LOGIN"Jangan banyak melawan!" Sosok yang kini duduk di samping Viona, terpaksa harus memegangi kedua tangannya agar tidak bergerak.
"Sialan! Gadis ini memang tak bisa diatur!" Rutuknya lagi.
"Bagianmu saja ini... paling Tuan Muda Russo tidak akan mau menyentuh wanita begini. Modelnya bukan dari tipe yang dia sukai..." Sindir salah satu dari anak buah mafia itu pada Viona.
Yang lain ikut menambahkan komentar. "Kurang seksi! Hahaahahaha"
Viona jadi bahan tertawaan orang suruhan Mafia itu di dalam mobil. Dia merasa sangat direndahkan, terlebih melihat asal usulnya adalah dari keluarga yang terpandang.
"Cuih!" Dia meludah dan mengenai kaki salah satu mereka.
Ini sudah keterlaluan bagi gadis cantik yang sekarang rambutnya sudah dalam keadaan acak-acakan. Berbeda jauh dari saat dia pulang ke rumahnya tadi.
"Sialan! Kamu ini bener-bener kurang ajar. Apa perlu aku beri kamu pelajaran biar kamu tahu rasa!" Tangan berotot itu menjambak rambut Viona dengan kasar.
"Lepaaskaan!" Teriaknya.
Setelah terjadi perlawanan darinya, akhirnya ia bebas.
Hanya saja saat mereka turun dari mobil dan memasuki pelataran kediaman keluarga Russo, Viona hampir tersungkur ke tanah saat keluar dari mobil.
"Hhhh..." Viona kesakitan dan rupanya kakinya terkilir. "Aduh!"
Untung sepasang tangan kekar menangkapnya dengan sigap dan tepat waktu.
Ia tersungkur saat tangan kokoh itu melepaskannya. Tak tahu kalau dia sudah tak bisa bergerak lagi.
"Sayang sekali seorang yang berwajah cantik jelita tapi pincang!" Ucap pria yang terlihat paling tampan di antara segerombolan manusia yang hidup di lingkungan itu.
"Tuan Muda!" Seru sekelompok orang suruhannya dan merekapun undur diri.
Mereka tak mau berurusan lebih panjang.
"Kamu bisa berjalan?"
Lelaki itu berjalan lebih dulu dan Viona masih tertinggal di pelataran luas yang di tengahnya terdapat air mancur nan eksotis.
Namun saat ini bukanlah waktunya untuk mengagumi keindahan bangunan dan tatanan taman rumah ini.
"Bi-bisa!"
"Atau.. masih perlu bantuanku?" Lelaki itu menawarinya lagi bantuan.
Viona mengingat gerombolan tadi memanggilnya dengan sebutan 'tuan muda'. Bisa saja lelaki ini adalah anggota keluarga mafia itu.
"Tuan Muda," seorang pelayan wanita mendatanginya. "Ini adalah Nona Viona yang datang dari keluarga Tuan Rusdi."
Lantas ia membisikkan sesuatu pada Tuan Mudanya itu.
Lelaki itu melihat dan mengamati Viona dari ujung kepala hingga ujung kaki. Lantas pergi begitu saja.
"Ikuti saya, Nona." Dia membantunya berjalan dan menuntun ke kamar terdekat dari pintu samping itu.
Nampaknya dia tidak berada di area utama. Viona yang seorang arsitek tentu paham betul bahwa di rumah sebesar istana ini, ada tempat di mana orang-orang penting berada.
Tentu tidak di tempat dan area di mana dia berada sekarang.
"Masuk ke sini, Nona. Kalau butuh apa-apa, kamarku di sebelah..." Itu saja yang dikatakan pembantu keluarga Russo.
Di kamar sudah tersedia beberapa helai pakaian yang nampaknya tak jauh beda dari pakaian yang dikenakan pelayan tadi.
Hanya bahannya sedikit lebih baik.
Kakinya benar-benar sakit saat ia gunakan untuk duduk.
Ia tertidur karena baru sadar seharian belum makan. Tubuhnya lemah.
"Nona, bangunlah. Kemungkinan beberapa hari lagi akan dilangsungkan pernikahanmu dengan Tuan Renzo."
"APA?"
"Iya, Tuan Renzo adalah satu-satunya perjaka yang tersisa di keluarga Russo. Dia anak pertama di sini." Jelas pelayan itu tadi.
"Anak pertama?" Viona makin cemas. Berapa usianya?
Dia selalu berpikir kalau anak gadis yang dijadikan sebagai penebus hutang hanya ada di dalam drama dan telenovela, namun kini ia harus mengalaminya sendiri.
"Apakah Nona ingat tadi yang menolongmu di saat hampir terjatuh?"
Gadis cantik bertubuh tinggi itu kini mengingat lagi sosok pria dingin yang menolong saat pertama kali tiba.
"Iya, maksudnya yang om-om itu tadi... kenapa memangnya?"
Pikiran Viona mulai cemas. Jangan sampai orang yang tadi menolong itu adalah yang dimaksud.
Jangan sampai...
"Itu adalah Tuan Renzo!" Jawab pembantu itu dengan tenang.
"Apa??" Terlihat jelas kalau Viona merasa tidak terima saat tahu itu adalah calon suaminya.
Ia ingin protes, namun sebuah ketukan pintu di kamar mengagetkannya. Pembantu keluarga Mafia itu tampak dengan sigap segera berlari dan membukakannya.
"Iya?"
Viona mendengar keduanya berbincang di depan pintu kamar.
Lantas setelah sesaat melihat ke arahnya berada, pembantu itu mengangguk.
"Cepat siapkan. Dua jam lagi harus beres!"
Orang itu berlalu pergi.
"Nona, aku harus membantumu bersiap-siap secepatnya. Tadi orang kepercayaan Tuan Rossi mengatakan kalau Nona harus siap dua jam lagi." Pembantunya mengambilkan sebuah gaun putih dengan belahan punggung rendah dan meletakkannya di ranjang.
"Siap-siap untuk apa?" Tanya Viona. "Oh ya, hingga detik ini aku belum tahu siapa namamu!"
Sebetulnya ia lebih ingin membahas soal Renzo dan bertanya berapa umur lelaki itu. Apa tidak ada lelaki lain di rumah ini yang sepantar dengannya sehingga cocok dijadikan pasangan, meski ia seorang keturunan mafia.
"Perkenalkan Nona, namaku Fez." Jawabnya singkat.
"Iya, Fez.." Viona masih heran bagaimana perempuan sehalus dan sebaik Fez bisa terjebak di dunia kelam begini dengan menjadi pelayan mereka.
Lalu, ia melanjutkan kalimatnya, "Nona Viona harus mengikuti prosesi pernikahan dengan Tuan Renzo." Ucapnya gugup. "Malam ini juga!"
Astaga, kenapa secepat ini? Viona kebingungan karena tak ada waktu lagi untuk mengatur strategi.
"Kita sudah sampai?" Viktoriya dibuat kagum dengan bentukan pintu gerbang yang sangat artistik dan kokoh.Beberapa pria berseragam hitam berjaga di sekelilingnya."Viki, buka jendelamu! Mereka akan melihat kita dulu...""Oke..." ia buru-buru membuka jendela mobil kanan dan kiri."Maaf, kami ada janji dengan Nona Viona... Aku Alex dan ini temanku, Viki!" ucap Alex pada saat petugas itu memeriksa mereka.Ia mengangguk dan menyuruh mereka menunggu untuk memastikan kalau Alex benar-benar ada janji dengan Viona.Mereka berdua tak sabar lagi karena menunggu cukup lama hanya untuk soal konfirmasi."Sampai kapan kita harus menunggu di sini, Alex?" Viki berbisik.Andai saja ia punya kuasa dan kenal dengan orang dalam... mungkin akan lain ceritanya!"Sabar dulu... kali ini memang kita tak punya banyak pilihan, Viki... ini semua demi anakmu!" bisiknya menjawab pertanyaan dan keluhan wanita di sampingnya."Mohon kalian berdua menelpon Nona Viona langsung dan untuk memastikan kalau kalian tidak me
"Viktoriya..." Ivan ingin menyela panggilan itu dan mengingatkan adiknya untuk tidak gegabah.Ia sebagai laki-laki sangat paham dan bisa membaca pikiran Alex, ia sedang memanfaatkan kegundahan sang adik untuk mencapai tujuannya sendiri."Kamu diam dulu, Ivan!" ia menyuruh kakaknya untuk tidak ikut campur tentang masalahnya sekarang.Walau bagaimanapun ini adalah peperangan yang harus ia lakoni sendiri."Viki.. apa kamu mendengarkanku?" tanya Alex lagi."Iya, aku masih di sini... Apa rencanamu Alex?" Ia pun membeberkan hal yang perlu untuk dilakukan. Viktoriya menyimak dengan sungguh-sungguh."Jadi.. aku harus menjemputmu sekarang?" tanya Viktoriya sambil berjalan mengambil jaket kulit dan sepatunya.Wanita itu hanya mengenakan celana pendek dan tanktop rumah saja."Iya... aku ingin kita ke sana berdua!" kata Alex lagi.Sang kakak tentu khawatir jika adik perempuannya bertandang sendirian, apalagi ia tahu kalau mereka akan menuju ke rumah Renzo.Sama saja dengan masuk ke kandang buaya
"No, Viona.. Masalah tidak sesimple itu... Silvano adalah anak dari Renzo!" Kalimat Alfonso tak semudah itu dicerna oleh akal pikirannya.Bagaimana ini? Sementara dirinya tengah berbadan dua dan mengandung anak sang mafia!Apakah nanti... ketika anak-anaknya lahir ke dunia, Renzo akan sama cintanya dengan rasa yang ia miliki pada Silvano?Berbagai pertanyaan itu tiba-tiba saja muncul.Ia menjadi menyesal mengapa harus hamil jika pada dasarnya Renzo sudah punya anak? Kenapa ia baru tahu sekarang?"Viona, kamu kenapa?" tanya Alfonso melihat kakak iparnya yang tampak diam dan cemas.Wanita muda itu tak lagi banyak bicara dan terkesan merenungi sendirian."Viona!" bahkan saat dipanggil untuk kedua kalinya ia tak merespon.Apa yang ada di benaknya?"Viona?" kali ini ia menyenggol lengan kanannya dan berhasil menggugah kesadaran Viona juga akhirnya."Apa? Kamu bilang apa tadi?" ia tampak gugup dan berusaha untuk terlihat tenang.Meski sebenarnya ia terasa seperti mau terjun saja dari balko
"Apa? Silvano itu jadi..."Viona tak mampu melanjutkan kata-katanya. Hati wanita mana yang tak hancur ketika tahu suaminya yang sebelumnya belum pernah menikah, ternyata telah memiliki seorang anak dengan wanita lain.Ini membuatnya sangat kecewa, meski ia tak pernah mengakui kalau dirinya memiliki rasa pada Renzo."Iya, Renzo belum tahu soal ini karena test DNA dilakukan Papaku secara tersembunyi..." Alfonso menjawab."Kamu pasti bohong!" Viona mengelak dan tak bisa mempercayainya."Buat apa aku bohong untuk hal sepenting ini? Kami para mafia tidak boleh berbohong untuk soal urusan anak!"Viona makin meradang, "berarti kalian boleh bohong soal yang lain?""Tidak begitu juga, Viona..." Alfonso adalah pria dari keluarga mafia yang punya perasaan halus.Ia tahu kalau apa yang ia katakan ini akan menyakiti hatinya."Aku..." Viona tak mampu lagi bagaimana harus menghadapi hal yang menurutnya sama saja dengan pengkhiana
"Kenapa mengkhawatirkan? Ia sudah dewasa dan pergi dalam keadaan baik-baik saja!" kata Alfonso menjelaskan.Ia paham kalau Viona menanyakannya karena ada suatu hal yang disembuyikan dari Alfonso.Untuk urusan rumah tangga, rasanya dia tak perlu tahu dan turut campur."Iya, sebaiknya mungkin aku kembali ke kamar tidur saja!" ia membawa satu lilin sebagai penuntunnya berjalan pelan-pelan ke kamar tidur.Rupanya, setelah bersusah payah menemukan kamar dengan lilin itu, ia mendapati beberapa panggilan tak terjawab dari Alex."Ya ampun... aku lupa kalau aku harus mengecek lagi handphone-nya..." ia mengambilnya dari tempat di mana suaminya biasa meletakkan.Aji mumpung ketika suaminya tak berada di rumah, ia bisa menggunakannya sesuka hati."Halo, Alex?"Syukurlah pria itu bisa dihubungi dengan mudah."Viona? Kamu bisa menghubungiku juga akhirnya...""Iya, Alex. Aku..."Alex memotong pembicaraannya, "sementara ini keluarga Ivanov kebingungan karena kehilangan anak Viktoriya... dan... aku ha
"Kita ke mana, Paman Renzo?" tanya Silvano yang merasa bosan karena sepanjang jalan tiba-tiba Renzo jadi diam.Pria itu terus menyusuri jalanan yang mengarah semakin dekat dengan area tempat tinggal Silvano."Kita mau ke pegunungan...""Jangan!" ia mendadak menolak."Kenapa?" Renzo kaget."Aku lebih suka pantai dari pada gunung..." terangnya.Aneh, anak ini punya kesukaan yang sama dengan Renzo semasa kecil."Tapi suasana pantai akan sangat ramai. Sebaiknya... kita tidak ke pantai malam begini!" "Baiklah.. kita ke pegunungan saja kalau begitu! Tapi, jika ada orang yang bertanya tentangku, bilang saja Paman tidak tahu!" ia berjaga-jaga dan masih memiliki kecemasan kalau-kalau bertemu dengan body guard keluarga Ivanov nanti.Ada getaran yang tak biasa ketika ia mengatakan kalau Silvano adalah anaknya. Seolah ini adalah hal yang lumrah dan memang sewajarnya."Apa kamu tahu banyak soal orang bernama Alex itu?" Renzo sebenarnya sangat tidak menyukai pria itu lagi.Meski dulu sempat dikon







