas!" Ainun tetap dalam posisi berlutut untuk beribadah, tetapi tangannya terus melambai. Dia meminta Andini untuk mendekat.

Andini pun merangkak ke sisi Ainun agar dia dapat melihatnya dengan jelas. Tangan Ainun yang kurus dan lemah bergetar saat menyentuh wajah Andini sedikit demi sedikit. Dia lalu berucap, "Kamu kurusan."

Dua kata itu membuat air mata Andini tak terbendung. Dia langsung memeluk neneknya erat-erat sambil terus memanggilnya. Pelayan-pelayan yang berada di sekeliling mereka pun diam-diam mengusap air mata.

Tiga tahun yang lalu setelah Dianti kembali ke kediaman, hampir semua orang di Kediaman Adipati bergabung di pihak Dianti. Mereka bersimpati pada nasib Dianti, peduli pada perasaannya, dan mengatakan bahwa mereka semua akan menyayanginya mulai saat itu.

Namun, hanya Ainun yang memperhatikan Andini. Kala itu, Andini berdiri di sudut tanpa tahu harus berbuat apa. Ainun memberitahunya bahwa apa pun yang terjadi, dia tetap akan menjadi cucu tercintanya yang paling patuh dan menggemaskan.

Ketika dihukum bekerja di penatu istana, Andini mendengar dayang-dayang membicarakan bahwa neneknya sempat secara pribadi pergi ke istana untuk memohon kepada Permaisuri demi dirinya.

Hanya saja sebelum sempat bertemu Permaisuri, Ainun telah dihina habis-habisan oleh Putri dan diusir dari istana. Para dayang juga mengejek Ainun. Mereka mengatainya tidak tahu diri dan coba menggunakan usia tuanya sebagai alasan untuk memohon belas kasihan.

Andini marah besar setelah mendengar itu. Dia memukul habis para dayang yang berani berbicara buruk tentang neneknya. Akibatnya, dia hampir kehilangan nyawa karena dipukul pelayan senior.

Akan tetapi, Andini tidak pernah menyesalinya. Sebab setelah itu, tidak ada seorang pun yang berani membicarakan neneknya di hadapannya lagi. Kedua orang itu saling berpelukan sambil menangis lama, hingga akhirnya mereka mampu menenangkan diri.

Ainun memandang Andini dengan penuh kasih sayang, lalu berujar, "Syukurlah kamu sudah kembali. Mulai sekarang selama ada Nenek di sini, nggak ada seorang pun yang berani menyakitimu lagi!"

Kata-kata serupa pernah diucapkan oleh Kirana, tetapi Andini sama sekali tidak memercayainya. Namun ketika kata-kata itu keluar dari mulut Ainun, hati Andini yang telah beku selama tiga tahun terakhir perlahan mencair. Ucapan itu seolah-olah memberinya sedikit kehangatan.

Andini mengangguk dengan sungguh-sungguh. Dia menatap wajah Ainun yang telah penuh dengan kerutan. Rasa pedih segera menyergap hatinya.

Kemudian, Andini berucap, "Kalau begitu, Nenek harus panjang umur supaya bisa selalu menemaniku."

"Tentu!" balas Ainun sambil tersenyum, meskipun air mata masih menetes di wajahnya.

Saat Kirana datang bersama Dianti untuk memberi hormat kepada Ainun, Andini sudah selesai menemani neneknya sarapan.

Melihat keakraban Ainun dan Andini yang duduk berdekatan, Kirana merasa tersentuh. Namun, dia tetap memberi tahu Ainun, "Ibu, sekarang Andin sudah kembali. Gimana kalau kita tetapkan pernikahan dengan Keluarga Maheswara?"

Setengah tubuh Andini menghadap neneknya. Sepanjang waktu, dia tidak sekali pun melirik Kirana bahkan ketika mendengar pertanyaan itu. Namun dalam hati, Andini merasa aneh. Apa hubungannya pernikahan Dianti dengan Keluarga Maheswara dan kembalinya dia ke kediaman?

Tak disangka, Ainun menepuk tangannya dengan lembut, lalu bertanya dengan penuh kasih, "Andin, beri tahu Nenek, apa kamu masih menyukai Rangga?"

Andini tertegun dan tanpa sadar menoleh ke arah Dianti. Dia menyadari bahwa Dianti terlihat gugup. Namun begitu pandangan mereka bertemu, Dianti langsung menunduk seolah-olah telah diperlakukan dengan buruk.

Kirana pun dengan sigap menggenggam tangan Dianti, bahkan setengah tubuhnya condong ke arah Dianti seolah-olah takut dia akan diintimidasi Andini.

Andini merasa matanya sedikit perih. Padahal, dulu dia adalah orang yang selalu dilindungi oleh Kirana. Dia segera menarik pandangannya kembali. Mustahil tidak ada sedikit pun rasa sakit di hatinya. Namun, bagi Andini itu tidak lagi penting. Kini, dia sudah memahami situasinya.

Orang yang memiliki pertunangan dengan Rangga tetaplah Dianti. Namun, Ainun yang memahami perasaannya tahu bahwa dulu dia sangat menyukai Rangga. Jika dia memintanya, Ainun pasti akan coba memperjuangkan pernikahan itu untuknya.

Sementara itu, Dianti dan Kirana bisa begitu gugup jelas-jelas karena khawatir bahwa Andini akan mengiakan Ainun. Namun, jelas sekali kekhawatiran mereka sudah berlebihan.

Andini berujar sambil tersenyum lembut kepada neneknya, "Nek, aku sudah nggak menyukai Jenderal Rangga lagi."

Dari luar pintu, langkah seseorang yang hendak masuk mendadak berhenti. Di dalam, terdengar suara Ainun bertanya, "Benarkah? Tapi, kamu dulu sangat menyukai anak itu ...."

Andini menyela, "Cuma kekaguman anak muda yang nggak mengerti apa-apa kok. Lagian, pertunangan antara anak sah Keluarga Maheswara dan Keluarga Biantara, apa hubungannya denganku? Nek, aku bermarga Gatari."

Andini sudah membahas soal perubahan marganya dengan Ainun sebelumnya. Namun ketika mendengar hal itu lagi, Ainun tetap merasa sedih. Dia memeluk Andini dan terus mengangguk.

Ainun berucap, "Ya sudah, bermarga Gatari juga bagus. Bermarga Gatari sangat bagus." Bagi Ainun apa pun marganya, Andini tetap cucunya yang paling patuh.

Saat itu, dua orang masuk ke dalam ruangan. Mereka adalah Abimana dan Rangga. Sejak bertemu Andini kemarin, Abimana sepertinya tidak pernah menunjukkan senyuman.

Kini saat mendengar percakapan Ainun dan Andini, raut wajah Abimana makin muram. Dia maju untuk menyapa, "Salam pada Nenek."

Sebelum Ainun sempat merespons, Abimana sudah menatap Andini dengan tajam dan berucap dengan nada rendah, "Buku silsilah kita belum pernah diubah. Apa yang bikin kamu seenaknya mengganti margamu?"

Abimana tahu bahwa ayah kandung Andini bermarga Gatari. Namun, jelas-jelas Andini adalah anak yang dibesarkan oleh Keluarga Adipati. Kenapa dia memakai marga Gatari? Baginya, Andini tetaplah Nona Besar Kediaman Adipati.

Melihat Abimana yang tiba-tiba marah tanpa alasan, Kirana menegur sambil mengernyit, "Abi, bicara baik-baik!"

Abimana akhirnya melirik Ainun. Melihat ekspresi tidak senang neneknya, amarahnya sedikit mereda. Namun, suara Andini yang lembut dan tenang terdengar lagi. Itu seperti belati kecil tajam yang perlahan-lahan mengoyak topeng kepalsuan di kediaman ini.

Andini menjelaskan, "Dua hari setelah aku masuk penatu istana, Ayah langsung bilang pada Kaisar bahwa margaku adalah Gatari. Kalau buku silsilah nggak diubah, Ayah sudah melakukan dosa besar menipu Kaisar."
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Rinah Elhaq
suka ceritanya
goodnovel comment avatar
Sulas Sulas
bagus sekali ceritanya
goodnovel comment avatar
Sulas Sulas
lanjutkan dong
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 1097

    Sementara itu, Aiyla berdiri di samping, menatap Andini yang melangkah pergi dengan cemas. Keningnya pun tak sadar berkerut.Setelah berpikir sejenak, dia tetap merasa khawatir. Dia buru-buru berkata kepada Laras, "Aku juga pergi dulu!"Dia harus memberi tahu Kalingga soal ini.Saat Andini memasuki istana, matahari hampir terbenam. Sisa sinar senja di langit berwarna merah darah, memantul di atas jalan batu, membentuk retakan yang menyerupai jaring laba-laba berwarna merah.Andini melangkah di atas pola-pola itu, hatinya semakin gelisah. Dia buru-buru masuk ke kamar Haira, lalu melihat Harafah sedang berlutut di luar. Tubuhnya yang tua sedikit bergoyang, entah sudah berlutut berapa lama.Andini mengerutkan kening. Sementara itu, seorang pelayan masuk dan melapor. Tak lama kemudian, terdengar suara Haira memanggil. "Cepat biarkan Nona Andini masuk!"Seolah-olah baru menyadari kedatangan Andini, Harafah menoleh dan memandangnya. Andini menatapnya sejenak, lalu masuk ke kamar.Putri Kecil

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 1096

    Aiyla menarik Andini dan berbicara panjang lebar. Mungkin karena selama lebih dari sepuluh tahun di suku Tru dia selalu mengajak orang-orang di sekitarnya berbicara, jadi sekarang saat bersama Andini, dia selalu punya banyak topik untuk dibicarakan.Mereka berbicara tentang ternak di suku Tru, lalu beralih ke bintang-bintang di langit. Mereka juga membahas tentang kakak laki-laki yang memaksanya menikah demi aliansi, hingga membicarakan Kaisar Negara Darsa.Dalam pembicaraan itu, wajar jika kadang ada sedikit ucapan yang tidak sopan. Namun, untungnya tempat ini adalah Kediaman Pangeran Surya. Selama Surya pergi meninggalkan ibu kota, semua orang yang tidak relevan di kediamannya sudah disingkirkan.Bahkan jika ada yang mendengar obrolan mereka, itu sama sekali tidak masalah. Keduanya berbincang dari satu topik ke topik lain selama empat jam penuh dan Aiyla sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda ingin pergi.Andini juga ingin membuat Aiyla tinggal lebih lama, agar malam itu mereka bi

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 1095

    Tubuh Kresna yang tampak agak bungkuk tiba-tiba mematung, bahkan napasnya pun ikut tertahan sesaat. Kemudian, dia menjawab pelan, "Mm."Sementara itu, Andini sudah lebih dulu melangkah pergi. Ucapannya tadi terdengar seperti sekadar sopan santun kepada orang yang lebih tua, tetapi hal itu justru membuat Kresna berlinang air mata.Sesudah meninggalkan Kediaman Adipati, Andini pun kembali ke Kediaman Pangeran Surya. Dia pernah berjanji pada Surya, selama Surya meninggalkan ibu kota, dia akan tinggal dengan patuh di kediaman, tidak ke mana-mana.Karena itu, hari ini Aiyla datang menemuinya. Dia mengenakan pakaian khas Negara Darsa. Gaun panjang berwarna putih dilapisi dengan kain tipis kuning muda, membuat kulitnya yang memang seputih salju tampak semakin lembut dan menawan. Dari kejauhan, dia tampak seperti bidadari.Andini pun tak bisa menahan diri untuk berdecak kagum. Wanita suku Tru ini memang cantik sekali!"Andin!" Aiyla berlari kecil dengan gembira menghampiri Andini."Aku bawakan

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 1094

    "Andin!" Kirana memanggil sambil melangkah cepat menuju Andini. Ternyata dia benar-benar mengenali putrinya.Andini merasa linglung untuk sesaat. Bagaimanapun, sudah lama sekali Kirana tidak bisa mengenali orang. Kali ini, Kirana bisa mengenalinya.Saat Andini masih dalam kebingungan, Kirana sudah mendekat, lalu menggenggam erat tangannya. "Andin, akhirnya kamu pulang! Selama kamu nggak ada di rumah ini, Ibu sangat merindukanmu!"Andini berniat mencari tahu tentang keadaan Kirana, jadi dia bertanya, "Kenapa aku nggak berada di rumah?"Mendengar itu, Kirana tertegun. Sepertinya dia lupa alasannya, kedua matanya tampak kosong. Ya, dia memang tidak ingat.Andini lalu bertanya lagi, "Bukankah kamarku dulu di Paviliun Persik? Kenapa sekarang aku harus tinggal di Paviliun Ayana?"Kirana refleks menoleh ke belakang, seakan-akan dia sendiri tidak tahu apakah tempat ini Paviliun Ayana atau Paviliun Persik."Dianti di mana?"Kirana mengerutkan kening, wajahnya penuh kebingungan. "Di ... Dianti?"

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 1093

    Begitu bangun tidur, Andini sudah mendengar Laras berkata bahwa Surya sejak pagi-pagi sekali telah meninggalkan ibu kota. Hatinya seketika merasa agak kehilangan. Namun mengingat semalam mereka sudah saling mencurahkan perasaan, hatinya kini sedikit terhibur.Setelah selesai sarapan, Andini pergi ke kediaman Adipati Kresna bersama Laras.Adipati Kresna sudah berangkat menghadiri sidang pagi di istana. Abimana yang kini telah menjabat sebagai komandan dan memimpin pasukan besar, tentu harus tetap berada di lapangan pelatihan.Maka di kediaman ini, hanya tersisa Kirana yang kini sudah tidak lagi waras.Mungkin karena keadaan kediaman Kresna kini sudah tak lagi semegah dulu, oleh sebab itu ketika sang kepala pelayan tua melihat Andini, matanya langsung memerah. "Nona ... Nona akhirnya pulang!"Andini paling tidak tahan melihat orang tua yang meneteskan air mata. Dia pun buru-buru berkata, "Aku datang untuk memeriksa nadi Nyonya Kirana."Mendengar panggilan Andini yang tetap terasa asing,

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 1092

    Mendengar itu, Andini girang bukan main. "Benarkah?! Lembah Raja Obat sudah berhasil menemukan penawar Racun Es? Bagus sekali! Aku akan segera berkemas!"Sambil berkata demikian, dia pun hendak bergegas keluar.Namun, Surya tiba-tiba bangkit berdiri dan memanggilnya, "Aku akan pergi sendiri."Langkah dan senyum Andini langsung terhenti. Dia menoleh pada Surya dengan penuh keterkejutan dan kebingungan. "Pergi sendiri?""Ya," Surya dengan tenang. "Medan di Lembah Raja Obat sangat rumit. Kalau aku sendiri yang pergi, akan jauh lebih mudah."Andini menatapnya, lalu berkedip beberapa kali. "Apakah itu berbahaya?"Surya sempat terdiam. Dia tidak menyangka, hanya dengan kalimat singkat itu, Andini langsung menangkap maksudnya.Sebenarnya memang tak sulit ditebak. Surya tidak pernah menganggapnya sebagai beban atau masalah. Namun, ucapannya kali ini justru menyiratkan bahwa membawa Andini ikut serta hanya akan menambah risiko. Itu berarti, memang berbahaya.Melihat wajah Andini yang dipenuhi r

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status