Pasien rumah sakit jiwa teramat tampan. Para dokter dan perawat langsung jatuh cinta padanya!!
Pemuda yang dinyatakan gila telah kembali dengan puluhan bodyguard dan mobil mewah. Kedatangannya mengejutkan seluruh rakyat San Alexandria Baru. Apa yang sudah terjadi padanya selama tiga tahun menghilang? Dia membawa banyak uang dan akan membeli kota! ________________________ "Lepaskan aku! Aku tidak gila!" Di suatu ruangan dengan pencahayaan yang remang, seorang pria terus berteriak. Kedua tangan dan kakinya dipasangi rantai. Baju yang melekat di tubuh sudah compang-camping. Rambutnya gondrong dan kusut. Bulu-bulu halus tumbuh di sekitar wajah yang tidak terawat. Kotor dan kumal, seperti orang yang tak pernah mandi. Aaron de Fortman, keadaanya sungguh memprihatinkan. "Hei, orang-orang sialan! Cepat lepaskan aku! Bajingan kalian semua!" teriak Aaron lagi. Rantai di tangan dan kakinya turut menimbulkan suara akibat dia berusaha melepaskan diri. "Heh, bisa diam tidak?! Dasar tidak waras!" Terdengar suara seorang pria dari luar penjara di mana dia berada. Aaron hafal suara itu. Marquez de Fortman, mau apa pria licik itu memasuki ruang bawah tanah ini? Apa untuk menyiksanya seperti yang biasa si brengsek itu lakukan saat dia kalah main poker atau mabuk bir? Aaron tidak takut sama sekali. Jika dirinya bebas, maka orang yang pertama akan dia habisi adalah Marquez! "Heh, orang gila! Mengapa kau teriak-teriak terus? Mau aku sengat dengan listrik lagi?!" Marquez sudah berdiri di depan pintu jeruji besi di mana Aaron dikurung. Pria tinggi itu menatap sambil tersenyum remeh melihat kondisi adik tiri yang menyedihkan di dalam sana. Aaron melempar tatapan sinis dengan mata berapi-api. Marquez de Fortman, pria itu adalah anak dari wanita licik yang ayahnya bawa ke rumah dan nikahi tiga tahun yang lalu. Usianya dua tahun lebih tua darinya. Arogan, biadap dan menjijikan! Sungguh tak patut dia memakai nama ayahnya di belakang namanya. Bahkan Marquez bukan anak kandung Tuan Fortman. Dia cuma anak tiri di keluarga ini. Entah siapa ayahnya. Mungkin seorang berandal atau bajingan. Namun sungguh gila! Pria sialan itu telah merebut segalanya yang ia miliki. "Apa lihat-lihat? Kau lapar? Mau makan?" Marquez masih memasang senyum remeh sambil membalas tatapan tajam Aaron. Menyedihkan sekali! Ahli waris keluarga Fortman telah dinyatakan gila oleh dokter kejiwaan. Kemudian Aaron dikurung dalam bangker ini. Di atas sana rumah besar keluarga Fortman, dan di bawah sini Aaron yang malang. Dia bisa makan daging setiap hari dan minum wine paling mahal di kota San Alexandria Baru. Sedang Aaron, setiap hari mereka hanya memberinya nasi basi dan air keran. Kadang pula Marquez memaksanya meminum air seninya juga. Sungguh malang betul nasib pemuda itu. Marquez tersenyum remeh melihat Aaron yang menyedihkan. Dua orang penjaga datang sambil membawa nasi basi dan air keruh untuk Aaron. "Ck!Ck!Ck! Tuan Muda Fortman yang malang ... selamat menikmati makan malam Anda!" Dua orang penjaga tertawa setelah menaruh apa yang dibawanya ke depan Aaron. Melihat lelucon itu, Marquez tertawa paling kencang. Aaron mengepalkan buku-buku jemarinya penuh emosi. Rahangnya menggeretak kuat. Dalam hati dia mengutuk Marquez dan ibunya yang licik. "Aku tak mau makan! Bebaskan aku, Bajingan!" berang Aaron. Ingin rasanya dia menghajar Marquez dan membuat pria itu tak dapat menunjukan senyumnya lagi. Marquez menahan tawanya lantas berkata, "Mau makan atau tidak itu bukan urusanku. Lebih cepat kau mati, itu lebih menguntungkan bagiku." "Bajingan kau Marquez!" Marquez tertawa geli melihat Aaron mengamuk. "Apa yang kau bisa lakukan? Seluruh San Alexandria mengira kau sudah gila setelah Daddy tiada. Kantor besar itu kini milikku. Juga pacarmu yang cantik itu, dia juga sudah tidur denganku. Apa lagi yang kau miliki? Kurasa ... mati jauh lebih baik untukmu, bukan?" "Biadap! Beraninya kau menyentuh Jesica!" Aaron benar-benar murka. Ingin rasanya dia mencabik-cabik tubuh Marquez dan mengambil jantungnya. Dia sungguh tidak terima kakak tiri licik itu telah tidur dengan pacarnya. Jesica adalah satu-satunya gadis yang dia cintai. Mereka nyaris menikah. Namun, kejadian tragis tiga tahun yang lalu telah merenggut cintanya. Juga masa depan dan mimpi mereka. "Wah! Lihatlah, dia sangat marah!" Marquez tertawa bersama para penjaga. Kemudian dia melanjutkan dengan mencondongkan wajahnya ke depan Aaron, "Heh, asal kau tahu saja! Jesica malam itu sangat cantik. Dia mengenakan pakaian tipis yang kau belikan untuk hadiah pernikahan. Aku menelusuri setiap inci tubuhnya tanpa sisa. Apa kau penasaran bagaimana rasanya? Aku bisa ceritakan." "Bajingan kau Marquez! Enyah kau dari sini! Brengsek!" Aaron semakin mengamuk. Amarahnya bisa membakar seluruh kota. Marquez dan para penjaga hanya tergelak tawa melihatnya. "Marquez, ada apa ini? Mengapa berisik sekali?" Suara seorang wanita mengejutkan mereka semua. Marquez dan dua orang penjaga segera menyudahi tawa mereka. Aaron hanya mendengus kesal. Dia tahu betul siapa wanita glamour yang datang. "Malam, Nyonya!" Dua orang penjaga menyapa wanita berpenampilan paripurna di depannya. Marisa Fortman, ibu kandung Marquez. Tak ada ular yang lebih berbisa dari wanita itu. Begitu pandainya dia memutar balikan fakta dan merubah hidup seseorang. Marisa memberi isyarat pada para penjaga untuk segera pergi. Sambil menikmati batang rokoknya, wanita itu mendekati Aaron. Bibir merah itu menyeringai tipis, lantas berbisik, "Andai saja kau tidak menolakku pada malam itu, mungkin saat ini kita sedang berkeringat bersama dalam selimut. Namun kau sungguh munafik, Aaron. Akhirnya kau harus mengalami semua ini. Menyedihkan sekali, bukan?" Aaron mengangkat kedua mata penuh emosi. Ingatannya kembali ke masa tiga tahun yang lalu. Malam itu sedang turun hujan. Markus pergi berpesta dan tak kunjung pulang. Tuan Fortman sedang terbaring sakit di Mega Hospital. Sedang Aaron baru saja tiba di rumah mewah mereka. "Aaron, apa kau sudah pulang? Syukurlah! Cepat ke kamarku sekarang! Ada yang ingin aku bicarakan dengan putraku yang tampan!" Aaron menatap heran pada layar ponselnya. Pesan singkat dari ibu tirinya sungguh aneh. Apa yang ingin Marisa bicarakan? Mengapa dia tidak pergi ke rumah sakit untuk menemani ayahnya? Wanita itu malah enak-enak di rumah! Aaron jadi geram. Dia lantas segera menuju kamar ibu tirinya. Marisa sedang duduk menghadap meja rias. Sehelai lingerie membalut tubuhnya yang ramping. Wanita itu sudah berusia 45 tahun, tapi dia begitu mahir berhias dan menyembunyikan usianya. Siluet tinggi muncul pada cermin lebar di depannya. Marisa segera bangkit dan langsung menoleh ke belakang. Aaron segera membuang pandangan ke lain arah. Sungguh tak pantas dia melihat istri ayahnya dengan pakaian seperti itu. "Apa yang ingin kau bicarakan? Cepatlah bicara, aku tak mau lama-lama di sini," ucap Aaron dingin, lantas memutar tubuhnya membelakangi Marisa yang sedang menuju padanya. Dia sungguh dibuat terejut saat ibu tiri memeluknya dari belakang. Marisa menghirup wangi cologne Aaron yang segar. Lama sudah dia menantikan saat seperti ini. Meski Aaron lebih pantas menjadi anaknya, tapi sungguh pesona pria muda itu membuatnya tak tahan. "Apa yang kau lakukan? Lepaskan!" Aaron yang masih waras berusaha melepaskan kedua tangan Marisa yang melingkar erat di sekitar perutnya. Marisa tersenyum seringai saat mata Aaron berusaha menggapai wajahnya di balik punggung. "Ayo kita lakukan, Aaron. Aku benar-benar tak tahan lagi ..." "Kau sudah gila!" Dengan kasar Aaron melepaskan cengkeraman tangan Marisa. Wanita itu jatuh terjerembab ke atas ranjang karena terdorong. Wajah merah Aaron membuatnya gemas. Marisa langsung menyambar lengan Aaron, lantas menarik paksa pemuda itu padanya. Dan saat Aaron terjatuh ke ranjang, Marisa segera menguasainya. "Aku sangat bernafsu padamu, Aaron. Puaskan aku malam ini, Sayang ..." Dengan wajah yang sudah merah karena birahi, Marisa cepat-cepat membuka kancing kemeja Aaron. Pemuda itu berusaha berontak saat sang ibu tiri memaksanya. Marisa sungguh tak tahu malu. Dia memaksa anak tirinya untuk melakukan hal kotor. Aaron jelas tidak mau. Brak! Marisa jatuh dari atas ranjang setelah Aaron mendorongnya kasar. Wanita itu sedang meringis sambil memegang pinggangnya yang sakit. Aaron tak peduli. Dia segera meninggalkan kamar itu. "Aaron, beraninya kau menolak ku! Aku akan membuat hidupmu menderita!" Ternyata ucapan Marisa malam itu tidak main-main. Lihatlah keadaan Aaron malam ini. Pria 25 tahun itu tak lagi terlihat seperti pewaris keluarga Fortman yang terkenal akan kecerdasan dan parasnya yang tampan. Dia hanya orang gila. Seperti berita yang tersiar selama tiga tahun ini. Lantas, apa yang telah terjadi pada Aaron tiga tahun yang lalu? Kisah ini baru saja dimulai.. Dewa Amour_Hari sudah malam saat mobil yang dikemudikan oleh Marquez tiba di sebuah bungalow mewah. Itu rumah rahasia yang ia sembunyikan dari Aaron. Bungalow itu berada di sebuha pulau di Westalis. Sensor keamanannya sangat canggih. Semua area dipasangi kamera pengawas dan jebakan. Juga seratus orang penjaga terlatih yang siap membantai siapa pun yang menyusup ke sana.Miranda menyapu pandangan dari dalam mobil. Di mana dirinya saat ini? Shit! Sepertinya dia tidur amat pulas sampai tak tahu kapan mereka keluar dari kapal."Kau sudah bangun?" Marquez melirik ke arah wanita yang duduk di sampingnya. Miranda, wanita itu tampak linglung. Dia tersenyum melihatnya. Kini mereka sudah amat jauh dari San Alexandria Baru. Aaron tak akan mampu mengejarnya lagi.Masih dengan wajah bingung, Miranda bertanya. "Kita di mana?""Rumahku."Miranda terkejut, "Rumahmu? Eh, bukankah kita akan ke markas ISA untuk menemui Aaron di Westalis? Kenapa malah ke pulau asing ini?"Marquez tersenyum tipis. Sial! Miranda sa
"Kami kehilangan jejak Dokter Miranda.""Apa?"Dominique melirik ke arah pria tinggi yang berdiri di sampingnya. Aaron pasti akan sangat kecewa karena ISA tak becus diandalkan. "Siapkan helikopter. Aku sendiri yang akan menjemput Miranda."Semua orang tercengang mendengranya. Tuan Muda Fortman bicara sesuka hati saja. Mau mencari Miranda seorang diri? Tentu saja mereka tidak setuju."Tuan Muda, tolong berikan kami kesempatan sekalli lagi. Kami akna berusaha melacak keberadaan Dokter Mirada dan timnya." Dominique yang nyaris hilang muka berusaha membujuk Aaron. Dia dan Jeremy yang mendirikan ISA. Kini Tuan Muda Fortman sudah kembali. Organisasi menemukan pemimpinnya lagi. Namun ISA terancam bubar jalan jika misi mereka untuk menemukan Miranda gagal terus. Dominique mulai pusing. Membiarkan Aaron pergi mencari Miranda, itu sama saja menutup organisasi.Masih dengan perasaan yang tak nyaman, Dominique menunggu tanggapan Aaron. Hingga saat manik-manik biru terang itu melirik ke arahnya
Mabes Organisasi ISA pukul dua sore. Mobil-mobil mewah memasuki gerbang. Kunjungan Aaron ke sana membuat semua orang tercengang."Aku ingin bertemu dengan Miranda."Sambil duduk berhadapan dengan Pimpinan Organisasi, Dominique--Aaron mengutarakan maksud kedatangannya ke sana.Neymar sangat terkejut sekaligus seang. "Dokter Miranda sedang ada misi khusu bersama tiga agen lainnya.""Misi khusus?" Aaron mengernyit.Dominique mengangguk, "Miranda, Jeremy dan Luca berangkat ke pulau untuk mencuri senjata musuh. Nacos turut menemani mereka dalam misinya.""Nacos?""Benar, Tuan Muda. Nacos turut serta membantu misi ISA. Bukankah Anda pun berteman baik dengannya?"Mendengar penuturan Dominique, Aaron terdiam. Setahunya, Nacos sudah meninggalkan Alexandria. Apa mungkin dia kembali lagi?"Apa kalian yakin jika dia Nacos?" papar Aaron.Dominique dan Neymar saling pandang. "Maksud Anda?"Aaron hanya memejamkan mata lalu membuang pandangan ke arah jendela. Sial! Mereka sudah dikecoh!"Sekarang jug
Duar!Duar!Duar!"Arkh!""Shit! Cepat hubungi Bos!"Beberapa orang pria berjas hitam berlarian di lorong bungalow. Baku tembak sedang terjadi di teras belakang. Entah ada penyusup dari mana. Mereka bahkan tak pernah lengah sedetik pun."Itu di sana!""Ringkus penyusup itu!"Langkah panjang mereka segera menghambur keluar dari pintu belakang. Semuanya sudah menyiapkan pistol di tangan. Punggung kekar seorang pria yang sedang menghajar seorang penjaga yang menjadi targetnya."Angkat tangan! Jangan bergerak!"Mendengar seorang yang menghardiknya, pria itu berhenti sejenak dari yang sedang memukuli wajah seorang bodyguard. Ekor matanya melirik ke arah belakang. Ada sekitar dua puluh bodyguard bersenjata. Semuanya menodong ke arah kepalanya.Oscar, senior daripada para bodyguar tingkat satu. Matanya menyipit saat melihat orang itu melirik. Punggung kekar dan otot-ototnya yang menyembul padat, sepertinya dia pernah melihatnya.Meski tidak begitu yakin, Oscar tetap berusaha tenang dan mempe
Aaron de Fortman, itu nama dia yang sesungguhnya. Kini ia sudah mengingat semuanya. Termasuk penyekapan 3 tahun di dalam bangker yang ia alami. Juga kematian Jesica yang tragis. Dan misi balas dendamnya yang gagal terus."Tuan Muda, saya bawakan menu makan malam untuk Anda!"Silvester dibuat amat terkejut saat memasuki kamar Aaron. Matanya membulat penuh melihat sosok di depannya kini.Tubuh tinggi itu bertelanjang dada. Otot-otot menyembul kencang dari permukaan kulit yang kecokelatan. Sambil berdiri di tempatnya, Silvester menandatangani punggung lebar di hadapannya."Ini bukan saatnya menyantap makan malam, Silvester." Pria itu berkata dengan dingin. Suaranya terdengar lirih namun tegas. Seperti ada emosi yang terkandung di setiap kalimat.Silvester agak gugup. Dengan sedikit bergetar ia maju ke depan. "Tuan Muda, apakah Anda sudah ...?"Ekor mata yang jeli melirik ke arah samping. Lengkungan samar terbentuk samar di sudut bibirnya. "Ya, aku sudah mengingat semuanya."Silvester sa
Mobil-mobil ambulans meninggalkan Farmasi Mecco. Disusul oleh mobil yang Miranda dan Nacos tumpangi. Setelah proses penyelidikan selesai, mereka putuskan untuk membawa jenazah Eli pulang.David sudah mendengar semunya. Marquez telah mengirim preman untuk menghabisi Eli. Ini pasti ada hubungannya dengan Aaron de Fortman. Dia harus cari tahu.Malam itu juga Luca membakar markas kepunyaan Marquez. Kemudian dia membawa Jeremy dan Neymar ke markas ISA. Ada banyak hal yang mereka harus rencanakan. Ini mengenai Aaron. Neymar setuju untuk bergabung dengan misi mereka."Miranda sangat sedih atas kematian Eli, jangan banyak bicara padanya dulu."Semua orang mengangguk menanggapi ucapan Nacos. Ia baru tiba di markas setelah membawa jenazah Eli ke villa. Esok pagi rencananya Eli akan segera dimakamkan.Jeremy manggut-manggut. "Aku mengerti perasaan Dokter Miranda. Dia sangat menyayangi anak itu."Luca mengangguk."Sebaiknya rencana kita urungkan dulu. Setelah pemakaman Eli selesai, baru kita susu