Share

#2 Halo

Pukul sebelas pagi, suara telephone masuk membangunkan Diana dari tidurnya. Rencananya untuk terbangun jam dua belas siang gagal. Momen cuti yang ia dapatkan hanya tujuh hari dalam tiga bulan sangatlah berharga baginya untuk membayar jam tidurnya yang selalu berantakan saat on site, hancurlah di hari pertama.

“Woooyyyy, Princess Diana udah bangun belum looooo” suara teriakan khas dari sahabatnya mau tak mau membuatnya membuka mata.

“Jangan lupa janji kita sore ini ya. Jam 15.00 gue jemput. Inget Diana. JANGAN LUPA” Renata masih saja berteriak dari ujung telephone.

“Baik tuan putri.” Jawab Diana sambil menutup telephonenya dan kembali memejamkan mata. Ia mengingat Kembali janji apa yang dibuatnya dengan Renata.

Renata Alierfan, sahabat Diana yang lebih tua tiga tahun darinya. Dari hobi Diana bermain basket, bertemulah mereka di sebuah perlombaan antar sekolah, dimana Diana mewakili SMPnya dan Renata menjadi asisten pelatihnya waktu itu. Kalau dulu Diana tidak salah mengambil sepatu yang ternyata milik Renata sampai akhirnya diteriaki maling, mungkin keduanya tidak bersahabat seperti sekarang.

“Selamat siang princess, jemputan sudah di depan.”

Pesan dari Renata yang sudah menunggu di depan rumah.

“Ga usah turun Naa, Cuma Mbok Asih di rumah” teriak Diana dari dalam rumah.

“Mbok Asih aku keluar sama Renata ya. Hati – hati di rumah jangan lupa kunci pintu” Diana berlari menghampiri mobil Renata.

Di tengah perjalanan, Diana teringat akan janjinya bertemu dengan Setya di acara Pekan Arsitek sore ini. Bergegas ia mengambil handphonenya dan mengecek pesan dari Setya. Jam 17.00 nanti mereka akan bertemu setelah berbincang banyak hal melalui chat.

“Ga papa nih Na, gue anak sipil ke acaranya anak arsi?” tanya Diana.

“Santai kali Di. Buat umum juga kok acaranya.” Sahut Renata masih melajukan mobilnya.

“Ntar gue ketemu sama kenalan gue ya Na di sana. Eh elu kenal Setya ga? Dia adik tingkat lo deh harusnya.” Tanya Diana.

Renata mencoba mengingat orang – orang yang dikenalnya yang bernama Setya. Namun nama itu terlalu umum bagi warga Jawa Tengah dan sekitarnya.

“Gila lu ah, nama Setya banyak banget di sini. Bisa ketemu minggu depan kalo gue cari dari sekarang. Nanti kita liet aja deh pas ketemu.” Sahut Renata. “Pacar baru nih ceritanya?” lanjutnya lagi.

“Bukan. Baru mau ketemu sore ini.”

Renata memarkirkan mobilnya di parkiran sekolah menghindari macetnya Jalan Pandanaran ketika weekend ditambah ada event di Lawang Sewu.

“Gila lu Na, jauh banget ini jalannya. Belom nyampe udah keringetan.” Ucap Diana kesal mengikuti Renata berjalan ke arah Lawang Sewu.

Lawang Sewu sore ini ramai sekali, Pekan Arsitek tahun ini selain melibatkan beberapa kampus besar di Jawa Tengah, acara ini diramaikan dengan pentas musik jazz, kesukaan Diana.

Usai mengisi daftar hadir dan mendapatkan “stempel” di tangannya, Diana melihat ke sekitar. Mencari wajah orang – orang yang mungkin ia kenal.

“Udah, kagak ada yang elu kenal pasti. Kita gabung bareng temen – temen gue di lantai dua yuk” tiba – tiba Renata menarik tangan Diana menuju ke lantai dua.

Karena mereka bersahabat sejak lama, teman – teman nongkrong Renata sudah mengenal Diana dengan baik, begitu sebaliknya. Di Pekan Arsitek ini, teman seangkatan Renata mendapatkan tugas membuka stand di ujung timur lantai dua, memamerkan karya – karya bangunan era tahun 1900 – an.

“Woyyy, Renata sama adeknya nyampe juga nih” teriak teman – teman Renata.

Usai bertegur sapa seperlunya, Diana berjalan ke balkon yang menghadap ke tengah Lawang Sewu, panggung music jazz tepat berada di bawah pohon beringin. Lagu ‘Said I Love You But I Lied’ dari Michael Bolton dimainkan dengan apik di sana. Tak lama handphonenya bergetar. Ada sebuah telephone masuk.

“Diana, ini Setya. Kamu dimana?”

Diana masih terdiam, pikirannya terbagi antara mendengarkan musik dan mendengarkan suara yang masih asing dari handphonenya.

“Oh iya, ini aku di lantai dua mas, di stand Angkatan 2009.” Jawab Diana.

“oke ini aku di pintu masuk. Aku kesana ya”

Jawaban dari Setya yang mengatakan akan menuju ke tempat Diana membuat pikirannya tidak karuan. Bertemu orang asing untuk pertama kalinya adalah hal yang tisdak biasa baginya. Apa gue mesti lari nih sekarang? Sembunyi aja kali ya? Apa mesti cuek aja nih? Berbagai macam pertanyaan di kepala Diana.

Dari ujung lorong tangga sepuluh meter dari tempatnya berdiri saat ini, Diana meliat sosok tinggi kira – kira 175 sentimeter, berpenampilan santai namun rapi. Sosok tersebut berhenti sejenak bersalaman dengan orang yang tidak Diana kenal, lalu berjalan lagi menuju Diana.

Diana terpaku melihat sosok itu. Mirip yang di photonya mas Raka, tapi kok ga keliatan tua ya? Ga mungkin ini ah, ga chubby yang ini. Diana masih berpikir dalam hatinya.

Sosok itu nampak sedang melihat handphonenya dan kembali berjalan, tanpa Diana sadari handphonenya bergetar.

Saat Diana mengangkat telephone, sosok tersebut melihat dan tersenyum padanya.

“Nah, bener kan itu kamu” suara dari telephone makin membuat Diana deg – degan.

Ingin rasanya Diana beranjak dari tempatnya berdiri saat ini, namun kakinya seperti tidak menghiraukan.

“Halo Diana, Aku Setya. Adhimas Setyanegara, teman kuliahnya Raka” sosok itu kini berdiri di hadapan Diana dan mengulurkan tangannya.

Tangan Diana masih memegang handphone di telinganya. Diana tepaku melihat Setya. Tiga detik kemudian ia tersadar dan menjabat tangan Setya.

“Halo juga mas, aku Diana, teman kerjanya mas Raka”

Diana masih terpaku menatap Setya yang berdiri di hadapannya. Keduanya terlihat kikuk.

“Di, gue sama temen – temen mau ke pamerannya dosen nih di bawah. Lu mau ikut apa gimana?” renata menepuk bahu Diana dari belakang “Eh, ada siapa ini?”

Renata memandangi Diana dan Setya yang terlihat kikuk satu sama lain.

“Gue ke bawah dulu deh kalo gitu ya Di. Nanti berkabar aja ya, gue udah ditungguin.” Lanjut Renata lagi.

“Oke deh Na. nanti kabar – kabar ya.”

Renata berlalu dan kini tinggal Diana dan Setya di tengah keramaian. Bingung. Diana tidak tahu harus berbuat apa. “Jalan keliling aja yuk mas” Diana akhirnya memecah keheningan.

“Di, gue mau lanjut nongkrong nih sama anak – anak. Lu mau ngikut apa gimana ni?” renata menelepon Diana yang masih berkeliling.

“Yaudah duluan aja Na. gue mo nyamperin sepupu gue juga abis ini. Ntar gue order ojek online aja”

Setelah Lelah berkeliling dan menceritakan kehidupan masing – masing secara singkat, Diana berniat memesan ojek online menuju ke coffe shop sepupunya tapi handphonenya terlanjur mati setelah menerima telepon tadi. Akhirnya Diana minta tolong ke Setya untuk dipesankan lewat handphonenya.

“Kamu ke Tembalang kan Di? Bareng aku sekalian aja, kan kita searah”

“Aku mau ke tempat sepupuku mas di Banyumanik. Kejauhan kamunya. Tapi ya ayok aja sih kalo kamu maksa”

Akhirnya mereka berdua tertawa menuju ke parkiran belakang Lawang Sewu. Sepanjang perjalanan, Setya banyak bercerita tentang hari – harinya. Diana hanya melihat keluar jendela dan sesekali mengangguk.

“Makasih ya mas udah dianterin. Hati – hati di jalan ya”

“sama – sama Di. Kamu balik ke Kediri lagi kapan?” tanya Setya sebelum Diana menutup pintu.

“Eh, kenapa mas?” Tanya Diana sebelum meninggalkan parkiran. Tetapi Setya hanya tersenyum dan berlalu membuat Diana sedikit bingung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status