Raja iblis Kuwara menerima laporan dari Reksi tentang kedatangan salah satu pecahan arwah Dewi Hara yang membabi buta membunuh para bangsawan. “Bukankan Hara dewi kebaikan? Kenapa ada satu pecahannya yang bertindak bar-bar?” tanya Kuwara. “Sepertinya arwah Dewi Hara tidak semuanya baik, Tuanku. Pecahan yang pertama saja menjabat sebagai pembasmi bajak laut.” Maksud Reksi yaitu Adara si arwah pertama dengan kulit cokelat dan mata hijau lumut. “Hmm, ini sangat menarik, dan ketika mereka menyatu, berarti Hara bukanlah dewi kebaikan lagi. Melainkan dewi yang penuh nafsu dan ambisi karena pernah hidup sebagai manusaia.” Kuwara memberi makan burung jelmaan Dewi Anjasmara. “Apakah mereka benar akan menyatu, Tuanku?” tanya Reksi. “Oh, pertanyaanmu sangat cerdas sekali. Secara tak langsung kau ingin aku mengunjungi arwah bar-bar itu dan mencari tahu. Saran yang baik, Reksi, kau memang anjing yang penurut.” Raja Iblis Kuwara memutuskan turun dan melakukan kunjungan dadakan. Ia penasaran Ni
Kuwara berubah menjadi seekor serigala ketika sampai di hutan tempat Lira dan Nira tinggal. Begitu juga dengan Reksi yang mengubah wujud menjadi sosok anjing ganas. Dua binatang itu mulai berlarian. Pepohonan dibuat tumbang, akar pohon terangkat, dan tanah bergetar serasa gempa bumi ketika dua binatang buas itu menghantam semua yang ada di depannya. Lalu sampailah mereka semua di hadapan mantan penjaga gerbang neraka. Nira mengeluarkan pedang dengan kobaran api neraka, dan Reksi berlarian mencari Lira yang mencoba kabur. Wanita bermata merah itu mengempas api dari pedangnya berkali-kali. Kuawara menangkis dengan tangan kekar dan berbulu hitam kasar. Terasa panas walau Kuwara berasal dari klan iblis. “Enyahlah kau dari hadapanku.” Nira turun dan menantang sang raja iblis secara langsung. Sesaat Kuwara terpana ketika cadar yang menutupi wajah Nira terlepas. Wajah yang amat dia dambakan. Dewi Hara. Tapi sayangnya yang dihadapan Kuwara kini seseorang yang mudah mengobarkan api. Nira
Dewa Rama terbang turun ke bumi memenuhi panggilan Rogu dan Dewa Arsa. Lelaki berambut putih itu menoleh ke belakang dan tak kaget ketika diikuti oleh Dewa Jayamurcita dan pasukan langit. Penjaga gerbang mempercepat terbang dan Dewa Rama sengaja melambatkan diri. “Atas perintah Mahadewi?” tanya Dewa Rama santai saja. “Benar, sebaiknya kau ikut denganku Dewa Rama.” Jayamurcita jadi serba salah. “Kalau aku tidak mau?” “Terpaksa ak—” “Melawanku? Sudah sempurna ilmumu anak muda?” Dewa Rama malas sekali berbasa-basi. “Dewa Rama, maaf tapi aku tidak punya pilihan lain.” Jayamurcita terpaksa menaikkan tombaknya. Namun, tiba-tiba saja lelaki berambut putih itu menghilang tanpa peringatan. Jayamurcita mencari tapi tidak juga ketemu. Langit begitu luas tapi tanpa penopang dan di manakah dia bersembunyi? Dewa Rama hanya geleng-geleng kepala melihat begitu patuhnya Jayamurcita pada Senandika yang ternyata palsu. Lelaki itu terus saja terbang turun dan mulai terlihat Dewa Arsa beserta romb
“Istri-istriku, akhirnya kalian datang juga.” Arsa membuka lebar tangannya dan berharap mendapat sambutan. Tapi yang ia terima hanya angin dan butiran pasir saja.“Cih, kau tahu sendiri akibatnya mengumpulkan banyak perempuan di satu tempat. Makanlan itu penjelasan, weeek!” Nira sudah habis selera mengejar Arsa. Sisanya ia serahkan pada empat arwah yang lain saja. “Nira, Nira, tolong jangan, tolong bantu aku jelaskan pada mereka semua.” Arsa menahan tangan pecahan arwah ketiga Hara. “Malas!” Mantan penjaga neraka itu berlalu meninggalkan sang dewa perang. “Matilah aku. Semoga mereka bisa menerima dengan berlapang dada, ya, mau bagaimana, bukan aku yang mau mereka terpecah belah.” Arsa menghampiri empat pecahan arwah lain yang masih membeku. Paling kaget memang dengan Samara. Dokter bedah itu membawa bayi laki-laki, padahal anak dari Lira saja sudah membuat sang dewa jadi bingung. “Aku harus menghampiri yang mana satu?” Arsa terhenti di tengah jalan. Tidak demikian dengan si pembe
“Lihat, Dewa Arsa dan Dewi Hara, mereka sudah datang. Ayo cepat kita semua bersiap menyambutnya.” Para dewa dan dewi kecil yang menghuni aula biru berkerumun ketika langkah sepasang suami istri mulai terlihat. Kediaman itu sudah mulai dibersihkan atas perintah dari Dewi Ambaramurni. Dewi bunga memang tulus mencintai Arsa meski sering mengambil tindakan konyol hingga membuat Arsa benci padanya. Bahkan bunga peony yang ditanam oleh Arsa dan Hara dulu ia rawat lagi hingga hidup dan terus berbunga. Lalu ia dapat apa? Tidak ada yang tahu. Belum tentu juga Hara mau menerimanya sebagai selir. “Tapi kenapa Dewi Hara jadi berubah? Bukankah dulu rambutnya lurus dan indah? Sekarang kenapa jadi bergelombang aneh begitu?” bisik salah satu dewi. Yang lain juga mulai memperhatikan. “Lihat juga matanya. Bukankah dulu mata Dewi Hara cokelat jernih, sekarang … ehm aku tidak salah lihat, kan?” Dewi kecil itu sampai mengucek matanya sendiri. “Tidak, kau tak salah lihat. Mata Dewi Hara sebelah kuning
“Bantu aku bersiap. Aku harus cantik dan wangi malam ini agar bisa memikat Dewa Arsa.” Perintah Dewi Ambar pada Ratri. Dewi pelayan itu diam sejenak. “Apa yang kau tunggu?” lanjut dewi bunga. “Ehm, maafkan hamba, Dewi Bunga. Sebagai selir paling rendah sebenarnya kau tidak ada bedanya dengan para pelayan. Kau tidak mendapatkan pelayan untuk mengurus kebutuhanmu. Jadi, hamba undur diri dulu. Hanya sampai di sini saja hamba melayani Dewi Bunga.” Sebelum kena marah, Ratri segera menutup pintu kamar. Semua di langit juga tahu kalau Dewi Ambar itu memang cantik tapi cepat marah. “Dasar pelayan rendahan. Hanya karena aku selir paling rendah kau pikir bisa seperti itu padaku. Baik, akan aku adukan pada bibiku sampai kau dihukum mati. Hara sekali pun tidak akan bisa menolong.” Dewi Ambar kesal, lalu ia menarik napas sejenak. “Baiklah malam ini aku akan menyambut Dewa Arsa dalam pelukanku. Aku akan mengurus diriku sendiri. Dibantu atau tidak oleh para pelayan semua juga tahu kalau aku paling
Bagian 1 Dewa ArsaKerajaan langit sedang berbahagia, lantaran seorang dewa perang yang sudah berusia ribuan tahun baru saja kembali membawa kemenangan setelah menutup portal iblis. Portal di mana musuh abadi senantiasa mengintai dan bisa melepaskan ancaman kapan saja. “Hara ...! Hara ...!” Lelaki yang masih menggunakan zirah perang itu memanggil nama seseorang sembari tersenyum lebar.Dewa perang bernama Putra Bawika Arsa masuk ke dalam kediamannya—aula biru di kerajaan langit. Para dewa dan dewi yang menjaga memberikan hormat kepadanya. Namun, sudah berkali-kali Arsa memanggil istrinya, Hara tak jua datang. Para dewa-dewi hanya saling melirik satu sama lain sehingga menyebabkan Arsa menjadi heran.“Katakan! Di mana gerangan istriku berada sekarang?” tanya Arsa yang tak sabaran. Hampir sepuluh tahun ia meninggalkan aula biru demi menutup portal iblis. Tentu saja Arsa sangat merindui sang istri, Hara—Dewi kebaikan yang senantiasa memberikan pengaruh positif padanya. “Kalian tidak
Bagian 2 Penjara Petir “Turun! Kita selesaikan baik-baik! Tak sadarkah kalian bisa membuat raja dan ratu marah?” tanya Dewi Bunga Ambaramurni. Arsa dan Jayamurcita turun dan menapaki kaki di kerajaan langit. “Ikut aku Dewa Arsa, kalau begini terus aku khawatir hukuman mati atas istrimu bisa jauh lebih cepat.” Jayamurcita mengingatkan. “Atas dasar apa kalian menangkap istriku. Dia itu dewi kebaikan, tidak mungkin berbuat yang tidak baik.” “Kanda Arsa, lebih baik ikuti saja dulu Jayamurcita. Aku yakin semua bisa dijelaskan.” Ambaramurni ingin membersihkan luka di pelipis Arsa, tapi dewa perang itu menolak. “Baik, aku akan ikut, tapi kalau sampai sesatu terjadi pada istriku, kerajaan langit ini akan aku obrak-abrik sampai hancur berantakan.” Dewa Perang Arsa menyimpan pedangnya. Ia ikut dengan Jayamurcita, tapi tak mau tangannya diikat. Dewa perang itu pergi dengan penuh wibawa diikuti oleh dewa dan dewi dibawah naungannya. Ambaramurni hanya bisa memandang saja, dewi bunga itu pun