Share

Fitnah.

Pagi itu, salah seorang tetangga meminta izin untuk menimba air di sumur milik Bu Tiwel.

Jaman itu, tak banyak warga yang mempunyai kamar mandi di dalam rumah, atau yang memiliki sumur.

Hanya orang dengan harta berkecukupan, atau saudagar kaya yang mempunyai kamar mandi di dalam.

Sedangkan kebanyakan warga yang memiliki kekurangan ekonomi, masih melakukan aktifitas mandi, mencuci bahkan mengambil air di sungai yang jarak tempuhnya cukup jauh dari desa.

Sedangkan untuk masyarakat dengan strata sosial menengah seperti Bu Tiwel biasanya memiliki kamar mandi yang terletak di belakang rumah.

Meksi terpisah, Bu Tiwel merasa bersyukur karena dirinya tak perlu jauh-jauh untuk melakukan aktifitas hariannya.

Bahkan tak jarang, Bu Tiwel memperbolehkan warga yang berusia sepuh atau sakit dan memiliki banyak anak untuk menggunakan kamar mandinya.

Bahkan Bu Tiwel tak memungut biaya sepeser pun untuk fasilitas yang dia berikan pada orang yang membutuhkan.

Hal itu pula yang memantik kemarahan para saudagar picik itu.

Seperti hari itu, Ki Cokro menyebar fitnah pada Bu Tiwel.

Ki Cokro mengaku setelah menimba air di sumur Bu Tiwel seluruh tubuhnya terkena penyakit yang parah.

Bu Tiwel disalahkan dan diminta untuk mengganti rugi atas hal yang menimpa Ki Cokro dan kawan-kawannya.

Tak ada yang bisa di lakukan oleh janda tersebut.

Dengan terpaksa, Bu Tiwel menyerahkan sisa uang yang dia punya sebagai bentuk tanggungjawabnya, meski dirinya tak melakukan hal tersebut.

Saat itu pada warga terus mencibir Bu tiwel dan menyebarkan rumor bahwa kebaikannya hanya lah kedok belaka.

Alina yang mendengarkan hal itu tentu saja merasa sangat sedih.

Dengan berani dirinya mencari tahu sendiri kebenaran untuk membela Ibunya.

Karena berhasil menguak kebenaran, Ki Cokro merasa murka.

Lama kelamaan rumor tersebut pun hilang.

Namun hilangnya rumor tersebut hanya sementara saja.

Karena setelahnya, terdengar berita kematian dari anak seorang warga yang di rasa tak wajar.

Ki Reksa, selaku Ayah dari anak tersebut murka.

Pasalnya, anaknya tewas setelah bermain dengan Alina, anak angkat Bu Tiwel.

Ki Reksa pun menyebar rumor lagi bahwa siapa saja yang dekat dengan Alina atau Bu Tiwel, akan menerima kesialan seperti dirinya.

Orang yang semula ingin mendekati Alina, perlahan menjauh lagi. Bahkan kesempatan itu menjadi kesempatan bagi Yudi CS untuk mengejek Alina lagi.

Selama ini Bu Tiwel selalu membiarkan Sang Anak bermain di kebun tela(singkong) yang tak jauh dari rumahnya.

Bu Tiwel berfikir, jika Alina betah bermain di sana karena sudah mendapatkan teman bermain. Siapa sangka, teman bermain yang selalu ada bersama Sang Anak adalah Rose, anak yang tak terlihat oleh kasat mata. Itu pun setelah Alina memutuskan untuk pindah bermain di dekat rimpunan bambu, bukan lagi di kebun tela(singkong).

Bu Tiwel tak menaruh kecurigaan apapun.

Barulah Bu Tiwel melihat dan mendengar sendiri penuturan Sang Putri bahwa dirinya bertemu dengan Rose, gadis yang seusia dirinya selalu mengintip Alina bermain dibalik rerimpunan bambu yang jaraknya dekat kebun tela(singkong).

Kekhawatiran Bu Tiwel semakin menjadi sejak empat hari terakhir ini Alina pulang selalu magrib.

Padahal biasanya, saat diteriaki untuk pulang Alina akan segera pulang.

Niat hati Bu Tiwel ingin membawa Alina ke tempat ustad Ahmad lagi.

Namun urung di lakukannya karena kabar yang terdengar bahwa ustad tersebut tengah pergi ke desa sebelah.

******

Di kediaman Juragan Damar, Ki Cokro dan Ki Reksa tengah berpesta.

Bahkan mereka tengah mempersiapkan kejutan-kejutan besar bagi Bu Tiwel dan Alina.

Tentu saja hal tersebut atas perintah Juragan Damar yang merasa tersaingi.

Karena kebaikan yang di berikan oleh Bu Tiwel kepada warga.

Air yang di sediakan oleh Juragan Damar tak banyak yang menginginkan lagi.

Selain karena air yang di beri Bu Tiwel di berikan secara percuma, warga semakin tersiksa dengan patokan harga yang diberi oleh Juragan Damar untuk setiap pengambilan satu liter airnya.

Hanya tersisa beberapa warga saja yang berani mengambil air bersih di rumah Juragan Damar karena ancaman yang mereka berikan juga, membuat warga takut untuk beralih ke tempat Bu Tiwel.

"Setelah ini bagaimana rencana kita, Juragan?" tanya Ki Cokro.

"Yah, untuk sementara terus sebarkan fitnah kepada janda tua itu. Ancam juga para warga agar tak beralih ke tempat, Tiwel." titah Juragan Damar.

Setelah perbincangan mereka, Ki Cokro pamit undur diri menyisakan Ki Reksa saja.

Tanpa tahu malu, Ki Reksa bersimpuh di hadapan Juragan Damar.

"Ampun Juragan, bagaimana dengan permintaan saya kemarin?" tanya Ki Reksa.

"Malam ini saya akan mengirimkannya. Kamu tenang lah, saya bukan orang yang suka ingkar janji!" tegas Juragan Damar.

"Dan satu lagi, terimakasih karena kamu telah bersedia menyerahkan anak semata wayang kamu, kepada junjungan kita!" imbuhnya.

"Saya dengan senang hati akan memberikan apa saja untuk Juragan beserta junjungan, sekali pun itu jika nyawa yang diminta." jelas Ki Reksa masih dengan posisi bersimpuh.

"Bagus, saya harap setelah ini tak ada penyesalan dalam diri kamu karena telah mengorbankan putri mu itu. Dan jangan lupa, tepat satu suro kalian wajib mencarikan tumbal untuk ritual." ucap Juragan Damar.

"Lalu bagaimana dengan gadis itu? Bukan kah dia juga menjadi seserahan yang bagus untuk junjungan kita?" tanya Ki Reksa.

"Soal itu kamu gak perlu pusing memikirkannya. Karena dia, adalah hal spesial yang akan aku berikan kepada, Ndoro Ratih. Jika saatnya tiba nanti, kita akan memberikannya pada, Ndoro." jelas Juragan Damar.

Senyuman seringai terlukis di bibir keriput Juragan Damar.

Ki Reksa pun mengerti apa yang telah menjadi keinginan Juragannya itu.

Sebenarnya dalam hati, Ki Reksa tak rela jika anak semata wayangnya harus menjadi korban.

Namun apalah daya, dirinya mempunyai hutang budi yang banyak pada Juragan Damar.

Ki Reksa pulang kembali ke rumahnya.

Dilihatnya rumah sederhana yang masih gelap gulita itu.

Dinyalakannya lampu dan Ki Reksa segera mencari keberadaan Sang Istri.

Sudah seluruh ruangan sudah dia cari, namun belum juga menemukan keberadaan Sang Istri.

Satu ruangan yang dia curigai, kamar Sang Anak.

Ki Reksa membuka perlahan pintu kamar dan menyalakan lampunya.

Dilihatnya Sang Istri tengah duduk di atas ranjang Sang Anak, Kinara.

Yuni, istri Ki Reksa itu mendendangkan lagu yang biasa dia nyanyikan untuk Kinara.

"Yun, kenapa kamu di sini?" ucap Ki Reksa menyentuh pundak Sang Istri.

Seketika nyanyian terhenti, dan Yuni menatap Ki Reksa dengan tatapan matanya yang kosong.

"Hentikan semuanya, atau kalian akan menerima akibatnya." ucap Yuni lirih, namun masih terdengar oleh telinga Ki Reksa.

Ki Reksa yang bingung pun hanya bisa bertanya mengapa dan menuntut penjelasan kepada Sang Istri.

Senyum seringai terbit di wajah Yuni.

Dengan gerakan cepat, Yuni melesak mencengkeram leher Ki Reksa.

"Kalian semua, manusia biadab! Kalian akan menerima ganjarannya!"

Bruk!

Yuni pun pingsan setelah mengatakan hal tersebut.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status