Share

Bab 2

Author: ERIA YURIKA
last update Last Updated: 2022-11-27 21:18:59

“Kenapa begini, kamu bisa mati. Gila ya!” 

Aku lekas menggendong Nada yang sudah lemah, bahkan nyaris kehilangan kesadarannya. Gamis berwarna hitam itu bahkan telah berubah warna menjadi lebih pekat, bercampur dengan darah dari pergelangan tangan Nada yang tersayat.

Bahkan tanganku ikut gemetar mana kala melihat begitu banyak darah di lantai. Namun, meski begitu Nada masih memberikan perlawanan dengan sedikit tenaga yang tersisa. Ia mencengkeram lenganku dengan tangan kirinya, yang juga ikut berlumur darah, karena sejak tadi ia gunakan untuk menahan tetasan darah itu agar tak terlalu menjejak di lantai.

“Jangan bawa aku pergi!”

“Gak gini caranya menyelesaikan masalah, kamu enggak punya iman, hah?”

Kau tahu bahkan rasanya saat itu tulangku seperti dipatahkan. Sakit sekali melihatnya tak berdaya. Seharusnya sejak awal aku tak membiarkan masalah ini berlarut-larut. Aku benar-benar tak peduli penolakan Nada. 

Sambil berlari secepat yang aku bisa, aku membawa tubuhnya ke mobil, tanpa memedulikan Ibu dan Arnav yang melontarkan pertanyaan yang entah. Rasanya seperti dunia menjadi gelap seketika. Aku benar-benar takut kehilangannya.

“Ayah Arnav ikut!”

Anak laki-laki tidak tahu diri itu, bahkan berani menghalangi jalanku.

“Puas kamu melihat ibumu begini, hah! Minggir kamu!”

“Bunda enggak akan bisa duduk dengan benar.”

“Ya sudah, ayo!” ajakku.

“Kenapa sih? Kok ya lebay banget. Ada masalah apa sampai mau bunuh diri, kayak enggak punya agama aja kamu,” ucap Ibu.

Bahkan saat kamu sudah seperti ini, aku masih tak bisa tegas untuk menghentikan ibuku bicara semaunya sendiri.

“Sebaiknya ibu jaga kata-kata Ibu ke depannya.”

“Jadi menurutmu, ini semua salah ibu?”

“Sudahlah, aku harus segera bawa Nada ke rumah sakit.”

“Ibu ikut, Ibu enggak terima ya, kamu salahin Ibu. Orang ibu enggak pernah ngapa-ngapain istrimu. Enak aja.”

Tanpa mendengar persetujuanku lebih dahulu. Ibu langsung membuka pintu dan duduk di depan. Sementara Arnav, memangku Bundanya yang sudah berlumur darah di belakang.

Entah apa yang mereka bicarakan, bahkan dengan jarak yang begitu dekat. Aku tak bisa mendengarnya. Suara Nada terlalu lemah. Namun, yang jelas aku bisa melihat penyesalan di wajah putraku. Mana kala Nada masih saja berusaha mengusap wajahnya yang basah.

Sampai di rumah sakit, tubuh Nada langsung ditempatkan di ranjang dorong. Aku dan Arnav mengikutinya dengan sedikit tergesa-gesa. Bisa kulihat Arnav bahkan tak bisa lagi menahan air matanya.

“Capek,” lirih Nada yang nyaris tak terdengar, tepat ketika aku menggenggam lengan kirinya, sambil berusaha menyeimbangkan langkah kaki dengan perawat yang mendorong ranjangnya dengan begitu cepatnya.

“Jangan bicara apa pun, kamu harus selamat!”

“Aku enggak rela kamu berakhir dengan cara seperti ini, Demi Allah aku engak rela. Kamu menyia-nyiakan ibadahmu seumur hidup, hanya untuk hari ini.”

“Nav.”

“Iya Mah.”

Nada hanya tersenyum, ia bahkan tak melanjutkan kalimatnya. Matanya tertutup dan entah sampai kapan akan kembali terbuka.

Kami semua tidak diizinkan masuk ke ruangan, hanya bisa berdiri di luar dengan perasaan yang entah. Aku tak pernah merasa sehancur ini.

“Maafin aku, Yah. Andai Nav enggak nyakitin hati Bunda.”

“Tolong jangan bicara apa pun Nav. Pergi, temani Nenekmu.”

“Tapi, Yah. Arnav pengen di sini.”

“Nav tolong jangan terus menguji kesabaran kami, enggak puas kamu bikin Bundamu begini? Pergi, jangan bikin Ayah khilaf dan memukulmu lagi!”

Aku tidak pernah tahu apa yang ada dalam benaknya. Namun, haruskah kamu mengakhiri hidupmu. Aku tahu kamu  wanita yang rajin beribadah, kamu bahkan lebih dekat dengan-Nya dibandingkan aku. 

Kenapa tidak mencurahkan semua keluh kesahmu pada-Nya seperti biasa, kenapa Nada? Tahukah kamu, perbuatanmu membuatku takut?

Sepertinya waktu berjalan begitu lambat, malam ini. Aku masih larut dalam doa, sampai dokter laki-laki itu keluar dari ruangan dan mendekatiku dengan tatapan marah.

“Bagaimana keadaannya, Dok?”

“Istri Anda masih bisa diselamatkan, tetapi keadaannya masih kritis.”

Alhamdulillah.

Malam itu, rasanya duniaku kembali menemukan titik cahaya. Meski samar-samar. Setidkanya masih ada kesempatan bagiku. Sampai pertanyaan dari dokter itu seperti memukulku hingga kalah telak.

“Anda tidak tahu kalau pasien sedang hamil?”

Aku terdiam. Dari sinilah aku merasa, ini bukan lagi Nada. Ia menyembunyikan hal sebesar ini padaku.

“Sudah 16 minggu. Selama itu Anda tidak tahu? Anda masih beruntung, karena pasien ditangani tepat waktu, sehingga bayinya masih bisa selamat.”

Dokter itu menggeleng, lantas pergi setelah memberikan beberapa saran dan wejangan yang membuatku semakin merasa asing.

“Mungkinkah kita telah seasing itu, bahkan kamu tidak mau lagi membagi kebahagiaanmu padaku, atau kamu memang tidak ingin mengandung anakku? Kamu marah padaku? Tapi, bukankah dia yang ada di perutmu enggak salah apa pun. Kamu enggak berhak mencelakainya, Nada.”

Aku masih menatapnya yang kini terbaring lemah di ranjang. Sambil memperbaiki jilbabnya yang berantakan, aku memasukkan kembali anak-anak rambut Nada yang keluar. Lantas, memberikjan sentuhan lembut di keningnya. 

Malam itu aku bahkan terjaga semalaman. Memikirkan bagaimana aku harus mengatakan semua ini pada mertuaku. Jika, mereka tahu putrinya yang saliha ingin mengakhiri hidupnya. Aku tidak tahu akan semarah apa Abah padaku.

Menjelang matahari terbit, aku sudah membuka gorden. 

“Lihatlah, bukankah kamu selalu suka menikmati Arunika di waktu fajar. Ayo kita melihatnya dari lantai 12, pemandangannya menjadi sangat indah.”

Aku sudah seperti orang bodoh, terus mengajaknya bicara meski sejak semalam ia hanya menutup mata dan mulutnya.

Nada suka matahari, katanya ia merasa tenang saat menatapnya. Ia bersinar dan memberi warna pada kehidupan. Siang hari kita hanya perlu mendongak menatapnya, kata Nada itu seperti memberinya energi positif, meski terkadang mata kita akan merasa sakit karenanya. 

Namun, ketika fajar dan petang, kita hanya perlu menatap lurus. Menyaksikan ketika mentari itu terbit dan tenggelam ke peraduan. Itu indah dan menenangkan. 

“Aku selalu ingat kata-katamu Nada, jadi bisakah kamu membuka matamu sekarang? Aku butuh banyak penjelasan.”

Saat aku berbalik untuk kembali, Nada justru sudah membuka matanya. Ia hanya diam memperhatikanku. Nyaris tanpa ekspresi.

Alhamdulillah, kamu sadar. Kenapa wajahmu seperti itu? kecewa, karena masih diberi kesempatan hidup?”

Nada masih diam saja, tetapi sungguh cara dia menatapku seperti orang yang kehilangan keinginan untuk hidup. Hampa dan kosong.

“Kamu hamil, kenapa enggak bilang?”

“Aku enggak tahu.”

“Kamu hampir membunuh janinmu sendiri, enggak adakah kamu merasa bersalah.”

Nada diam lagi.

“Sudahlah lupakan saja, tapi bisakah kamu berikan penjelasan. Aku pikir hubungan kita baik-baik saja.”

“Aku enggak ingin menjelaskan apa pun.”

“Sudah sejauh ini, Nada dan kamu masih enggak mau menjelaskan apa pun.”

“Kenapa kamu membiarkan aku hidup?”

“Kamu tahu aku sangat mencintaimu, apa kamu tidak bisa melihat hal itu? bukankah kamu bilang, enggak peduli sekeras apa pun keluargamu menantangku? Asalkan aku memperlakukanmu dengan baik, kita akan tetap sama-sama, lalu kenapa kamu berubah pikiran secepat ini?”

Nada tak menjawab, melainkan hanya tersenyum tipis. Namun, aku merasa saat ini dia bukan sedang tersenyum, tetapi tengah menertawakanku.

Hening kembali tercipta sampai, ponselku berdering, itu adalah panggilan dari Ibu.

[Ya, Bu. Ada apa?]

[Arnav dibawa polisi Zayn, Hiks. Ibu harus bagaimana?]

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Ada apa dengan nada sampai nekat bunuh diri
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Redupnya Kecantikan Istriku Akibat Ulah Ibuku   Bab 57

    Tak pernah terbayangkan aku akan sesakit ini mendengar kabar pernikahan Nada dengan Ali yang disampaikan langsung oleh Arnav. Putraku tak lagi menentang hubungan mereka. Aku tidak tahu, kapan tepatnya anak it berubah pikiran. Padahal, jelas saat ia datang untuk membantu acara tahlilan ibu, aku melihatnya begitu antusias menjodohkanku kembali dengan Bundanya.Bagaimana bisa ia berubah secepat itu?Ia bahkan mengatakan padaku, jika akan jadi pengantar pengantin, kala Bundanya menikah. Bahkan, yang lebih menyakitkan adalah ia mengatakan itu semua dengan bangga.Aku yang menghidupinya selama ini. Kenapa ia malah lebih percaya pada orang lain yang justru baru ia kenal.Sejujurnya aku masih tak percaya jika Nada benar-benar menikah. Jadi, hari di mana akadnya dilangsungkan aku mendatangi hotel tersebut. Sayangnya tak sembarangan orang bisa masuk ke acara pernikahannya. Penjagaannya cukup ketat. Aku bahkan harus check in hanya untuk mendapatkan in

  • Redupnya Kecantikan Istriku Akibat Ulah Ibuku   Bab 56

    “Aku mengizinkannya Al, lakukan saja!”“Terima kasih Nad. Kalau, kamu masih bingung mau pilih yang mana. Besok staff yang menjual perhiasannya akan datang ke rumahmu. Pilih saja yang kamu suka.”“Bagaimana kalau seleraku enggak sesuai sama kamu?”“Aku yakin pilihanmu pasti yang terbaik.”“Baiklah. Aku akan pilih yang termurah kalau begitu.”“Nad, yang benar saja. Aku akan meminta staff untuk enggak mencantumkan harganya.”Aku sampai dibuat terkekeh dengan kepanikan Ali. Ada apa dengannya, padahal aku hanya bercanda.“Kenapa malah ketawa? Aku serius juga.”“Uangmu pasti banyak sekali Al, sampai-sampai membuangnya dengan begitu mudah.”“Siapa juga yang sedang membuang uang, jelas-jelas aku sedang membelikanmu mahar. Apa kamu akan membuang mahar setelah akad berlangsung? Enggak mungkin ‘kan.”

  • Redupnya Kecantikan Istriku Akibat Ulah Ibuku   Bab 55

    Ali hanya tersenyum saja. Namun, aku bisa melihat ekspresi kelegaan di wajah Abah dan Ilyas.Ya Allah, jika Engkau berkenan menyatukan kami dalam ikatan suci pernikahan. Maka, jadikanlah pernikahan itu sebagai jalan untuk mencapai ridho-Mu.Setelah mendapatkan jawabannya Ali memilih untuk berpamitan.“Besok Ali ke sininya habis dzuhur, ya Bah.”“Oh, baik kami tunggu kedatangan Nak Ali dan keluarga.”Ali mengangguk lagi, sesekali ia tampak melirik padaku.“Kayaknya ada yang mau ngeduluin nih!” sindir Ilyas, begitu Ali sudah meninggalkan rumah dengan kendaraan roda empatnya.“Aku sekali aja belum, Mbak udah mau dua kali aja!” ucap Ali.“Apaan sih kamu, Dek!”“Enggak boleh ngomong gitu, Yas! Memangnya ada yang mau pernikahannya gagal!” ucap Abah.Memang Ilyas ini keterlaluan. Merusak mood saja. Dia pikir enak berpisah, setelah bertahun-tahun menj

  • Redupnya Kecantikan Istriku Akibat Ulah Ibuku   Bab 54

    “Kamu tahu enggak sih yang kamu bicarain ini apa? Sudahlah Nav,Bunda enggak akan nikah kok. Asalkan kamu di samping Bunda, semua itu udah lebih dari cukup kok. Lagi pula sekarang Bunda sudah punya pekerjaan yang bisa diandalkan. Jadi, seenggaknya kalau suatu hari ayahmu berhenti memberikan uang untuk biaya Pendidikan kamu, kita sudah ada penghasilan lain.”“Nav serius, enggak apa kalau sekarang juga Bunda mau nikah sama Om Ali. Nav enggak akan menghalanginya lagi. Kalian tuh saling mencintai, tetapi Nav malah terus aja mencegah kalian Bersatu. Lagi pula Nav juga kayaknya butuh teman main, kayak Yusuf.”“Nav….”“Bun, sudah cukup Bunda nahan kesedihan sendirian. Nav pengen banget lihat Bunda ketawa terus kayak tadi, mungkin aja Om Alilah jawaban doa-doa Nav selama ini. Nav ‘kan juga minta supaya Bunda bahagia, tetapi Nav malah keliru dengan mendoakan supaya rujuk sama Ayah. Padahal, yang membuat Bunda ba

  • Redupnya Kecantikan Istriku Akibat Ulah Ibuku   Bab 53

    “Enggak begitu kok, Sayang.”“Sekarang Nav, ngerti bedanya Om Ali sama Ayah.”“Sayang, kalau kamu enggak suka Bunda dekat samam Om Ali, lain kali Bunda akan jaga jarak. Oke? Cuma tadi itu kebetulan mobil pick up Bunda rusak. Om Ali cuma nawarin bantuan, ya udah makanya kami tadi di jalanan. Jangan salah paham dulu!”“Nav enggak tahu, kenapa hubungan orang dewasa seribet ini?”“Enggak ribet kok, nanti kalau Nav dewasa, juga pasti ngerti.”“Nav enggak mau nikah Bun, kalau ujungnya cerai.”“Enggak ada pasangan yang mau pernikahannya gagal di tengah jalan Nak, andai saja mengembalikan kepercayaan itu mudah. Bunda pasti sudah melakukannya buat kamu?”“Memangnya apa yang bikin Bunda sampai enggak mau balikkan sama Ayah? Bukannya aku sudah jelasin semuanya.”“Bunda takut kalau suatu hari sakit dan enggak bisa ngapa-ngapain kayak kemar

  • Redupnya Kecantikan Istriku Akibat Ulah Ibuku   Bab 52

    “Jagung bakarnya datang!” ucap Zayn dengan sekantong besar di tangannya.“Zayn, aku ngantuk.”Saat itu Zayn dan Arnav yang tengah larut dalam tawa mendadak menatapku dengan aneh.“Kok ngantuk sih Bun, kita baru aja kumpul.”“Hari ini Bunda lagi kurang sehat, apa lagi besok harus kembali ke kota jadi enggak apa-apa ya, Bunda tidur duluan?”“Yah, enggak seru banget sih Bun?”Sata tu aku bisa melihat keduanya tampak kecewa. Namun, aku juga tak bisa membohongi perasaanku. Aku membenci Zayn. Meski, kini seseorang menjelaskan jika semua murni karena rasa terima kasih.Aku yang menyaksikan sendiri bagaimana ketika Zayn menatap Ochi dengan pandangan yang sama saat menatapku. Bagaimana ia bahkan tak membiarkan pria wanita itu pulang sendirian.Aku hanya tak sanggup membayangkan hari-hari selama aku tak ada di sampingya. Mungkin saja keduanya sering kali menghabiskan waktu denga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status