Share

7 - Godaan Argon

California, 04:00 P.M.

Xevia menghitung dengan benar, menit demi menit yang telah berganti lewat arloji di tangannya.

Sudah hampir satu jam pula, ia dan Jevon bersama Argon di restoran, dalam rangka makan bersama.

Belum ada tanda-tanda bahwa pertemuan di antara mereka akan segera disudahi. Walau, ia sangat ingin.

Dan, Xevia enggan mengedepankan ego demi mendapat apa yang dirinya kehendaki. Masih dipikirkan Jevon.

Xevia tidak akan tega mengakhiri momen yang membuat sang putra bergembira.

Jevon sangat menikmati acara makan dengan Argon. Bisa dilihat jelas dari ekspresi buah hatinya itu.

Xevia menerapkan pemikiran logis yang dibarengi dengan berupaya memahami perasaan Jevon juga.

Sudah enam bulan lamanya, sang putra dan Argon tidak melakukan perjumpaan secara langsung.

Buah hatinya pasti merasakan kerinduan besar terhadap Argon. Bagaimana pun juga, ikatan ayah dan anak, selalu ada.

Momen makan bersama hari ini, bisa jadi pengobat dari tumpahan rasa rindu yang sudah lama dipendam Jevon.

Tak hanya buah hatinya saja, Xevia bisa melihat bahwa sang mantan suami juga merasakan hal yang sama.

Dan, tentang keabsenan Argon tidak datang ke London selama setengah tahun, bukan karena kurang peduli.

Xevia sangat tahu mantan suaminya itu sedang sibuk dalam merintis bisnis. Jadi, ia memaklumi.

Argon masuk dalam kategori ayah yang baik. Mempunyai tanggung jawab yang besar pada buah hati mereka.

Baik, secara finasial maupun pemberian kasih sayang tanpa pengurangan, walau tinggal tidak bersama.

Memang, Xevia dan Argon sudah saling sepakat soal pengasuhan Jevon harus diutamakan, dalam perjanjian setelah mereka berdua resmi bercerai di mata hukum.

"Mommyyy!"

"Mommyyyy!"

"Mommy Xevia."

Bermacam pemikirannya yang berkaitan dengan Argon dan buah hati mereka, seketika menjadi hilang.

Tepat setelah menerima genggaman tangan hangat dari sang mantan suami. Begitu nyata dapat dirasakan.

Lemparan ingatan pun kembali ke bebrapa detik lalu, saat didengar panggilan-panggilan sang putra untuknya dengan seruan lumayan kencang.

Tentu, didengar jelas. Hanya saja, tidak diberikan respons yang cepat karena pikiran terus menerawang jauh.

Barulah, ketika Argon melakukan sentuhan fisik padanya, semua yang dilamunkan di kepala, buyar.

"Mommy, kenapa?"

Xevia menggeleng cepat. "Tidak apa-apa."

"Mommy cuma mengantuk." Alasan yang masuk akal terlolos.

Terbukti, sang putra percaya lewat anggukan kepala yang dilakukan. Tentu, tidak mengajukan pertanyaan lagi.

Dan walau, atensi Xevia terpusat sepenuhnya pada sang putra. Nyatanya, genggaman Argon yang belum diakhiri, dapat memberikan pengaruh juga.

"Mom ...,"

Panggilan dari sang mantan suami.

Memang, di hadapan Jevon, Argon akan memanggilnya demikian. Begitu pula dirinya. Sesuai kesepakatan mereka.

"Iya, Daddy. Ada apa?" Xevia balik bertanya.

Sudah pasti, ucapannya menciptakan kernyitan di dahi Argon dan juga tatapan bingung sang mantan suami.

"Sedang mengantuk." Xevia memberikan alasan yang sama. Dengan harapan Argon akan percaya.

Perlu menunggu hingga beberapa detik tanggapan mantan suaminya. Argon mengangguk. Lalu, melepas genggaman tangan yang dilakukan padanya.

"Kita akan pulang, setelah Mommy menghabiskan steak pesanan Daddy. Mommy harus makan semua."

"Oke, Mommy?"

Saat sudah mengalihkan pandangan ke sang putra, Xevia segera mengangguk. "Baiklah."

"Mommy akan makan, Sayang."

Tepat setelah menyelesaikan jawabannya, Xevia pun menjadikan steak di piring sebagai objek pandang.

Lebih bagus dibandingkan harus menerus beradu tatap dengan sang mantan suami. Ia tak yakin tidak akan terpesona oleh cara pria itu menatapnya.

Mata Argon terlalu berbahaya. Membuatnya semakin terhipnotis ke dalam keteduhan.

Xevia terus mengingatkan diri jika ia tidak boleh hanyut oleh perasaan. Tak akan baik bagi kewarasan pikiran dan kinerja logika.

"Mommy ...,"

Lamunan yang kembali menyebabkan Xevia menunda memakan steak, buyar menerima remasan di bagian tangannya dari Argon.

Atau lebih cocok dibilang sebagai sebuah genggaman yang kuat.

Xevia pun beradu pandang dengan mantan suaminya itu, saat kepala didongakan. Argon masih memamerkan senyuman hangat.

"BJ's Daddy akan menyuapi Mommy."

Kalimat yang dilontarkan mantan suaminya bukan sebuah permintaan, tapi pernyataan. Artinya pula, Xevia harus setuju.

Dan, ia tak punya pilihan menolak larena garpu dengan potongan steak sudah ada di depan mulutnya.

Xevia segera melahap. Mengunyah pelan sembari tetap diarahkannya pada Argon.

Seperti tidak ada salah satu dari mereka yang ingin melepaskan tatapan dahulu. Dan, sama-sama betah memandang yang lain.

"Bagaimana rasanya? Enak?"

Xevia memilih mempercepat kunyahan steak di dalam mulut. Lalu, ditelan semua. Barulah kemudian, ia merespons.

Xevia mengangguk, satu kali. "Masih enak."

"Seperti dulu." Xevia menambahkan.

Jawabannya mendapat balasan senyuman semakin lebar Argon dan anggukan kecil. Sang mantan suami tak katakan apa-apa.

Diikuti gerakan kepala Argon yang tertuju ke buah hati mereka. Jevon begitu anteng di baby booster seat memakan es krim.

"BJ tidak suka steak."

Walau, Argon berucap tidak terlalu keras, masih bisa didengar kata-kata pria itu. Dan, Xevia merasa perlu menjawab.

Apa pun ada kaitannya akan anak mereka, pasti bisa menjadi bahasan yang menarik.

"BJ lebih suka sayur dibandingkan daging, dia menuruni kesukaanmu."

Xevia tak sadar kalimat jawabannya akan mengundang Argon memandang secara lekat dirinya lagi. Ia pun tak bisa berkelid. Mata mereka kembali beradu.

"Kau ingat kau sangat suka makan di sini, saat kau sedang hamil."

Xevia tertawa pelan dan mengangguk. "Iya. Aku masih ingat. Hampir setiap hari, ya?"

"Maaf, aku sudah menghabiskan banyak uangmu untuk membeli steak."

"Bukan masalah. Kau adalah istriku."

"Maksudku, saat itu." Argon memperjelas karena melihat Xevia menjadi tegang.

Harusnya, tak dilanjutkan pembahasan ini yang terkesan sensitif bagi sang mantan, tapi  ada hal mesti disampaikannya. Jika tidak, maka sama saja membuang kesempatan.

"Xevia ...,"

Argon mempererat genggaman. "Apa kau tidak mau pulang ke rumah kita?"

"Maafkan aku, Argon. Yang kau maksud rumah kita adalah kediamanmu."

"Aku akan tinggal di rumah kecilku dengan Jevon." Xevia beri penekanan setiap kata.

"Kau boleh datang kapanpun kau mau. Dan, kau juga boleh menginap di rumahku."

Xevia terus memandangi Argon, sampai pria itu akhirnya mengangguk. Menunjukkan tanda setuju atas ucapannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status