Share

Istri Sah Sakit

              “Kamu bisa membantah aku lagi nanti saat sudah enggak sakit, bisa? kepala kamu sakit bukan?” Rajendra mengerang pelan saat tangannya berulang kali disentak kala ia memegang bahu istrinya yang sempoyongan turun dari mobil.

                Yudith tidak menjawab dan terus menangkis tangan Rajendra yang ingin memapahnya. Ia memilih berjalan sendiri menuju kamarnya di balik hela nafas kesal suaminya. Mengunci pintu kamar, Yudith menjatuhkan diri di ranjang. Ia yakin hanya butuh tidur dan akan kembali baik, akan tetapi prediksinya salah besar. Ia bangun setelah tidur panjangnya dengan kepala yang semakin berdenyut-denyut, sakit sekali. Dengan memaksa kaki melangkah keluar, Yudith menuju kotak obat di ruang keluarga.

                “Kamu yakin tidak ingin periksa? sepertinya tidak membaik.” Rajendra membuntuti Yudith yang berjalan pelan menuju dapur setelah mendapatkan sebutir obat sakit kepala di tangan.

                “Enggak.” Yudith menjawab, mengisi gelas dengan air putih serta menenggaknya cepat.

                “Wajah kamu pucat sekali.” Rajendra menyentuh kening Yudith, mengabaikan penolakanya.

                “Apa sih,” tolak Yudith.

                Rajendra menarik pergelangan tangan Yudith untuk ia baringkan di sofa karena ia tahu ia tidak diperbolehkan masuk ke dalam kamar wanita pucat tersebut.

                “Tunggu di sini aku akan kompres. Jangan masuk kamar dan mengunci lagi, kalau kamu pingsan enggak ada yang bisa menolong.” Rajendra memberikan peringatan sebelum meninggalkan Yudith yang berbaring beralaskan bantal sofa.

                Yudith memijat keningnya dengan mata terpejam, ia memang tidak sanggup lagi kembali berjalan ke kamar. Semuanya terasa berputar di kepalanya. Rajendra kembali dengan membawa sebuah mangkuk kaca bening, dan mulai mengompresnya.

                “Kamu sudah makan belum? jangan-jangan minum obat belum makan dari pagi?” terka Rajendra.

                “Iya,” jawab Yudith pelan.

                Rajendra tidak bersuara kembali namun Yudith merasa suaminya belum beranjak dari sana, sampai sebuah suara membuatnya membuka mata.

                “Ma ... cara buat bubur untuk orang sakit bagaimana? iya Yudith panas sekali badannya dan sakit kepala tapi sudah terlanjur minum obat padahal belum makan.” Rajendra rupanya menghubungi mama Yudith.

                “Enggak mau periksa, Ma. Nanti kalau semakin sakit aku akan paksa ke dokter. Enggak usah ma, sudah malam mama enggak usah ke sini. Iya aku pasti akan menjaga Yudith, terima kasih ma.” Rajendra mengakhiri panggilan dan menunggu pesan suara yang akan dikirimkan mama mertuanya mengenai bagaimana cara membuat bubur.

                “Mau pindah kamar? aku akan buatkan bubur dulu, mungkin akan makan waktu karena sebelumnya aku belum pernah buat tapi aku usahakan akan layak makan.” Rajendra bertanya pada Yudith yang wajahnya merah lantaran suhu tubuhnya tinggi.

                “Sini saja,” lirih Yudith.

                Rajendra mengangguk, mengganti kain kompres di kening yang mulai kering pertanya demam Yudith tinggi. Yudith kembali membiarkan suaminya entah melakukan kekacauan apa di dalam dapur sana, ia hanya ingin dentum di dalam kepalanya segera reda.

                Yudith merasa bahunya di guncang perlahan dan suara maskulin membelai telinganya memaksa mata lengketnya untuk segera membuka. Kain di kening sudah tidak ada, kepul asap ia lihat dari dalam mangkuk kecil beraroma gurih.

                “Bangun dulu makan terus minum obat, nanti pindah kamar saja istirahat lagi.” Rajendra membantu Yudith duduk, melepas ikat rambut berantakannya dan merapikan kembali.

                Yudith menolak kala akan di suapi, ia hanya demam, bukan cedera tangannya. Hela nafas  panjang Rajendra diabaikan, ia hanya perlu mengisi perut kosongnya yang sekarang bahkan terasa melilit karena belum ia berikan makan seharian.

                “Kamu sakit gara-gara Luisa bilang lihat aku di rumah sakit?” tanya Rajendra.

                “Enggak, memang dari pagi sudah kurang enak badan,” jawab Yudith.

                “Habiskan buburnya saja dulu,” desah Rajendra.

                “Kamu tanya ke dokter bagaimana cara menggugurkan janin?” Yudith bertanya dengan tangan sibuk menyendoki bubur yang lumayan layak di makan.

                “Enggak, aku sudah bilang kan kalau aku enggak akan menggugurkannya. Kamu bilang aku pembunuh waktu itu,” jawab Yudith.

                “Memang, hanya pembunuh yang keji ayah gugurkan anaknya,” sarkas Yudith.

Rajendra menyandarkan punggungnya. “Aku tahu kebencian kamu pasti sangat besar, tapi kamu tidak bisa melabeli seseorang seperti itu. Kamu tidak tahu alasan aku mengapa sampai berpikir ke sana, bukan hanya takut kelak anak itu kena buli. Tapi aku juga enggak mau ibu aku berpikir – “

Yudith menyeringai penuh sindir. “Sekali pengecut tetap pengecut, right.”

                “Terserahlah apa kamu bilang, untuk urusan Luisa yang melihat, aku akan pindahkan pemeriksaan selanjutnya ke tempat yang lain. Kamu tidak perlu mencemaskan itu lagi,” pungkas Rajendra.

                “Di mana kamu sembunyikan Clara?” Yudith mengangkat pandangan tepat ke manik mata suaminya yang ia sadari sedari tadi memperhatikannya.

                Rajendra mengerutkan kening mendengarkan pertanyaan Yudith.

                “Aku tidak menyembunyikannya, dia tetap berada di rumahnya,” tegas Rajendra.

                “Terserah kalianlah, aku enggak peduli. Aku sudah berupaya menyembunyikannya, jika kalian sendiri yang selebor sampai ada yang tahu, maka aku enggak segan buka semuanya. Aku tidak ingin menjadi yang paling diprihatinkan sama orang jika sampai ketahuan.” Yudith meletakan mangkuk yang sudah kosong, meminum air di gelas dan menyandarkan punggungnya.

                “Kamu hanya perlu berada di tempat kamu, tidak perlu mengurusi yang lainnya.” Rajendra memutus pandangan mereka.

                “Tentu saja aku akan seperti itu jika kalian tidak mendatangi aku dan tanya di mana dokter yang bisa menggugurkan janin,” dengus Yudith.

                Hening, tidak ada lagi sahutan dari Rajendra dan Yudith pun tidak ingin memperpanjang percakapan menjengkelkan tersebut.

                “Terima kasih bubur, kompres dan minumannya. Aku akan kembali ke kamar, jika besok tidak keluar kamu bisa dobrak pintunya. Siapa tahu aku mati.” Yudith mengangkat nampan kecil bekas makannya untuk ia cuci segera.

                “Kalau kamu mati habis makan bubur buatan aku, sudah pasti mama kamu akan langsung membunuh aku,” seru Rajendra yang kembali tidak dihiraukan istrinya.

                Rupanya sampai pukul sepuluh malam, demam Yudith tidak kunjung turun. Bahkan bertambah menjadi menggigil saat Rajendra mengeceknya ke dalam kamar. Segera Rajendra mengangkat tubuh lemah sang istri ke mobil untuk membawanya ke rumah sakit terdekat.

                Yudith terkena masalah pencernaan dan memiliki tekanan darah tinggi, malam itu dokter memutuskan Yudith harus menginap untuk mendapatkan perawatan intensif. Yudith beberapa kali sampai mengigau saking tingginya demam. Pagi hari saat ia membuka mata, keningnya berkerut dapati tangannya digenggam oleh Rajendra yang tertidur di kursi dengan kepala pada tepi ranjangnya.

                “Rajendra ... bangun.” Yudith menyentuh bahu suaminya agar bangun.

                “Hem?” Rajendra membuka mata, mengangkat kepalanya dan mengucek mata sebelum menyentuh kening istri mengecek suhu tubuhnya.

                “Sudah turun syukurlah, semalam kamu sampai mengigau. Kamu mau minum?” tanya Yudith.

                “Awas ... aku mau ke kamar mandi,” ujar Yudith.

                “Oh.” Rajendra menyingkir dari samping Yudith dan memegangi lengannya yang hendak turun dari ranjang.

                “Aku bisa sendiri,” tolak Yudith.

                “Aku enggak akan mengintip, hanya antar sampai kamar mandi.” Rajendra bersikeras membantu.

                Yudith tidak memperpanjangnya karena panggilan ke kamar mandi lebih besar dari pada mendebat suaminya yang keras kepala.

                “Kenapa kamu membantu aku?” Yudith bertanya begitu keluar dari kamar mandi.

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status