Share

#4 Sore

“Adek belum berangkat ke proyek baru kan hari ini? Nanti siang tolong antar Ibu ke Salatiga ya. Mau kirim titipan barang buat Pakdhe.” Ibu membangunkan Diana pagi sebelum berangkat ke kantor.

“Masih pagi banget Bu, masih ngantuk” Diana menjawab ogah – ogahan ajakan Ibunya.

“Nanti siang sepulang kerja, Dek. Engga sekarang. Itu sarapan dimakan ya, nanti sebelum pulang Ibu telepon kamu.” Lanjut Ibu memandangi anaknya yang terlihat malas membuka mata. “Ibu sampai rumah harus udah siap ya.”

Ketika Ibu berangkat, Diana masih berbaring di kasurnya. Sudah tiga hari ia hanya makan – tidur – makan lagi – tidur lagi tanpa keluar dari rumah.

Ketika ia benar – benar beranjak tempat tidurnya, ia melihat jam sudah menunjukkan pukul satu siang, sudah ada dua missed calls dari Ibu. Bergegas Diana meraih handuk dan berlari ke kamar mandi. Terbayang omelan Ibu kalau sampai Diana belum siap Ketika Ibu sampai di rumah.

Benar saja, ketika ia selesai mandi, Ibu sudah duduk di ruang tengah menatap anaknya sambil menggelengkan kepala. Diana buru – buru bergegas ke kamarnya sebelum Ibunya selesai berganti pakaian dan memasukkan barang titipan buat Pakdhe ke mobil. Kalau tidak, benar – benar omelan Ibu akan didapatnya sepanjang perjalanan.

“Berangkatnya jadinya hari apa Dek?”

“Hari Senin besok Bu. Disuruh langsung ke proyeknya. Tapi Adek kayaknya minggu berangkatnya. Sekalian liet kosnya juga.” Jawab Diana.

“Terus pacarmu siapa sekarang?”

Pertanyaan Ibu membuat Diana terlambat mengerem di lampu merah. Pertanyaan yang selalu beliau tanyakan tiap tahu anaknya putus cinta.

“Ah apaan sih Bu. Belum ada ini, jomblo anaknya” cemberut, Diana masih saja kesal tiap Ibu menanyakan hal itu.

Ibu tertawa kecil melihat tingkah anak bungsunya. “Ya kalau udah ada sini kenalin ke Ibu. Orang sini aja kalau bisa Dik, biar ga jauh mudiknya.” Ibu masih meneruskan kalimatnya.

“Ibuuuu.. ampun Bu” kali ini Diana menggelengkan kepala melanjutkan perjalannya.

“Pulangnya lewat kopeng ya, Bu. Adek mau lihat lokasi proyeknya sekalian. Boleh kan?”

“Boleh dong. Cuma satu jam kan dari rumah Pakdhe” jawab Ibu.

---

Sore itu Diana tengah duduk sendiri di coffee shop milik Andra, sepupunya.

“Ntar kalo udah santai gue temenin ya Di. Ini lagi rame banget” ucap Andra menaruh segelas es long black Americano di meja Diana.

“Lanjut aja mas, gue mau ketemu temen juga kok ini.”

Tempat duduk di ujung sebelah taman ini selalu dikosongkan tiap Diana mengabari akan mampir sekedar untuk melamun ataupun mengerjakan sesuatu. Tempat yang nyaman dan kopi yang enak, tak heran coffee shop ini selalu ramai apalagi di akhir pekan seperti hari ini.

“Udah dari tadi datengnya Di?” tanya Setya yang baru datang melihat kopi Diana sudah tinggal setengah gelas.

“Iya, sekalian nemenin sepupu buka toko tadi”

“Sepupumu kerja disini Di? Baristanya temen SMP ku loh. Jangan – jangan dia sepupumu ya?” tanya Setya duduk di depan Diana.

Diana hanya tersenyum melihat tingkah Setya yang sedang mencoba memulai percakapan. Dua bulan sejak terakhir mereka bertemu, Setya masih pria yang banyak bicara membuat Diana tertawa kecil pada akhirnya.

“Jadi beneran nih pinah ke Magelang? Kapan berangkatnya?”

Diana masih memandangi Setya yang tak henti bicara sedari tadi. “Besok sore mas” jawab Diana.

“Kenapa sih Di senyum – senyum terus dari tadi? Ntar kamu naksir loh.”

Kali ini Diana tertawa terbahak – bahak mendengarkan perkataan Setya. “Kamu tuh loh mas, ga ada spasinya kalo ngomong. Bingung kan aku jawab yang mana dulu”

Setya tersipu menggaruk – garuk kepalanya.

“Loh mas Andra tumben di toko hari Sabtu” Setya menjabat tangan Andra. Andra bingung melihat ke arah Diana “Gue Setya mas temennya Dino.”

“Oh halo” Andra menganggukkan kepalanya mencoba mengingat muka pelanggannya.

Diana memalingkan muka ke arah taman, berpura – pura ia tidak mengenal Andra. Andra yang memahami tingkah Diana langsung berpamitan kembali ke depan.

“Jadi kapan kamu berangkat ke Magelangnya tadi? Belum dijawab kan?”

“Besok mas.” Jawab Diana singkat.

Melihat Diana yang masih pelit bicara, akhirnya Setya membahas tentang hari – hari mereka dua bulan kemarin. Keduanya tertawa bersamaan mengetahui bahwa mereka ternyata saling menunggu respon sampai akhirnya Setya meminta bantuan Raka. Diana menceritakan kehebohannya Bersama Raka menyiapkan acara seremonial penyerah terimaan proyek. Setya menceritakan tentang proyek – proyek desain interior yang sedang ia kerjakan.

“Lain kali chat aja mas. Aku sering skip, apalagi kalo kerjaan lagi banyak – banyaknya”

“Wah, susah ya berarti kalo mau jadi pacarmu Di” jawab Setya menatap mata Diana.

Diana masih kikuk dengan sikap setya, namun ia mengagumi sosok Setya yang sudah menjadi pengusaha di usianya yang masih terbilang muda. Sedangkan Setya semakin mengagumi Diana yang sangat mandiri dan pintar. Tidak sekalipun ia memalingkan mukanya dari Diana.

“Pelit banget Di ngomongnya dari tadi” tanya Setya, nada bicaranya sedikit terdengar kesal.

“Kalo aku juga banyak ngomong ntar ga ada yang dengerin dong. Aku kan pendengar yang baik mas” jawab Diana.

Tak terasa mereka berbincang, waktu sudah menunjukkan pukul Sembilan malam. Diana teringat bahwa ia masih harus packing untuk berangkat ke proyek besok siang.

“Mas, aku duluan ya, masih ada yang belom masuk ke koper nih buat besok. Kamu masih mau lanjut apa mau pulang?” ucap Diana membereskan tasnya sambil membalas pesan.

“Aku sekalian balik deh. Kamu baliknya gimana ini nanti? Mau ku anter?” tanya Setya.

“Engga usah mas. Aku sekalian bareng sama sepupuku ini. Hehe.”

Diana beranjak dari kursinya menuju ke parkiran. Setya berjalan di sebelah Diana. Nampak seseorang sudah menunggunya di dalam mobil.

“Lohhhh, mas Andra ini sepupu kamu Di?”

Mereka bertiga tertawa terbahak – bahak. Setya tidak menyangka bahwa mas Andra lah sepupu yang pernah diceritakan oleh Diana.

“Astaga Diana, bilang dong dari tadi. Malu kan aku”

Usai berpamitan, Andra dan Diana melaju ke arah rumah Diana.

“Itu tadi pacar apa temen Di?” Andra memecahkan keheningan. Dia tahu betul Diana tidak akan bercerita tentang hubungan apa yang ia miliki dengan lelaki bernama Setya itu jika ia tak menanyakannya langsung ke Diana.

“Masih temen mas. Ga usah bilang Ibu loh. Nanti Panjang jadinya” ujar Diana mengingatkan Andra.

Andra hanya tersenyum dan mengangguk “Orangnya banyak ngomong bener. Gue dengerinnya aja pusing. Elu bisa betah gitu.”

“Makanya gue bilang jangan ngomong apa – apa dulu ke Ibu. Jawab Diana. Ia masih takut bercerita ke Ibunya tentang teman dekatnya saat ini. Diana masih takut jika hubungan ini tidak akan berlangsung lebih jauh lagi. Diana masi belum sreg dengan Setya yang terlalu banyak bicara.

“gue aja belom, apalagi Tante”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status