LOGINMenjadi bagian dari keluarga Mafia bukanlah hal yang diimpikan oleh seseorang yang bernama Viona Rusdi.
Yang ia inginkan sejak dulu adalah menjadi seorang arsitek dan bekerja di biro besar sehingga dia bisa jadi arsitek terkenal.
"Nona, tolong sedikit kempiskan perutmu agar aku bisa memasang resletingnya!" Fez menarik resleting dan kini gaun putih yang menonjolkan tiap lekuk tubuh Viona sudah terpasang.
Balutan gaun putih sederhana namun berhasil menyulap sosok gadis itu menjadi terlihat semakin cantik dan seksi.
"Anda terlihat sangat cantik, Nona!"
Meski riasan hanya simple, namun itu justru membuat wajah Viona terlihat semakin paripurna.
Viona tak tahu harus bereaksi bagaimana saat ini.
"Terima kasih, Fez."
Di hari yang harusnya ia bahagia, justru seperti hendak masuk gerbang neraka.
Matanya tampak kosong dan bibirnya hanyalah seperti hiasan yang dipoles dengan lipstick berwarna nude.
"Nona, kalau Anda mau, saya bisa meminjamkan make up sebentar biar terlihat lebih cetar!"
"Tidak perlu, Fez, ini bukanlah pernikahan impianku. Jadi, kamu tidak perlu repot-repot mencarikan make up lengkap untukku. Ini sudah cukup."
"Tapi, Nona..." Fez membantah, "Bagi seorang gadis, menikah adalah suatu kesempatan di mana dia setidaknya bisa tampil cantik meskipun satu hari saja!"
"Itu untuk semua wanita kecuali aku. Aku tidak menginginkan pernikahan ini dan aku tidak kenal siapa suamiku. Jadi... buat apa aku berdandan!"
"Ya sudah, Nona. Sekarang kita bisa bergabung di ruang utama." Pembantu itu menuntun Viona keluar kamar dan melewati lorong panjang yang menghubungkan kamarnya dengan bagian taman di tengah rumah.
Sempat Viona melirik beberapa detil bagian rumah yang sangat mewah. Tapi, lagi-lagi ini bukan saatnya untuk mengagumi bangunan semegah ini.
Beberapa lelaki berpakaian hitam sudah nampak sibuk ke sana ke mari di dekat area yang mereka tuju.
"VIONA! ANAKKU!" Rupanya Tuan Rusdi sudah berada lebih dulu di situ.
"Ayah?" Viona berlari dan memeluk erat Ayah kesayangannya.
Seorang staff keluarga Russo mengingatkan, "Ini bukan acara reuni keluarga. Tolong diamlah agar upacara pernikahan segera bisa dimulai.
Suasana kembali kaku dan senyap.
Meski ini adalah pernikahan sebagai jaminan hutang, namun suasana benar-benar terasa khidmat layaknya sebuah pernikahan pada umumnya.
"Saya terima nikah dan kawinnya Viona Naizila binti Rusdi Hutomo dengan mas kawin cincin berlian senilai satu miliar dibayar tunai!" Jawab Renzo saat penghulu menggenggam tangannya.
"Bagaimana saksi?" Tanya penghulu ke saksi di sekitarnya.
Raut muka hadirin tampak tegang.
"SAH!" Beberapa orang yang menjadi saksi pernikahan mengucapkan kata sah setelah ijab qabul.
Viona memejamkan mata. Dengan begini, takdirnya kini akan berikatan dengan keluarga mafia sampai entah kapan.
**
Tidak ada resepsi dan tak ada tamu undangan. Selepas acara, sang ayah sudah diantarkan pulang kembali. Bahkan mereka berdua tak sempat berfoto bersama.
"Kenapa kita menikah secepat ini?" Keluh Viona pada sosok mafia yang kini telah sah menjadi suaminya.
Meski keduanya duduk berjauhan di kamar pengantin dalam satu tempat, namun aura ketegangan di ruangan begitu terasa.
Hawa permusuhan terasa mendominasi suasana.
"Karena aku pikir ini lebih baik." Jawab Renzo masih dengan tatapan dingin. "Kami sudah terlalu baik memberikan tempo waktu empat tahun pada keluargamu..."
"Dasar mafia tidak tahu diri! Kalian benar-benar tidak punya hati!" Lirih Viona sambil tertunduk.
Dia ingin melepaskan gaun pengantin yang dibuat bahkan tanpa tahu berapa ukuran tubuhnya.
Semua serba ketat dan bahkan ini terlihat seperti pakaian seorang pelac*r.
"Apa katamu?" Renzo bangkit dari duduknya dan dalam hitungan sepersekian detik sudah berada di depan Viona.
"Aku bicara yang sebenarnya! Kalian ini manusia di muka bumi yang tak punya hati dan tak tahu itu cinta!"
Tak tahan dilontari dengan perkataan tak mengenakkan telinga, Renzo mencengkeram rahang Viona dengan tangan kanannya.
"Jaga ucapanmu atau aku akan melakukan hal yang kamu akan sesali seumur hidup!" Ancamnya.
Viona lagi-lagi tak kuasa melawan karena orang ini terlalu dekat dengannya. Tangan kiri Renzo memegang kedua tangan gadis itu sehingga ia tak bisa bergerak.
"Jangan bergerak!"
"Arrhhh..." Hanya itu yang bisa ia ucapkan saat ini selagi cengkeraman itu semakin kuat. "Sakit!"
Renzo melihat dari dekat wajah dari perempuan yang kini seharusnya sudah melayaninya dengan patuh.
Cantik tapi benar-benar berbisa seperti ular kobra.
"DIAM!" Renzo segera menarik rambut Viona lantas mendekatkan lagi wajahnya serta merta merasakan hembusan nafas Viona.
Ia tak bisa berpikir lagi.
Tanpa minta izin pada sang pemilik, dia menempelkan bibirnya pada bibir Viona.
"Arrrrghhh..." Viona ingin mengelak dan lepas dari ciuman Renzo.
Namun Renzo terus menikmatinya. Mata Viona terbuka lebar-lebar dan dia seakan tidak terima diperlakukan seperti budak.
Akhirnya, hanya satu ide terlintas di kepalanya untuk mengakhiri adegan tak senonoh ini.
"AAARRGGGHHH!" Giliran sekarang Renzo berteriak karena bibirnya digigit oleh Viona.
Gadis muda itu berlari menuju pojokan ruangan dan meringkuk ketakutan. Untung saja ponsel Renzo berdenging dan dia ingat ada undangan untuk meeting internal.
"AWAS KAU NANTI MALAM!" Lalu dia pergi keluar kamar pengantin seraya membantingnya keras-keras. "Aku tidak akan melepaskanmu."
"Apa? Silvano itu jadi..."Viona tak mampu melanjutkan kata-katanya. Hati wanita mana yang tak hancur ketika tahu suaminya yang sebelumnya belum pernah menikah, ternyata telah memiliki seorang anak dengan wanita lain.Ini membuatnya sangat kecewa, meski ia tak pernah mengakui kalau dirinya memiliki rasa pada Renzo."Iya, Renzo belum tahu soal ini karena test DNA dilakukan Papaku secara tersembunyi..." Alfonso menjawab."Kamu pasti bohong!" Viona mengelak dan tak bisa mempercayainya."Buat apa aku bohong untuk hal sepenting ini? Kami para mafia tidak boleh berbohong untuk soal urusan anak!"Viona makin meradang, "berarti kalian boleh bohong soal yang lain?""Tidak begitu juga, Viona..." Alfonso adalah pria dari keluarga mafia yang punya perasaan halus.Ia tahu kalau apa yang ia katakan ini akan menyakiti hatinya."Aku..." Viona tak mampu lagi bagaimana harus menghadapi hal yang menurutnya sama saja dengan pengkhiana
"Kenapa mengkhawatirkan? Ia sudah dewasa dan pergi dalam keadaan baik-baik saja!" kata Alfonso menjelaskan.Ia paham kalau Viona menanyakannya karena ada suatu hal yang disembuyikan dari Alfonso.Untuk urusan rumah tangga, rasanya dia tak perlu tahu dan turut campur."Iya, sebaiknya mungkin aku kembali ke kamar tidur saja!" ia membawa satu lilin sebagai penuntunnya berjalan pelan-pelan ke kamar tidur.Rupanya, setelah bersusah payah menemukan kamar dengan lilin itu, ia mendapati beberapa panggilan tak terjawab dari Alex."Ya ampun... aku lupa kalau aku harus mengecek lagi handphone-nya..." ia mengambilnya dari tempat di mana suaminya biasa meletakkan.Aji mumpung ketika suaminya tak berada di rumah, ia bisa menggunakannya sesuka hati."Halo, Alex?"Syukurlah pria itu bisa dihubungi dengan mudah."Viona? Kamu bisa menghubungiku juga akhirnya...""Iya, Alex. Aku..."Alex memotong pembicaraannya, "sementara ini keluarga Ivanov kebingungan karena kehilangan anak Viktoriya... dan... aku ha
"Kita ke mana, Paman Renzo?" tanya Silvano yang merasa bosan karena sepanjang jalan tiba-tiba Renzo jadi diam.Pria itu terus menyusuri jalanan yang mengarah semakin dekat dengan area tempat tinggal Silvano."Kita mau ke pegunungan...""Jangan!" ia mendadak menolak."Kenapa?" Renzo kaget."Aku lebih suka pantai dari pada gunung..." terangnya.Aneh, anak ini punya kesukaan yang sama dengan Renzo semasa kecil."Tapi suasana pantai akan sangat ramai. Sebaiknya... kita tidak ke pantai malam begini!" "Baiklah.. kita ke pegunungan saja kalau begitu! Tapi, jika ada orang yang bertanya tentangku, bilang saja Paman tidak tahu!" ia berjaga-jaga dan masih memiliki kecemasan kalau-kalau bertemu dengan body guard keluarga Ivanov nanti.Ada getaran yang tak biasa ketika ia mengatakan kalau Silvano adalah anaknya. Seolah ini adalah hal yang lumrah dan memang sewajarnya."Apa kamu tahu banyak soal orang bernama Alex itu?" Renzo sebenarnya sangat tidak menyukai pria itu lagi.Meski dulu sempat dikon
"Hey. bocah tengil...kembalikan!" teriak Viona mengejarnya sampai ke ujung rumah.Rupanya Silvano akhirnya menyerah.Ia segera menggeletakkan handphone itu ke lantai lalu berlari menjauh."Kenapa dia?" Viona tidak sadar kalau Alex masih belum menutup teleponnya."Halo? Viona?""Alex, maaf ada gangguan tadi..." kata Viona menyambung panggilan."Iya, tidak apa-apa. Ngomong-ngomong siapa yang kamu teriaki bocah tengil tadi? Apakah aku?" tanya Alex."Tentu, bukan kamu... itu adalah... itu keponakan Alfonso yang baru datang. Dia memang sering usil dan mengganguku..." jawab Viona.Mereka berdua terdiam."Kalau aku boleh jujur padamu, aku juga merasa kamu berubah, Viona!" Alex mengakuinya.Perasaan yang selama ini ia pendam, kini ia lega bisa mengungkapkannya."Berubah apa maksud kamu?""Kamu jadi lebih... berpihak pada keluarga Rossi dari pada sebelumnya!"Viona mendadak emosi saat ia dibilang lebih
"Bau? Bagiku kamu selalu wangi, Viki..." sahut Alex gemas."Alex! Menjauhlah dariku..." suara Viktoriya terdengar lebih seperti menggoda daripada menyuruh teman prianya itu pergi."Apa aku perlu membantumu mandi?""Ya Tuhan... apa kata mereka nanti kalau tahu aku mandi bersama kamu?" Viktoriya nampak malu-malu dengan godaan pacar berondongnya."Viki... kita sudah dewasa dan sama-sama tahu... aku tidak mandi bersamamu, dalam konteks ini aku hanya memandikanmu..." Alex meralat kalimatnya."Hmmm... itu lebih terdengar seperti kamu memandikan binatang peliharaanmu, Alex..."Wanita yang lebih tua darinya itu berjalan menuju kamar mandi dan sengaja menanggalkan bajunya di depan pintu."Viki... aku harus menggantikan spreimu. Sepertinya sudah kotor dan..." Alex tak mendapati sahutan karena wanita itu sudah masuk ke dalam kamar mandi dan terdengar jelas suara gemericik air.Ia dengan cekatan melepaskan sprei dan menggantinya dengan yang baru.Nampaknya sudah disiapkan oleh pembantu namun belu
"Memangnya siapa anak ini?" Viona penasaran dan mengamati dari dekat anak kecil yang pintar bicara itu.Baginya, anak ini hanyalah seperti anak pada umumnya.Tak ada tanda-tanda keistimewaan bagi Viona."Doa bukan anak sembarangan, Viona!" Alfonso memberikan clue agar wanita itu mau sejenak berpikir.Masih juga ia belum menemukan apa yang dimaksudkan oleh adik iparnya.Bukan anak sembarangan? Lantas apakah maksudnya anak dari seseorang yang Viona kenal baik?"Kamu mungkin tak akan tahu siapa orang tuanya, tapi keberadaannya benar-benar akan merubah hidupmu!" ucapnya lagi."Apa wajahnya mirip denganmu juga?" tanya Viona setelah mengamati sejenak wajah dan bentuk tulang rahangnya."Ah... jadi kamu mengira anak ini adalah anakku? Sebuah tebakan yang bagus..." Alfonso tertawa terbahak-bahak."Jangan-jangan... ini adalah anak Papamu? Sehingga kamu adalah kakaknya meski kalian pantas sebagai ayah dan anak kalau dilihat dari umur kalian!"Pernyataan Viona layaknya tebakan seorang wartawan."







