LOGINDengan mengunakan tehnik meringankan tubuh, Guang Fang dan Wei Yuhan menyusuri hutan pegunungan Wuyi.
Untuk diwilayah aman pendakian, mereka tidak banyak mendapatkan hasil. Karena pasti sudah banya penduduk yang berburu sejak kemarin. Tapi untuk lima belas jebakan yang dipasang Guang Fang dini hari tadi, pria itu mendapat sembilan burung pegar dan tiga kelinci. Dua jebakan lainnya rusak tak berbentuk. "Kita bersihkan saja dulu agar mudah dibawa." saran Wei Yuhan melihat cincin penyimpanan yang ada dijari adik iparnya. Guang Fang bereaksi menepuk jidatnya gemas. "Kenapa aku bodoh sekali..!" sembari melihat keranjang, parang dan busur panah digendongannya. Wei Yuhan terbahak, ia juga merasa bodoh. Kenapa ia tak membawa cincin penyimpanan agar mudah membawa barang. Guang Fang memasukan yang ada digendongannya kecincin, lalu menuju sungai guna membersihkan kelinci dan burung pegar. Satu jam waktu yang dibutuhkan, setelahnya mereka melanjutkan perjalanan. Melewati batas aman sejauh dua kilo meter, aneka jamur, asparagus, rebung, Caosi, bayam, pakis dan kerokot. Kedua pria itu peroleh dan langsung masuk kecincin penyimpanan. Seratus langkah kemudian, kastanye, hickory serta kenari mereka temukan. Srek Suara ranting dan daun kering terinjak, Guang Fang dan Wei Yuhan waspada. Merunduk berlindung dibalik batang pohon. Didepan sana semak belukar bergoyang hebat, sebelum tersibak menampakan seekor babi jantan dewasa berbobot kisaran dua ratus kilo gram. "Aku bagian leher..!" bisik Guang Fang bersiap membidik setelah mengeluarkan busurnya. "Aku perut...!" sahut Wei Yuhan. Anak panah dikaitkan, ditarik kuat hingga busur melengkung indah. Dengan cermat keduanya membidik korban. Wei Yuhan memberi kode, dan diangguki oleh Guang Fang. "Sekarang...!" Siu Siu Jleb Jleb Tepat sasaran, satu anak panah menembus leher dan yang lain mengoyak bagian perut. Babi menguik keras, bergerak liar sebelum ambruk menggelepar dan mati. "Yeah...!" sorak kedua pria itu melompat bertos senang. Anak panah langsung dicabut lalu dibersihkan, begitu mereka berada didekat babi. Guang Fang mengibaskan tangan, babi lenyap berpindah kedalam.cincin penyimpanan. Mereka melanjutkan perburuan dan menemukan bermacam buah-buahan siap petik. Tak butuh waktu lama semua sudah ludes, hilang dari pohonnya. "Woah ginseng merah...!" pekik Wei Yuhan menunjuk kedepan. Mereka berlari cepat, menghampiri dua ginseng merah yang tumbuh subur dan besar dibawah pohon cendana. "Sepertinya hari ini keberuntungan berpihak pada kita." ucap berbinar Guang Fang, menatap senang ginseng digenggaman. "Hem, kau benar. Zhi'er membawa keberuntungan untuk kita." sahut Wei Yuhan mengingat keponakan perempuannya. Setelah menyimpan ginseng, mereka istirahat sejenak sembari memakan buah persik dan anggur liar. "Ayo...!" ajak Wei Yuhan. Almond Liar, Jicai, Muxu, pucuk Cedar, Jamur Matsutake, Shiitake, kuping hitam dan Honggu. Mereka panen setelah melangkah sejauh lima ratus langkah. Kastanye, Kenari, Hickory dan almond liar. Empat jenis kacang-kacangan pada masa ini memiliki harga jual yang lumayan mahal. Satu kilo gram bisa mencapai lima belas koin perak. Begitu juga jamur Matsutake, Shiitake, kuping hitam, jamur salju, dan Shimeji. Harga jual bisa menyentuh angka sepuluh koin perak. Sebenarnya ada jamur yang harganya lebih mahal lagi, bisa mencapai satu koin emas per kilo gram. Jamur Wei-wei emas, Ganba Hitam dan terompet raja. Namun amat sulit untuk mendapatkan mereka, selain tidak musiman. Ketiga jamur itu juga hanya muncul dua kali dalam setahun. "Sudah dapat banyak, mau pulang atau lanjut..?" tanya Wei Yuhan. Guang Fang mendongak, melihat matahari yang tertutup rimbunnya pohon sudah berada tepat diatas kepala. "Sebentar lagi ya..? lagi pula kita juga tidak bisa langsung menjual mereka semua." Wei Yuhan mengangguk "baik...!" Keduanya kembali mendaki, dengan sesekali memetik buah, sayuran, jamur dan kacang-kacangan. Guang Fang dan Wei Yuhan kompak menghentikan pergerakan kaki mereka, memasang indera pendengaran dengan seksama. Perlahan suara yang tak asing dikejauhan terdengar samar. Retina kedua pria itu bergerak liar, merotasi keadaan sekitar. "Disana...!" tunjuk Guang Fang merunduk. Wei Yuhan ikut menuduk, memindai area yang ditunjuk adik iparnya tadi. Bola mata keduanya membulat sempurna, seolah ingin merangkak keluar. Bibir yang semula menganga, kini sudah tertarik keatas hampir menyatu dengan mata. "Setelah ini kita langsung pulang..!" ucap Guang Fang menyiapkan panahnya. "Aku setuju...!" timpal Wei Yuhan bersemangat. Rusa jantan dewasa berjalan mendekat, mengendus sekitar guna mencari makanan. Tanpa tahu jika nyawanya sudah diincar oleh tajamnya anak panah dua manusia tampan. "Siapkan cadangan..!" komando Guang Fang menarik satu anak panah lagi. Yuhan mengiyakan. "Hitungan ketiga..!" katanya. Tiga ratus langkah, jarak rusa itu dari mereka. Busur dan anak panah sudah siap melesat, merobek udara guna menjemput mangsanya. "Satu------ Wei Yuhan mulai menghitung. "Tiga....!" Siu Siu Jleb Jleb Rusa mengerang keras, lehernya tercekik akibat anak panah yang mengoyak. Namun ia masih berdiri tegap tak menyerah dan siap melarikan diri. Tapi Guan Fang dan Yuhan tak akan mengizinkan, satu anak panah sudah gagah bersiap. Siu Siu Jleb Jleb Cepat, tepat, dan tanpa ampun. Bug . Rusa tumbang ketanah dengan kerasnya, kejang mendelik sebelum akhirnya mati. "Yu hu...! panen raya." seru dua pria sebaya itu. Dihampiri rusa tak bernyawa. Berdiri berkancah pinggang, menatap dengan senyuman penuh kepuasan. Bayangan akan koin perak dan emas, sudah menari menggoda dipelupuk mata. Anak panah ditarik, sebelum memasukkan badan rusa kecincin penyimpanan. "Kita bersihkan dulu babinya, cukup rusa saja yang kita jual bersama kacang-kacangan dan jamur." kata Guang Fang. Yuhan mengangguk setuju. Dengan berlari menggunakan jurus meringankan tubuh. Dalam waktu lima belas menit, keduanya sudah sampai disungai yang ada diwilayah batas aman pendakian. Babi dibersihkan, dipotong-potong. Dipisahkan bagian kulit dan daging, serta kepala juga kaki. Ketika matahari mulai condong kebarat, kira-kira kisaran pukul tiga sore. Mereka baru selesai dan gegas kembali pulang. Langkah riang bersemangat dengan canda tawa, menemani keduanya menyusuri jalanan desa. "Kami pulang...!" seru kedua pria itu. "Ayah...!" panggil Zilong berlari kecil mendekati Wei Yuhan. "Ayah kotor, tidak bisa menggendongmu." cegah Yuhan agar Zilong tak memeluk kakinya. Bocah itu tak marah, justru ia patuh mengangguk menghentikan langkah. "Malam ini makan bersama disini." ucap Guang Fang mengeluarkan semua hasil dari hutan didapurnya yang luas. "Woah...!" pekik bahagia Wei Zilan, tuan dan nyonya Wei serta Mu Yue. Rusa kembali dimasukkan kecincin penyimpanan agar tetap segar. Untuk Babi, bagian kepala, kaki dan sedikit daging juga kulit diolah untuk makan malam. Sisanya dibagi rata. Empat jenis kacang dipisahkan dari cangkangnya, lalu ditampatkan kekeranjang untuk besok dijual bersama gingseng merah dan tiga jenis jamur. Sayuran, buah dan jamur yang tak punya nilai jual dibagi rata, begitu juga burung pegar dan kelinci. Selesai membersihkan hasil buruan bersama, Fang dan Yuhan mandi, sementara nyonya Wei dan Mu Yue memasak untuk makan malam.Empat musim silih berganti, membuang luka lalu mendatangkan kebahagiaan. Mengusir kesulitan dengan kemudahan, serta menyingkirkan penghalang guna menghadirkan keberhasilan.Satu tahun berlalu. Bisnis manisan benang emas dan tanghulu yang memakai buah Hawthorn dan jujube, berhasil menarik banyak peminat sampai detik ini.Enam varian minuman seduh herbal dengan bahan utama pemanis gula pear, laris manis dipasaran.Prodak itu dinamai gula herbal.Pilihan prodak ada gula pear dengan campuran bunga osmanthus.Gula pear ditambah kurma jujube dan biji angkak.Gula pear dipadupadankan bersama bubuk kayu manis dan mint.Bubuk jahe dicampur gula per dan kurma jujube.Teh jasmin dan gula pear diberi tambahan kurma madu.Gula pear yang dikemas bersama bubuk ginseng putih, sari akar ilalang dan biji angkak.Semua sangat bagus bagi kekebalan imun dan daya tahan tubuh. Jika dimusim panas, gula herbal itu juga
Dengan menaiki kereta sewaan, Guang Fang bersama istri dan putrinya pergi keIbukota pusat.Begitu juga dengan Yuhan, Mu Yue, Zilong, tuan dan nyonya Wei tua.Memerlukan waktu satu jam untuk sampai ditempat tujuan."Kalian jalan-jalan saja, biar aku dan kakak ipar yang berjualan." titah Guang Fang pada istri, mertua dan istri Yuhan."Tidak, kami akan membantu kalian. Kalau mau melihat-lihat Ibukota dan berbelanja, lebih bagus bersama-sama." sahut nyonya Wei.Mereka pun mencari tempat.Setelah mendapatkan lokasi yang cocok lalu membayar pajak. Meja dan dagangan dikeluarkan dari cincin penyimpanan.Tanghulu disusun rapi pada tiang jerami, sementara manisannya tetap ditempatkan pada gentong tanah liat."Tanghulunya tuan, nyonya..! ada manisan juga."Teriak para orang dewasa menawarkan guna menarik pembeli.Guang Su Zhi dan Wei Zilong yang duduk dibangku kayu kecil, mencuri banyak perhatian pengguna
Seratus dua puluh koin emas, Guang Fang dan Wei Yuhan dapat dari kediaman tuan Bai.Semua hasil buruan yang mereka bawa pagi ini, diborong oleh tuan kaya raya itu.Jadi sudah tak perlu bersusah payah lagi Guang Fang dan Wei Yuhan menjualnya."Mau berbelanja atau langsung pulang..?" tanya Wei Yuhan."Pulang saja." jawab cepat Guang Fang."Bukankah kita akan membuat gula pear..? belanjanya besok saja sekalian menjual tanghulu dan manisan benang emas." sahut riang Guang Fang.Langkah kedua pria rupawan itu nampak sangat ringan, dengan senyum dan tawa yang tak jua sudi luntur tersungging dibibir."Bagaimana kalau besok menjualnya keIbukota saja..? aku ingin mengajak istri dan putraku juga orangtua kita sekalian, mereka sudah lama tidak jalan-jalan." tanya Wei Yuhan."Ide bagus..! aku juga akan mengajak istri dan putriku." sahut Guang Fang bersemangat.Sesampainya dirumah, para istri dan orangtua sudah bersi
Guang Fang dan Wei Zihan masih tertegun linglung, memandangi cincin penyimpanan yang tergeletak diatas meja. Sampai mereka tak menyadari jika nenek tua telah hilang tanpa jejak diujung jalan desa.Kata-kata pesan wasiat dari nenek tua itu sebelum pamit, masing nyata terngiang digendang telinga."Didalamnya ada sesuatu yang sangat dibutuhkan putri kalian, berikan padanya ketika dia berusia sepuluh tahun.""Tapi ini sangat berharga, kami tidak bisa menerimanya." balas Guang Fang."Pertemuan kita sudah menjadi kehendak langit, kalian harus menerima dan menyimpannya dengan baik." jawab wanita tua mengusap lembut kepala Guang Su Zhi."Kelak putri kalian akan membawa perubahan bagi banyak orang, bimbing dan arahkan dia dengan benar. Jadikan putri kalian manusia yang berbudi luhur." lanjutnya.Guang Fang dan Wei Zihan cuma bisa patuh mengangguk lemah, menatap nenek tua dan Su Zhi bergantian."Jangan pernah kalian lepas gelang giok keselamatan ini dari tangan Zhi'er." ucap nenek membual agar
"Bu..Bu..Bu..!" Kedua kaki mungil itu bergetar, melangkah terhuyung menghampiri sang ibu yang sedang duduk bertumpu pada kedua lutut, merentangkan tangan menyambut kedatangannya. Suara cadel menggemaskan, terlontar dari bibir kecil balita berusia satu tahun yang mulai belajar berjalan. HAP Tubuh gembulnya tenggelam dalam pelukan sang ibu, bibirnya terkikik geli menggemaskan, kala pipinya dihujani kecupan penuh kasih. "Putri ibu sangat hebat." Puji Wei Zihan berbinar, mengecup greget sang putri. Guang Su Zhi terkekeh geli "bu..bu...!" cicitnya lucu. Wajah Guang Fang terlipat jelek, bibirnya mengerucut protes. "Ayah terlupakan, sedih sekali." Ujarnya pura-pura merajuk, melipat kedua tangan didada. Wei Zihan dan Su Zhi terkekeh lagi. Su Zhi melepaskan diri dari dekapan sang ibu, berjalan tertatih menuju Guang Fang. "Yayah..!" Serunya cadel, memeluk ked
Dikediaman sederhana pasangan bahagia yang baru saja memiliki seorang putri, suasana hangat menyelimuti dipagi cerah ini. Angin berhembus lembut, membawa aroma kesegaran dari bunga bermekaran."Biar aku saja yang memasak." cegah Wei Zilan saat sang suami akan menyalakan api tungku."Kau masih harus beristirahat, duduk saja bersama putri kita." balas Guang Fang."Aku sudah pulih." kata Wei Zilan "lagi pula cuma memasak, itu bukan pekerjaan yang berat."Netra lentik itu bergetar lirih, selaras dengan senyuman manis yang tergores ranum. Semua menunjukkan bahwa ia baik-baik saja.Guang Fang pun mengalah, ia memilih mengerjakan yang lain. Mencuci pakaian, menimba air untuk mengisi bak mandi dan gentong-gentong tanah liat, membersihkan rumah serta halaman.Setelahnya ia memanen tomat, sayuran hijau, kentang, dikebun belakang kediaman. Tumbuhan lama yang sudah tidak produktif dibersihkan, tanah digembarkan kemudian ditanami la