Share

#5 Tanya

Sejak pertemuannya dengan Setya sore itu, kini Diana mulai perlahan bisa membuka hatinya untuk Setya. Dia mulai terbiasa mendengarkan cerita – cerita Setya setiap harinya sepulang kerja. Setya tak henti membuat Diana tertawa akan hal – hal konyol yang dilalui sehari – hari ataupun ikut merasakan cerita – cerita sedih tentang beberapa job nya yang akhir – akhir ini sepi. Kini Diana mulai mencari – cari Setya jika sehari tak ada kabar darinya.

Di tengah kesibukan akhir bulan membuat laporan pekerjaan, Diana mendapatkan pesan yang cukup mengejutkan dari Setya.

“Di, awal bulan aku ke Makassar Di. Ninggalin kerjaan disini.”

“Bakal ga balik untuk waktu yang lama kayaknya”

Dua pesan itu membuat Diana cukup terkejut dan menghentikan pekerjaannya sejenak.

“Mendadak banget mas. Berapa lama?”

“Nanti malem aja ya aku cerita Di. Bingung banget. I need your advice

Setya mengakhiri chat sore itu meninggalkan Diana dengan penuh tanda tanya. Sepetinya sesuatu yang besar sedang terjadi di hidup Setya. Banyak pertanyaan di pikiran Diana, namun ia memilih untuk menyimpannya hingga malam nanti.

Setibanya di kamar kos, Diana mengecek handphonenya namun masih belum ada kabar lebih lanjut dari Setya. Pukul sepuluh malam, akhirnya Diana memutuskan untuk menelepon Setya terlebih dahulu. Sekali lagi, tidak ada respon dari Setya.

Menjelang tengah malam, barulah handphone Diana berdering. Nama Setya terlihat di layar.

“Halo mas Setya temen kuliahnya mas Raka.”

Diana masih saja menyapa Setya seperti pertama mereka kenal dulu.

“Ah kamu Di, belum bosen sama password itu” jawab suara dari seberang terdengar sangat berat.

“Di, aku disuruh Mama ikut proyeknya Pak Agung mertuanya Abang di Makassar.”

“Bagus dong, ada kesempatan buat belajar mas” jawab Diana.

“Masalahnya Di..” Setya terdiam sejenak. “Aku kan belum pernah kerja di proyek konstruksi. Aku ga tau harus ngapain”

Diana mendengarkan Setya dengan seksama, takut kalau salah menangkap maksudnya.

“Di perusahaan apa mas?”

“PT Pembangunan Bersama Tbk., Di.”

“Apa yang bikin kamu ragu mas? Aku liet ini kesempatan bagus buat karirmu kedepannya” Diana masih belum mengetahui apa yang menyebabkan keraguan Setya.

Kemudian Setya bercerita bahwa ini kali pertamanya meninggalkan rumah sejak lulus kuliah. Ia belum pernah bekerja di perusahaan, sejauh ini hanya part time di perusahaan ayahnya. Dan Setya sedang berada di zona nyamannya membangun bisnisnya sendiri. Namun dari sudut pandang mamanya, bisnis Setya masih belum berkembang sejak dua tahun lalu. Mamanya ingin Setya belajar di perusahaan besar, agar di kemudian hari saat Setya benar – benar siap dengan dunia bisnis, Setya sudah matang dan bisa terjun secara total.

“Bagus sih mas saran dari Mama – mu. Aku masih penasaran, sebenernya apa sih yang nge – ganjel? Kenapa kamu ragu?”

Setya menceritakan keraguannya akan lingkungan kerjanya nanti, tentang kebiasaannya mengkoordinir orang lain bukan menerima perintah, dan hal – hal lainnya yang menurut Diana masih wajar terjadi di dunia konstruksi ini.

“Jadi itu yang kamu khawatirin mas?”

“Iya.” Hanya jawaban singkat Setya yang Diana dengar.

“Udah mas, jangan overthinking. Jalani aja dulu for your good sake. Ga ada salahnya kan belajar di manapun itu. Perusahaan itu juga besar, dia fokus di pembangunan gedung yang pastinya bakalan bagus buat kamu nanti.” Hati – hati Diana mencoba memberikan masukan.

“Ada lagi ga Di? Aku bener – bener butuh masukan” suara Setya masih terdengar berat.

“Hmmm, mungkin dengan merantau kamu bisa belajar tentang karekter orang – orang di dunia kerja juga sih mas. Buat lebih jelasnya harus kamu hadapi sendiri, ga semua yang kamu lihat dari seseorang itu sama kayak aslinya mereka. Banyak banget sih sebenernya mas. Tapi dua itu jadi faktor aku sendiri berani kerja jauh dari rumah.” Diana menambahkan lagi

“Yang pasti, keinginanku buat belajar jauh lebih besar dari semuanya mas.” Tutup Diana mantap.

“Gitu ya Di?”

“Iya mas. Nah, abis itu balik lagi ke kamu. Kamu berani buat keluar dari zona nyamanmu dan cari pengalaman apa mau di zona nyaman aja?”

Setya terdiam cukup lama sebelum akhirnya melanjutkan pembicaraannya lagi.

“Tapi masih ada satu hal yang yang bikin aku paling berat ninggalin Semarang buat saat ini Di?”

“Okey. Kalo kamu mau cerita, aku disini dengerin kok mas.”

“Saat ini aku lagi deket sama seseorang Di”

Duaaarrrrrr. Bagaikan petir di siang bolong Diana mendengar ucapan Setya. ‘Tuh bener kan Diana. You’re not the only one’. Sesak rasanya. Tapi Diana masih tetap mendengarkan Setya.

“Berat buat aku ninggalin dia sekarang. Kita udah deket. Rencanaku bulan depan mau bikn surprise nyamperin dia buat nyatain perasaanku ke dia.”

Diana masih terdiam mendengarkan.

“Di? Kok diem?” Setya memastikan Diana.

“Iya mas lanjut” jawab Diana singkat.

“Nah itu Di, cewek ini tuh susah banget buat dideketin. Lama lah ini aku pendekatannya sampai akhirnya dia nge – respon. Aku ga mau kehilangan dia kalo aku jauh Di. Menurut kamu gimana?”

Diana terdiam. Dadanya masih sesak memikirkan ternyata dia bukan satu – satunya perempuan yang sedang dekat dengan Setya. Matanya mulai berkaca – kaca. Pelan – pelan Diana pun menjawab pertanyaan dari Setya.

“Kalau kamu udah seratus persen yakin sama dia, saranku nyatain aja mas. Kalau kalian saling sayang, menurutku jarak bukan masalah sih. Kan tiga bulan sekali masih bisa kamu samperin mbaknya”

“Gitu ya?”

“Iya mas. Kamu milih mbaknya ini buat pacaran serius kan? Bukan buat main – main mengisi kekosongan aja?”

“Iya dong Di. Udah 27 tahun gini masa aku masih mau main – main lagi. Udah lewat masa itu”

“Baguslah mas. Cuss aku dukung kamu sejuta persen buat nyatain ke si mbak”

Tak terasa air mata Diana menetes perlahan. ‘Jika dia memang bukan untuku. Temukanlah aku dengan yang lebih baik, Tuhan’ ucap Diana dalam hati menahan kecewanya.

“Oke deh Di kalo gitu.”

Kini Diana dan Setya sama – sama terdiam cukup lama.

“Boleh aku ganti ke video call sebelum tanya satu pertanyaan lagi Di?”

“Boleh dong mas.” jawab Diana buru – buru menyeka air matanya dan mencoba tersenyum  sebelum berganti ke panggilan video.

“Liet aku dong Di” lanjut Setya. Terlihat ia sedang duduk serius di meja kerjanya. “Penting nih”

“Iya mas. Monggo dilanjut.” Akhirnya mau tidak mau Diana melihat ke arah kamera.

“Jadi, kamu mau ngga Di?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status