Share

Gairah vs Lelah

Penulis: Stary Dream
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-22 22:35:46

"Tahan.. Tahan.. Iman harus kuat!" Iman tidak boleh goyah hanya gara-gara melihat paha mulus milik pengasuhnya.

Astaga! Sudah terlalu lama tidak mendapat jatah membuat benda tumpul ini menantang ketika melihat milik orang lain.

Gara-gara inilah membuat Iman jadi sakit kepala. Bermaksud ingin tidur tapi gairahnya bangkit. Nah, lebih baik dia pergi saja ke kampus dan mengerjakan sesuatu.

Nanti pulangnya agak sore saja menunggu Bening sampai ke rumah. Sampai senja menyapa, Iman baru pulang. Untunglah sudah tidak ada Inah si pengasuh seksi itu lagi. Tinggal istri dan dua anak super aktifnya saja.

Malam ini, Iman bermaksud meminta jatah setelah beberapa hari gagal. Ada saja gangguan.

Mumpung ini malam minggu, Iman ingin meminta haknya. Besok libur juga, kan? Kesempatan bangun siang.

Berbeda dengan pikiran suaminya, bagi Bening setiap hari itu sama saja. Dia harus bergelut dengan pekerjaan rumah dan pengasuhan. Sudah banyak pekerjaan di sekolah, bukannya berkurang ketika sampai di rumah, bebannya malah makin banyak tertanam di pundak.

Bagaimana tidak? Rumah ini seperti kapal yang bongkar muatan. Tidak pernah ada rapinya. Belum lagi Iman yang sedikit-sedikit memerintah. Seperti malam ini, Iman minta dilayani makan. Setelah itu, minta dibuatkan kopi. Padahal dia sudah melihat betapa rewelnya Riki malam ini.

"Gendong dulu anakmu ini."

"Enggak, ah! Tarok aja!" Iman menolak mentah-mentah. Dia ingin merokok diluar.

"Katanya minta dibuatkan kopi. Jadi nggak nih?" Tanya Bening.

"Ya sudah!" Iman mengambil anaknya. Bening ke belakang membuat kopi.

Setelah itu, Riki kembali lagi ke pelukan bundanya.

"Tidurkan mereka cepat. Malam ini aku mau bersamamu." Pinta Imam.

"Iyaa.." sahut Bening malas.

Riki sendiri langsung tidur setelah disusui. Berbeda dengan Raka yang masih ingin bermain. Padahal sudah pukul 8 malam, anak ini masih ingin main mobil-mobilan di ruang keluarga.

Oleh karena menghendaki sesuatu, Bening membawa cemilan ke teras depan. Menemani suaminya yang sedang merokok walau dia sendiri tak tahan akan asapnya.

"Sudah tidur semua?" Tanya Iman.

"Tinggal kakak masih main."

Iman hanya mengangguk.

"Mas.. aku boleh minta tolong?"

"Tolong apa?" Tanya Iman tanpa melepas pandangannya dari ponsel.

"Aku minta uang dong 500 ribu."

"Bukannya kamu udah gajian hari ini?"

Bening menggeleng. "Katanya diundur sampai tanggal 10an. Makanya aku mau minta uang sama kamu."

"Nggak ada aku uang segitu.."

"Ya Allah, mas. Buat beli susu kak Raka sama diapersnya adek." Pinta Bening memelas.

"Raka udah gede nggak usah minum susu lagi. Diapersnya Riki hemat-hematin dulu sampai tanggal 9." Jawab Iman santai.

Bening berdecak. "Kapan sih kamu tu kalau aku minta uang selalu ada? Banyak banget alasannya. Coba kalau adik kamu yang minta, langsung kamu kasih."

Iman langsung terkesiap. "Loh, bukan begitu maksudnya. Kamu kan ada gaji, sayang. Sementara mereka.."

"Bandingkan aku aja terus dengan keluargamu! Kalau gini aku nyesel pake gajiku buat bayar cicilan rumah."

"Ya ampun, Bening.." Iman selalu terperangah kalau melihat istrinya mengomel.

"Minta uang untuk keperluan anak aja sulit, gimana aku mau minta uang untuk ke salon? Udah lah. Capek jadi pengemis terus sama kamu!"

Bening langsung bangkit dari duduknya dan masuk ke dalam. Sementara Iman sampai menggaruk-garuk kepalanya.

"Bunda.. main, yuk." Ajak Raka.

Bening tersenyum. Raka usianya memang 3 tahun, tapi kehadiran adiknya membuat Raka harus dewasa sebelum waktunya. Banyak sekali pengertian Raka ketika ia meminta waktu dari bundanya, itu karena Riki yang mengambil seluruh perhatian Bening.

"Ayo kita main. Mau main apa?"

"Mobil balapan."

Bening duduk dan bermain bersama anaknya di depan televisi. Tak lama, Iman masuk dan menegur.

"Sudah malam, tidurlah kak."

"Masih mau main, ayah!" Seru Raka.

Iman langsung mengomel sambil masuk ke kamarnya. Sementara Bening makin asik bermain dengan putra sulungnya. Mumpung Riki tidur, ini saatnya Bening mendekatkan diri lagi pada Raka. Tak terasa malam semakin larut, Raka akhirnya tidur di pangkuan bundanya.

Raka pun dibawa ke kamar dan direbahkan samping adiknya. Tapi kemudian, Riki menangis. Jadilah, Bening tidur diantara kedua jagoannya dengan posisi menyusui dan satu tangan lainnya mengelus punggung Raka.

"Sudah jam 12 malam." Efek kopi membuat mata Iman on. Tadi masih terdengar suara riang Raka diluar, sekarang tidak lagi.

Kesempatan!

Akhirnya, Iman keluar dan melihat ke kamar anak-anak. Rupanya Bening berbaring diantara keduanya. Terlihat juga Riki yang masih menyusu di induknya.

"Bening.." panggil Iman. "Kalau udah selesai ngusunya nanti pindah."

Bening hanya berdeham sembari menutup matanya. Iman pun masuk lagi ke kamarnya. Sudah setengah jam ditunggu, Bening tak juga muncul. Iman akhirnya datang lagi ke kamar sebelah.

"Yah! Jadi tidur. Ning.." panggil Iman hati-hati menggoyangkan kaki istrinya.

"Apa?" Tanya Bening dengan mata yang mengantuk.

"Pindah ke sebelah."

"Aku capek, mas."

"Apa?"

"Capek.." ucap Bening sekali lagi. Selimut yang turun lalu ditariknya.

"Ayolah, Bening!" Iman menarik kaki Bening tak sabar.

Bening pun setengah bangkit dan menepis tangan suaminya.

"Aku capek, mas. Tidur sendiri sana!"

Kesal bukan main Iman dibuatnya.

"Awas ya kamu Bening!"

Pagi menjelang, keduanya saling melempar pandangan sengit. Iman yang kesal karena tak mendapat jatah, Bening yang jengkel karena tidurnya tak nyenyak.

"Lain kali layani suamimu tanpa disuruh. Ini malah suamimu dibuat seperti pengemis." Iman tak tahan lagi untuk bicara. Dia menggerutu ketika istrinya sedang menyiapkan sarapan.

"Layani apa? Tiap hari aku layani kamu."

"Di ranjang, Bening! Sudah berapa lama ranjang kita itu dingin karena kamu pindah kamar?"

"Aku terpaksa, mas. Riki nggak kuat tidur pake AC."

"Ya setidaknya kamu bisa pindah tengah malam, kan?"

"Aku capek."

"Capek terus alasanmu. Kapan sih kamu nggak capek?" Gerutu Iman kesal.

Mendengar itu, Bening mematikan kompor dan berbalik menghadap suaminya sambil berkacak pinggang.

"Bisa nggak sih, mas? Kamu tuh nggak usah mikirin seks terus! Ada yang lebih penting dari itu!"

"Kamu nggak ngerti, Bening! Aku ini pria muda. Gairahku tinggi. Kamu istriku, pelampiasanku. Giliran aku meminta hakku selalu ada aja alasanmu. Ada saja gangguannya."

"Ya, harusnya kamu sadar sekarang kita sudah beranak dua, mas. Kerepotanku akan bertambah. Belum lagi aku bekerja seharian diluar, terus pulang ngurusin rumah dan anak-anak. Dari pada kamu memprotes, lebih kamu perhatikan istrimu ini! Tanya, dia sudah makan belum? Udah minum belum? Sempet mandi nggak?" Bening mengeluarkan kekesalannya. "Semua urusan rumah tangga dan finansial dibebankan padaku. Aku lelah mental, mas. Sementara kamu, aku meminta tolong aja susah banget. Sekedar ngasuh anakmu aja cuma bertahan 5 menit. Selebihnya, kamu sibuk main ponselmu!"

"Loh, kenapa jadi merambat kemana-mana? Itu kan tugasmu sebagai istri, Bening." Iman tak mau kalah.

"Lalu tugasmu apa? Cuma bisa mencetak anak?" Bening melawan balik hingga membuat Iman terdiam. "Lihat aku sekali aja! Pahami aku! Kalau kamu mau dilayani, maka bantu dulu pekerjaanku."

Bening kembali berbalik dan menghidupkan kompor. Sementara, Iman sudah tak berselera untuk makan. Dia lebih baik keluar dan menepikan dirinya sejenak. Dari pada mereka kembali ribut.

Melihat suaminya yang main pergi malah membuat Bening semakin kesal. Bukannya ikut mengasuh anaknya yang sedang bermain, dia malah melarikan diri.

"Pasti dia bakal mengadu ke ibunya.. lihat aja.. bentar lagi ibu dan adik ipar pasti datang kemari!" Sudah hapal betul Bening kelakuan suaminya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ranjang Perkawinan   Ego Tinggi

    Seperti yang diduga, seseorang mengucap salam dari depan. Tanpa melihat Bening sudah tahu siapa yang datang. Bedanya hari ini dia datang sendiri. Tanpa ibu mertua juga mbaknya."Mana mas Iman?" Tanya Ifa, adik Iman yang baru kelas 1 SMA."Memang nggak ada di rumahmu?" Tanya Bening acuh. Dia sedang repot menyuapi Riki makan."Nggak ada. Mana mas Iman?" Tanyanya tak sabar."Nggak tahu. Tadi keluar."Rupanya Iman tak pergi ke rumah ibunya yang hanya berjarak 10 menit dari sini, lalu kemana perginya pria itu."Aduh kemana mas Iman ini!" Ifa jadi merengek."Memang kenapa?" Terpaksa Bening menoleh karena risih mendengar suara rengekan itu."Mau minta uang buat sekolah.""Bukannya ini hari minggu. Ngapain ke sekolah?""Mau ekskul.""Telpon aja mas mu, mungkin beli rokok diluar."Ifa lalu mengambil ponselnya dan menelpon Iman tapi sayang sambungannya tak terangkat."Duh, gimana ini! Mas Iman nggak ngangkat."Bening memilih tak menjawab karena sibuk dengan anak-anaknya. Sedangkan Ifa jadi mond

  • Ranjang Perkawinan   Gairah vs Lelah

    "Tahan.. Tahan.. Iman harus kuat!" Iman tidak boleh goyah hanya gara-gara melihat paha mulus milik pengasuhnya.Astaga! Sudah terlalu lama tidak mendapat jatah membuat benda tumpul ini menantang ketika melihat milik orang lain.Gara-gara inilah membuat Iman jadi sakit kepala. Bermaksud ingin tidur tapi gairahnya bangkit. Nah, lebih baik dia pergi saja ke kampus dan mengerjakan sesuatu.Nanti pulangnya agak sore saja menunggu Bening sampai ke rumah. Sampai senja menyapa, Iman baru pulang. Untunglah sudah tidak ada Inah si pengasuh seksi itu lagi. Tinggal istri dan dua anak super aktifnya saja.Malam ini, Iman bermaksud meminta jatah setelah beberapa hari gagal. Ada saja gangguan.Mumpung ini malam minggu, Iman ingin meminta haknya. Besok libur juga, kan? Kesempatan bangun siang.Berbeda dengan pikiran suaminya, bagi Bening setiap hari itu sama saja. Dia harus bergelut dengan pekerjaan rumah dan pengasuhan. Sudah banyak pekerjaan di sekolah, bukannya berkurang ketika sampai di rumah, be

  • Ranjang Perkawinan   Tumpuan Keluarga

    "Ibu??" Iman keheranan. "Irma? Lah kok malam-malam kemari? Terus kenapa ini pada menangis?"Iman memundurkan sedikit tubuhnya hingga kedua wanita ini bisa masuk."Duduk dulu. Ada apa ini? Terus dimana Ifa?""Ifa tinggal di rumah." Jawab Irma."Ayo cerita. Kenapa ibu menangis begitu?"Wati dan Irma saling melirik, seperti kebingungan siapa yang akan memulai terlebih dahulu. Bening juga keluar dari kamar anaknya. Untunglah Riki tertidur lagi setelah disusui."Ibu, Irma.." sapa Bening dan menyalimi mertua dan adik iparnya. "Apa kabar?""Begitulah, nak." Sahut Wati sedih."Aku buatkan minum dulu." Bening lalu ke dapur untuk membuat minuman, sementara Iman mendesak ibunya untuk bercerita."Ada masalah apa ini? Kenapa ibu sampai menangis begini?" Kalau tidak penting, tak mungkin Wati dan Irma ke rumah Iman malam-malam begini."Suami adikmu ketahuan mencuri.""Hah?" Iman lalu menatap Irma. "Ini beneran? Mencuri dimana?""Mencuri di toko, mas. Kak Cecep ngambil minuman sampai 50 dus terus dij

  • Ranjang Perkawinan   Gagal Lagi

    Sudah satu jam Iman menunggu di kamar, tanda-tanda istrinya muncul belum ada. Ah, terpaksa Iman menyusul kalau begini. Jangan sampai dia kalah lagi dari anak-anaknya.Nasib memiliki dua anak laki-laki, Iman harus rela jika Bening di sabotase kedua anaknya. Sampai iman merasa perhatian Bening terfokus pada anak-anaknya saja. Apalagi Raka dan Riki ini posesif sekali kepada bundanya. Iman saja sering dipukul kalau terlalu dekat dengan bundanya.Iman mengintip dari sela pintu. Ya, Tuhan! Iman sampai mengelus dada. Ditunggu dari tadi di kamar tak kira Bening sudah selesai menyusuinya. Rupanya, Bening malah tidur.Dengan mengendap-endap, Iman masuk. Jangan sampai langkah kaki ini membangunkan dua jagoan, terutama Riki yang level rewelnya sempurna."Ning.. Bening.." panggil Iman menggoyangkan sedikit kaki istrinya.Bukannya bangun, suara dengkuran Bening makin terdengar. Terpaksa Iman memilih untuk memencet jempol kaki istrinya sampai Bening menjerit.Iman melotot! Riki sampai bangun dan men

  • Ranjang Perkawinan   Minta Jatah

    "Aku nggak mau melayanimu!" Ucap Bening sambil menepis tangan suaminya yang mulai membelainya.Bukannya merinding, Bening malah risih. Dia bahkan menggeser tubuhnya sedikit lebih jauh."Sudah dua minggu aku nggak dapat jatah, Bening!" Yang benar saja."Apa kamu nggak lihat aku lagi ngapain?" Bening sampai mendelik kesal. Anaknya yang berusia 7 bulan ini sedang menyusu, tapi suaminya malah datang ingin meminta jatah. Lelah ini belum mendapatkan pelampiasan untuk beristirahat. Suaminya malah main ingin kuda-kudaan saja."Ah, kamu ini! Terus saja kamu menolakku! Nanti aku cari perempuan lain baru tahu rasa kamu!" Iman jadi kesal."Ya.. cari aja sana wanita yang mau menuruti nafsu besarmu!"Iman langsung keluar dari kamar anaknya dan pergi ke kamarnya sendiri.Dua minggu! Ya Tuhan.. Iman ini pria produktif. Umurnya baru 30 tahun ini, gairahnya sedang menggelora. Tapi ia tak bisa menyalurkan hasratnya karena Bening yang selalu menolak.Ada saja alasannya. Lelah! Ngantuk! Lampu merah! Hijau

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status