Share

Merampas Kebahagiaan

Penulis: YuRa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-01 18:03:01

“Ngapain kamu kesini?” tanya Erlin.

“Aku mau menjenguk Ibu,” sahut Indah dengan pelan, ia menoleh ke arah Haris dan Esti.

“Ibu tidak perlu kamu jenguk.” Lagi-lagi Erlin yang menjawab, ia kesal melihat Indah.

Indah berjalan mendekati Siti.

“Bu, maafkan saya. Ibu sakit gara-gara saya,” kata Indah sambil berdiri di dekat tempat tidur Siti.

“Kamu itu pura-pura menyesal, padahal waktu itu kamu memang sengaja mengatakannya, kan? Meminta dukungan supaya Haris menikahimu. Urus masalahmu sendiri. Aku tidak mau memikirkan masalahmu lagi. Aku mau sehat dan pulang ke rumah,” sahut Siti dengan ketus.

“Mas, bagaimana dengan bayi ini?” tanya Indah sambil memegang perutnya.

Haris tampak gelagapan, ia bingung mau berkata apa.

“Kamu sengaja menghindar kan? Ponselmu tidak aktif, kamu juga tidak ada di rumah. Apa aku perlu ke kantor, menceritakan semua masalah ini pada atasan Mas Haris, supaya kamu mau bertanggung jawab dan menikahiku?” Indah mulai terisak-isak.

“Datang saja ke kantornya, nanti biar masa
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Emi Susanti
upah wanita bodoh, laki berulang kali selingkuh msh dipertahankan, rasakan Hesti, gak simpati sih sama wanita SPT kamu
goodnovel comment avatar
Tth Im
Harisnya dibikin tolol sama pembuat cerita
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Mencari Arah

    Di dapur yang hangat dan tenang, aroma teh masih menggantung di udara. Erlin sedang membereskan cangkir-cangkir kosong di rak, sementara Esti bersandar di meja, memandangi lantai sejenak sebelum akhirnya berkata dengan suara pelan."Aku masih sering bingung, Erlin. Kadang aku merasa ini semua terlalu rumit untuk diselesaikan."Erlin menoleh, lalu duduk di kursi dekat Esti. "Mbak sudah melakukan banyak hal. Kadang, merelakan ruang itu jauh lebih penting daripada berusaha menyelesaikan semuanya sendiri.”Esti mengangguk pelan. "Ais, dia masih polos. Mudah luluh. Tapi Mei, hatinya keras, dan aku tahu itu karena terlalu lama menahan kecewa.""Mei butuh waktu. Tapi bukan berarti dia tidak ingin didekati. Hanya saja, caranya tidak sama seperti Ais," kata Erlin, menatap wajah Esti yang tampak lelah namun tetap lembut.Esti menarik napas panjang. "Tadi aku lihat Mas Haris senyum-senyum mendengarkan Ais. Tapi matanya kosong. Dia menyesal, Erlin. Tapi entah cukup atau tidak untuk memperbaiki se

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Ada Penyesalan

    “Apa yang akan kamu lakukan sekarang?” tanya Bu Siti pelan, nada suaranya seperti ragu untuk menusuk luka yang belum kering.Haris menunduk. Suaranya berat ketika menjawab, “Aku belum tahu, Bu. Aku bingung.”Dewi, yang sejak tadi bersandar dengan tangan terlipat, langsung menyambar, “Berkas perceraianmu dengan Esti, sudah sampai mana?”“Masih di atasan,” Haris menarik napas panjang. “Prosesnya rumit. Ribet sekali.”Dewi mendengus, lalu bangkit dari duduknya. “Kenapa nggak kamu batalkan saja perceraian itu? Kamu pikir kamu bisa terus hidup kayak begini? Apa kamu rela menghidupi anaknya Indah? Anak yang bahkan bukan dari darahmu sendiri?”Haris terdiam. Kepalanya semakin tertunduk.“Ingat, Haris,” suara Dewi meninggi, penuh emosi. “Indah sudah membohongi kamu. Di saat kamu cinta mati sama dia, dia tidur dengan laki-laki lain. Apa kamu nggak sadar? Dia bukan perempuan baik. Dia perempuan murahan!”Kalimat itu menggantung di udara, berat dan pahit. Bu Siti memejamkan mata sejenak, sementa

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Nasib Apes

    Bu Ratna berdiri dengan tangan terkepal di dada, wajahnya masih merah karena emosi yang belum mereda. Ia memandang ke jalan tempat mobil Haris baru saja menghilang. “Kita sudah memberi dia kesempatan. Tapi dia malah pergi begitu saja, seolah semua ini bukan urusannya.” Bu Ratna berkata dengan penuh kekecewaan. Kemudian ia duduk duduk di bangku kayu dekat pintu, wajahnya sayu dan mata berkaca-kaca. Ia mengusap pelan pipinya yang basah oleh air mata. “Dia juga manusia, penuh kebimbangan. Dia sudah berjuang dengan caranya sendiri.” Pak Burhan berkata dengan tenang, walaupun ia kecewa karena Haris pergi. Bu Ratna menegakkan badan, suaranya naik sedikit,“Berjuang? Apa yang sudah dia perjuangkan? Meninggalkan istrinya menikahi Indah, lalu akhirnya meninggalkan semua begitu saja saat masalah datang? Itu bukan perjuangan, itu lari!” Pak Burhan menghela napas panjang.“Kita ini orang tua. Kita harus bersabar dan menguatkan mereka, bukan malah memecah belah. Indah juga butuh dukungan, buka

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Penyesalan

    Pintu rumah tertutup kembali dengan suara klik yang sunyi. Mesin mobil Haris menghilang di kejauhan. Di ruang tamu, Pak Burhan berdiri membelakangi Indah dan Bu Ratna, wajahnya menegang, kedua tangannya mengepal.Pak Burhan menahan amarah.“Jadi benar semua yang dikatakan Haris? Kamu hamil anak orang lain, dan diam saja? Bahkan setelah dinikahi?!”Indah menunduk dan menangis.“Aku yakin kalau itu anaknya Mas Haris. Aku takut, Ayah, aku takut kehilangan semuanya.”Pak Burhan membalik badan dengan tatapan tajam.“Kamu takut?! Kamu pikir Haris tidak takut? Dia ninggalin istrinya demi kamu! Dan kamu kamu balas dengan kebohongan?”Bu Ratna berusaha menenangkan, berdiri di samping Rina Indah.“Sudahlah, Yah… Jangan keras-keras. Indah pasti punya alasan. Dia itu juga korban.”Pak Burhan mengeras, suaranya naik.“Korban?! Korban dari siapa? Dari dirinya sendiri?! Dia yang memulai semuanya, bohong dari awal, dan sekarang... Haris pergi! Dia mungkin nggak akan pernah balik lagi!”“Aku nggak per

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Hasil Tes DNA

    Haris duduk berseberangan dengan Dokter Fajri, yang memegang amplop tertutup berlogo laboratorium besar. Di samping Haris ada Indah yang duduk dengan wajah tegang, tangannya saling menggenggam erat di pangkuan. Tidak ada yang bicara, hanya suara detak jam dinding yang terdengar menekan.“Saya tahu ini bukan hal yang mudah. Tapi hasil ini perlu Bapak dan Ibu ketahui.” Dokter Fajri memulai pembicaraan.Perlahan, ia membuka amplop, mengeluarkan selembar kertas putih dengan cap resmi dan hasil pengujian.Dokter Fajri membaca tenang.“Hasil tes DNA menunjukkan bahwa bayi ini adalah anak biologis Ibu Indah namun tidak memiliki kecocokan genetik dengan Bapak Haris.”Suasana hening, tidak ada yang bicara.Indah menunduk, air mata mulai mengalir. Haris tak bergerak sedikit pun. Matanya kosong, namun di dalam dadanya, badai bergemuruh.“Saya paham ini sangat berat. Tapi yang paling penting sekarang adalah memikirkan kondisi bayi. Dan keputusan kedepannya.”***Haris berdiri di jendela kamar, me

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Tes DNA

    Cahaya putih steril menyelimuti ruangan laboratorium kecil itu. Bau alkohol medis menyengat. Perawat Mia sedang menyiapkan alat-alat: tabung vakutainer, kapas alkohol, jarum suntik, dan formulir identitas.Di hadapannya, Haris dan Indah duduk berdampingan. Suasana kaku, tak ada kata yang keluar selama beberapa menit selain bunyi peralatan medis dan detak jarum jam.Perawat Mia dengan suara lembut membuka percakapan.“Baik, kita akan ambil sampel darah dari Bapak dan Ibu. Juga dari bayi. Hasilnya akan keluar dalam beberapa hari.”Haris hanya mengangguk, matanya tajam menatap ke depan, menahan kekacauan di pikirannya. Indah tampak gelisah, tangannya gemetar di pangkuannya.“Saya mulai dari Bapak, ya,” kata Mia sambil mengikat lengan Haris dengan torniket,“Silakan kepalkan tangan.”“Ini akan menentukan segalanya, ya?” Suara Haris terdengar datar, ia menatap lurus ke depan.“Yang pasti, ini akan memberi kejelasan.” Mia berusaha untuk tetap netral.Jarum menusuk kulit Haris. Setetes darah

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status