Share

BAB 6

GARIS DUA BIRU

"PRANG!!!",

Sebuah gelas terjatuh dari nakas samping tempat tidur mas Ardi. Aku terperanjat, ku lihat mas Ardi pun terbangun dari tidurnya.

"Astagfirulloh, suara apa itu?", ungkapnya terperanjat seraya bangkit untuk duduk. Segera Ku letakkan ponsel miliknya ke sembarang tempat.

"Eh mas, ini gelas terjatuh". Ungkapku bergegas membereskan pecahan gelas itu.

"Ya ampun, kok bisa? biar mas saja sayang yang bereskan",

"Tidak perlu mas, biar aku saja yang bereskan".

Aku bangkit untuk mengambil kantong plastik, ku lihat ponsel mas Ardi sudah tak nampak lagi. Secepat itukah ia mengambil ponselnya? Aku akan mencari tahu sendiri tentang nomor barusan yang menghubungi dan mengirimkan pesan mesra itu.

Entah mengapa, perasaanku menjadi tidak karuan. Bagaimana bisa gelas itu tiba tiba terjatuh? apakah mas Ardi dengan sengaja menjatuhkannya?.

~~~~

Genap 2 tahun sudah pernikahan kami, saat ini aku sedang sibuk menjalankan usaha Grosir almarhum ayahku. Ibuku saat ini sedang sibuk mengelola bisnis kulinernya. Aku merekrut beberapa orang karyawan untuk meringankan pekerjaanku, aku hanya tinggal memantau pekerjaan mereka dan menerima laporan keuangan setiap bulannya.

   Sudah hampir 2 bulan ini aku telat datang bulan, memang biasanya jadwal menstruasiku tidak normal tapi biasanya tidak pernah selama ini.

   Aku segera membeli alat test pack dan saat mencobanya ternyata hasilnya positif garis dua biru.

"Alhamdulillah", Ucapku penuh syukur. Aku menangis penuh haru. Aku segera memberi tahu ibu bahwa beliau akan segera menimang cucu, beliau terlihat sangat bahagia. Keesokan harinya, aku segera memberi tahu mas Ardi tentang kabar baik ini.

"Mas, ada yang ingin aku sampaikan mas", ungkapku duduk di sampingnya.

"Kenapa sayang? ada apa?",

"Aku hamil mas",

"Aaapa? kamu hamil sayang?", Tanyanya seolah tak percaya.

"Iya mas, aku hamil. Sudah hampir 2 bulan ini aku telat datang bulan. 2 hari yang lalu aku mencoba memakai alat test pack dan hasilnya positif", jawabku riang.

"Alhamdulillah ya Allah, doa mas dikabulkan juga",

Dia terlihat sangat bahagia. Mas Ardi mencium kening dan perutku berulang kali.

"Dijaga ya sayang kandungannya. Jangan terlalu capek, jangan telat makan, banyak istirahat, banyak makan sayuran dan buah buahan ya. Kalau mau apapun bilang sama mas ya, mas akan langsung membelikannya",

"Iya sayang, makasih banyak ya mas. I love you",

"Love you too sayang", Dia memeluk dan menciumi perutku berulang kali.

Keesokan harinya kami pergi ke dokter untuk memastikannya. Dan ternyata menurut hasil pemeriksaan dokter, saat ini aku tengah hamil 2 bulan. Kami sangat bahagia.

~~~~

   Hari ini kami mengadakan acara syukuran 7 bulanan kehamilanku. Sedari pagi kami semua dibuat sibuk untuk mempersiapkan acara ini.

   Tingkeban, adalah tradisi ritual Sunda yang diselenggarakan pada saat seorang ibu hamil menginjak masa kehamilan tujuh bulan.

    Tingkeban merupakan acara kedua yang bisa dilakukan ibu hamil setelah sebelumnya melakukan upacara mengandung empat bulan dan dapat dilakukan dengan upacara mengandung sembilan bulan.

   Mengadakan acara Tingkeban seperti yang dimaksudkan agar bayi yang ada dalam kandungannya selamat sampai melahirkan nanti tentunya atas Izin dari Tuhan, dengan mengadakan susunan acara syukuran dan do'a.

  Waktu demi waktu berlalu, acara pun sudah selesai diselenggarakan. Acara ini dihadiri oleh sanak saudara, para tetangga, rekan kerja mas Ardi dan teman temanku termasuk sahabatku, Anggi.

"Maafkan aku ya Nda, akhir akhir ini aku sangat sibuk bekerja. Aku juga sedang mempersiapkan keperluan sekolah Sheena", ungkap Anggi seraya meneguk minumannya.

"Iya tidak apa apa Nggi aku ngerti, makasih ya kamu sudah menyempatkan hadir di acara ini".

"Iya sayang sama sama", jawab nya seraya memelukku.

 "Halo Nggi apa kabar? halo Sheena sayang kita ketemu lagi ya", Mas Ardi menghampiri kami lalu duduk di samping Anggi.

"Halo om, kabarku baik om", ungkap Sheena tersenyum manis.

"Eh mas Ardi, alhamdulillah kami sehat mas. Mas sendiri bagaimana kabarnya? selamat ya sebentar lagi akan dipanggil ayah nih", jawab Anggi menatap mata mas ardi.

"Alhamdulillah sehat, iya nih sebentar lagi bakal dipanggil ayah",

Mas Ardi menatap mata Anggi, namun ada yang aneh dengan tatapan mas Ardi pada Anggi, tatapannya begitu hangat penuh cinta. Aku sangat tahu betul bagaimana cara mas Ardi saat menatap orang lain dan bagaimana cara mas Ardi menatapku. Tatapan mata mas Ardi kepada Anggi sama seperti saat dia menatapku. 

   Dan Tatapan mata Anggi, seperti tatapan seorang wanita kepada orang yang dicintainya. Apa ini hanya perasaanku saja? apa ini karena aku sedang hamil? perasanku jadi lebih sensitif.

  Tidak mungkin, tidak mungkin mereka memiliki hubungan yang lebih dari sekedar teman, apalagi Anggi adalah sahabat terbaikku. Dan mas Ardi? tidak mungkin ia menghianatiku.

Dia sangat mencintai dan menyayangiku apalagi saat ini aku sedang mengandung darah dagingnya. Aku mencoba untuk menepis segala fikiran buruk ini.

"Nanda, ibu hamil tidak boleh melamun", seru ibu mertuaku membuyarkan lamunanku.

"Kamu kenapa sayang?", tanya mas Ardi padaku.

"Iya Nda, kamu lagi mikirin apa sih?", tanya Anggi

"Enggak kok, Oh iya aku masuk duluan ya mau menyapa para tetangga", jawab ku beranjak meninggalkan mereka yang saat ini sedang asyik berbincang bincang.

Aku menghampiri beberapa orang tetanggaku lalu menyapa mereka,

"Assalamualaikum ibu ibu",

"Waalaikumsalam, eh nak Nanda sini nak",

"Iya bu", jawabku santun

"Nanda, alhamdulillah ya. Dijaga ya kandungannya", ungkap bu Maya salah satu tetanggaku.

"Iya Nanda dijaga kandungannya dan dijaga juga ya suaminya", timbal bu Asih tetangga depan rumahku.

"Maksudnya bu?", tanyaku polos.

"Iya, hati hati loh dengan temanmu itu. Dia yang waktu itu menginap dirumah kamu ini kan?", Bu Asih menatap sinis ke arah Anggi.

"Iya bu, dia sahabat Nanda namanya Anggi", ungkapku seraya mengusap perutku yang semakin membesar.

"Saat kamu sedang koma dirumah sakit, ibu sering lihat dia jalan berdua dengan suamimu loh. Malahan ibu pernah pergoki wanita itu menggandeng tangan suami kamu",

"Bu Asih, jangan mengarang cerita deh", timbal Bu Maya seraya melirikku.

"Ini bukan cerita karangan bu Maya, saya lihat sendiri dengan mata kepala saya", Bu asih nampak kesal

"Sudah ibu ibu, ko malah jadi menggosip sih. Kasian loh nak Nanda ini sedang hamil besar. Nak Nanda, jangan dihiraukan ya ucapan bu Asih tadi. Mungkin bu Asih salah lihat", Ungkap Bu Sari mengusap lenganku.

"Iya bu", jawabku tersenyum menganggukkan kepala.

"Bu ibu, dengar ya.. saya tidak salah melihat, jelas jelas saya melihat dengan mata kepala saya sendiri wanita itu menggandeng tangan suaminya Nak Nanda. Dan saya juga suka melihat mereka pergi berduaan. Tidak ada salahnya jika kita bersiap siaga mengantisipasi segala kemungkinan buruk yang akan terjadi, yang namanya pelakor itu tidak pandang bulu. Mau itu suami sahabat, saudara atau bahkan adik sendiripun bisa di embat, apalagi nak Ardi ini masih muda, tampan juga kaya raya", ungkap bu Asih mengerak gerakkan tangannya.

"Ya ampun bu Asih, ucapannya itu loh tolong dijaga dong bu. Nak Nanda ini lagi hamil besar tidak boleh memikirkan hal hal sensitif seperti itu", timbal bu Maya terlihat kesal.

"Sudah yu bu ibu, Nak Nanda pasti lelah biarkan dia berisitirahat", Ungkap bu Sari berpamitan untuk pulang.

"Sehat sehat ya nak, jangan terlalu dihiraukan ucapan bu Asih tadi ya. Kamu harus banyak istirahat dan fokus terhadap persiapan menjelang kelahiran anak kamu ini ya", ungkap Bu Maya.

"Iya bu, terimakasih sudah berkenan untuk hadir",

"Iya sama sama", beliau dan yang lainnya berpamitan undur diri.

"Nak Nanda, maafkan ibu ya. Tapi kamu harus lebih berhati hati lagi ya dengan sahabat kamu itu. Oh iya ada hal paling penting yang harus ibu sampaikan pada kamu, waktu itu tengah malam saat ibu hendak membeli nasi goreng tak sengaja ibu melihat ke balkon lantai 2 kamar kamu, disana ibu melihat suami kamu dengan wanita itu sedang..",

*****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status