Home / Romansa / SKANDAL PEWARIS CULUN / Bab 7. Kebimbangan Yang Semakin Nyata

Share

Bab 7. Kebimbangan Yang Semakin Nyata

last update Last Updated: 2025-08-19 16:29:31

Di antara riuhnya obrolan para karyawan di jam makan siang, Misha nampak gelisah. Padahal saat itu dia sedang tidak makan sendirian melainkan bersama beberapa rekan kerja dan Joshua yang duduk di depannya sembari mengoceh panjang lebar entah menceritakan apa.

Misha berusaha menikmati makanannya, namun fokusnya berada di tempat lain. Pada pria yang juga sedang menikmati makan siangnya duduk beberapa meja darinya sembari di ganggu oleh rekan kerjanya.

“Kamu tahu, Misha. Aku harap kita akan dapat bonus dari proyek…”

Misha mengangguk-anggukan kepalanya, seakan merespon ucapan Joshua agar pria itu tidak curiga kalau dia sejak awal mencuri-curi pandang ke arah Zayden. 

Berusaha dibuat senatural mungkin agar tidak ada yang menyadari kemana perhatiannya berada. 

Kunyahan demi kunyahan yang ditelannya, tidak begitu terasa oleh Misha. Hatinya merasa tidak tenang. Batinnya kembali bergejolak, seperti malam itu. Saat Zayden diganggu oleh rekan kerjanya yang lain.

Namun di sisi lain, Misha masih merasa kesal dengan sikap Zayden yang memintanya untuk melupakan malam panas mereka. 

Kedua hal yang bertentangan itu membuat Misha penuh kebimbangan.

“Bisa-bisanya Zayden memintaku untuk melupakan semuanya? Memangnya dia siapa? Yang seorang atasan itu aku!” Gerutu Misha dalam hati, mengunyah makanannya setengah hati. Padahal makanan hari ini adalah menu favoritnya.

Kalau memikirkan tentang hal itu, ingin sekali Misha memaki-maki Zayden. Moodnya jadi berantakan hingga dia tidak fokus bekerja setengah harian ini. Bayangan mereka bercinta tadi malam tidak bisa lepas dari pikirannya.

Sementara pria itu, malah sebaliknya bisa menyelesaikan semua pekerjaannya dengan sempurna seakan-akan tidak terganggu sama sekali dengan hubungan intim yang telah mereka lakukan.

“Bukankah aku benar, Misha…” ucap Joshua, entah membicarakan apa.

“Iya, benar.” Misha mengangguk-angguk, mengiyakan. Padahal dia tidak tahu apa yang sedang dibicarakan.

Misha menatap makanannya sesaat sebelum menegakkan pandangan dan melayangkan tatapannya ke arah lain terpusat pada wajah Zayden. Melihat dengan lekat bagaimana pria itu menelan makanannya hingga jakunnya naik turun berirama. Memindai tubuh tegap berbalut kemeja yang menyembunyikan lekukan otot menonjol yang membuatnya makin terlihat seksi yang tadi malam bisa dia jamah tanpa pelindung apapun.

Misha merasakan hawa panas tiba-tiba kembali menerpa tubuhnya.

Adegan percintaan malam itu seakan terulang kembali di kepalanya. Semua sentuhan dan leguhan mereka yang menjadi satu dengan udara malam menerjang pikirannya tanpa bisa dicegah. 

Misha mengunyah sisa makanannya dengan  sedikit menggebu saat tanpa sengaja tatapannya bertemu dengan mata Zayden yang balik memandangnya hingga membuatnya tersedak.

“Uhuk….”

“Astaga, Misha.” Joshua kaget, buru-buru mengambilkan minum milik Misha yang diminumnya hingga habis tak bersisa. “Apakah kamu baik-baik saja?”

Misha mengangguk, meletakkan gelasnya dan mencoba menenangkan diri sembari meredakan emosinya.

“Iya, aku tidak apa-apa. Terima kasih.”

“Tidak masalah.” 

Joshua tersenyum, Misha hanya membalas dengan senyum singkat dan sibuk dengan piringnya yang isinya sudah habis tak bersisa. 

Misha tadi hanya kaget hingga tersedak saat Zayden menangkap basah tatapannya. Seakan-akan adegan bercinta yang ada di kepalanya juga bisa dilihat oleh Zayden. 

Misha pura-pura membersihkan sisa makannya sembari mencoba melirik Zayden dengan hati-hati yang ternyata sedang fokus mengupas buah jeruk.

“Sialan pria itu. Mengagetkanku saja,” decak Misha dalam hati. 

“Apa yang sedang kamu pikirkan dari tadi?” Tanya Joshua tiba-tiba.

“Tidak ada. Kenapa?”

“Kamu terlihat tidak fokus seakan-akan sedang memikirkan hal besar. Apa ada yang sedang kamu khawatirkan?”

Misha menggelengkan kepala. “Tidak. Itu hanya perasaanmu saja.”

Alis Joshua terangkat. “Benarkah?”

“Ya. Sudahlah, tidak usah pedulikan aku. Sampai mana pembicaraan kita tadi?”

“Tidak ada.”

Misha mengeryit. “Tidak ada? Bukankah kamu sedari tadi membicarakan sesuatu?”

“Iya. Hanya aku yang berbicara sementara kamu tidak, jadi tidak ada pembicaraan di antara kita.”

“Oh.”

Hanya itu yang bisa Misha katakan karena perkataan Joshua memang benar. Tubuhnya seakan sedang mendengarkan Joshua tapi pikirannya ada pada pria menyebalkan itu.

“Zayden sepertinya sedang diganggu lagi?” ucap Joshua tiba-tiba sembari memperhatikan Zayden. 

Misha ikut memperhatikan Zayden yang kikuk nampak berdiri sembari membawa nampan makanannya dan berusaha keras undur diri dari sana. Setelah perdebatan kecil, Zayden berlalu meninggalkan kantin di bawah tatapan Misha hingga punggung tegap itu berlalu di balik pintu.

“Siapa suruh dia bekerja terlalu ambisius,” decak Joshua. “Hingga banyak orang yang tidak suka padanya.”

“Ambisius bagaimana maksudmu?” Misha nampak kesal mendengarnya.

“Hei, kenapa kamu nampak marah? Jangan ulangi lagi sikapmu tadi malam yang membuat semua orang kaget.”

“Aku hanya membela bawahanku, Joshua,” ucap Misha penuh penekanan.

“Ya, ya, aku tahu. Hanya saja semua itu karena sikapnya sendiri yang merasa bisa melakukan semua tugasnya dengan sempurna.”

“Dia memang bisa melakukannya, aku akui itu. Lalu di mana letak masalahnya?”

“Yang lain tidak suka karena dia karyawan baru.”

“Mereka hanya iri!” decak Misha.

“Yah, memang begitulah dunia kerja.”

Misha diam, tahu kalau hal seperti itu memang permasalahan yang umum. Ada saja senior yang tidak suka dengan kinerja juniornya yang dia anggap bisa menjadi ancaman kariernya hingga bisa bertindak semena-mena. Berharap juniornya tidak betah dan mundur dari kantor.

Benar-benar permainan yang licik.

Kalau Misha pribadi, jika itu pencapaian yang dilakukan oleh usaha sendiri bukan dengan cara yang kotor, maka hal itu patut untuk diapresiasikan dan Misha sebagai atasan ikut merasa senang. Bawahan yang dia bimbing bisa bekerja dengan baik dan penuh prestasi.

Sepertinya, hanya dia yang berpikir seperti itu. Karena Misha tahu bagaimana kerasnya berjuang di dunia kerja yang seperti hutan rimba.

“Oh ya, siapa yang nantinya akan menjadi pengawas intern di team kamu?” Tanya Joshua.

“Zayden. Dia yang akan menjadi pengawas intern,” jawab Misha tanpa ragu.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SKANDAL PEWARIS CULUN   Bab 8. Insiden Kecil Dalam Lift

    “Kenapa harus berpapasan lagi,” desah Misha dalam hati saat berdiri berdua bersisian dengan Zayden saat menunggu lift datang. Misha berusaha tetap tenang, dengan wajah dingin seperti biasanya dan tanpa senyuman. Seakan-akan tidak ada Zayden di sana.Kedok yang berusaha dia pertahankan meski hatinya berdebar tidak karuan.“Tenang, Misha. Rileks,” Misha berusaha menyabarkan diri.Tidak ada yang berbicara, hanya ada keheningan dan riuhnya beberapa percakapan dari dalam ruangan yang terdengar sampai lorong sebagai latarnya. Misha juga enggan untuk berbicara duluan.Lift akhirnya tiba, yang terasa begitu lama bagi Misha. Keduanya masuk bersamaan ke dalam lift yang kosong dengan tujuan yang sama yaitu lobbi.Pintu lift tertutup, menampilkan pantulan sosok mereka berdua di sana dengan jelas.“Zayden.”Misha akhirnya buka suara.Zayden meliriknya sekilas sebelum menjawab. “Iya, Bu Misha.”“Senin besok akan ada anak intern di team kita. Kamu yang akan menjadi pengawasnya ya.”Zayden sontak me

  • SKANDAL PEWARIS CULUN   Bab 7. Kebimbangan Yang Semakin Nyata

    Di antara riuhnya obrolan para karyawan di jam makan siang, Misha nampak gelisah. Padahal saat itu dia sedang tidak makan sendirian melainkan bersama beberapa rekan kerja dan Joshua yang duduk di depannya sembari mengoceh panjang lebar entah menceritakan apa.Misha berusaha menikmati makanannya, namun fokusnya berada di tempat lain. Pada pria yang juga sedang menikmati makan siangnya duduk beberapa meja darinya sembari di ganggu oleh rekan kerjanya.“Kamu tahu, Misha. Aku harap kita akan dapat bonus dari proyek…”Misha mengangguk-anggukan kepalanya, seakan merespon ucapan Joshua agar pria itu tidak curiga kalau dia sejak awal mencuri-curi pandang ke arah Zayden. Berusaha dibuat senatural mungkin agar tidak ada yang menyadari kemana perhatiannya berada. Kunyahan demi kunyahan yang ditelannya, tidak begitu terasa oleh Misha. Hatinya merasa tidak tenang. Batinnya kembali bergejolak, seperti malam itu. Saat Zayden diganggu oleh rekan kerjanya yang lain.Namun di sisi lain, Misha masih m

  • SKANDAL PEWARIS CULUN   Bab 6. Gagalnya Trik Licik Balas Dendam

    Misha yakin, dia tidak salah dengar. “Zay? Apa kamu baru saja berdecak padaku?”Pria itu nampak bergeming, ekspresinya sedatar biasanya hingga Misha harus menyipitkan mata untuk mencari celah.Zayden menggeleng. “Tidak, Bu. Mungkin Anda salah dengar.”“Benarkah salah dengar?” Batin Misha penuh keraguan. “Sepertinya tidak.”Misha sangat yakin dia mendengar pria itu berdecak tadi. Namun sepertinya, percuma saja jika memaksa pria itu mengakuinya. Zayden pandai mengatur ekspresinya untuk mengelabui orang-orang. Setelah melihat sisi lain Zayden yang liar tadi malam, Misha tidak bisa lagi melihat pria itu seperti biasanya. Tatapan mata Zayden mengisyaratkan jika ada banyak hal yang disembunyikan olehnya. Teringat tentang hal semalam, tanpa sadar Misha merasa malu sendiri dan mengalihkan pandangan dari Zayden yang tengah menatapnya.Misha mencoba untuk mengalihkan pembicaraan mereka kembali ke pekerjaan. “Kalau begitu, tolong kamu lakukan riset untuk mencari beberapa bahan campaign besert

  • SKANDAL PEWARIS CULUN   Bab 5. Memanfaatkan Kesempatan Untuk Keuntungan Pribadi

    “Zayden, kemarilah!” Misha memanggil Zayden ke mejanya. Ia sedikit meninggikan suara karena posisi duduk Zayden yang terpisah cukup jauh dengannya. Merasa dipanggil, Zayden dengan sigap menghampiri meja Misha. Dia berdiri dengan sopan di samping Misha. Menunggu atasannya memberikan instruksi untuk dikerjakan. Sepertinya Misha sudah tidak terganggu dengan yang mereka lakukan tadi malam. Mungkin baginya, hal itu memang bukan apa-apa.“Ini, kerjakan semuanya dan berikan lagi ke saya setelah selesai sebelum makan siang!” perintahnya.Misha menyodorkan tumpukkan kertas yang harus dikerjakan oleh Zayden. Dari beberapa tumpukkan kertas itu, ada yang sebagian adalah pekerjaannya. “Baik, Bu Misha.”Misha tersenyum puas melihat Zayden yang dengan mudah mengiyakan perintahnya. Memang seperti itulah Zayden—penurut dan tidak bisa membantah.“Apa kamu juga sepenurut ini ketika di atas ranjang,” batin Misha diiringi senyum tipis. Matanya diam-diam menatap tubuh Zayden. Bayangan tubuh seksinya

  • SKANDAL PEWARIS CULUN   Bab 4. Setelah Kegiatan Panas Semalam

    “Astaga! Apa yang telah aku lakukan?!” Misha memegang kepalanya yang terasa berdenyut. Semalam ia terlalu banyak minum. Saat hendak bangun untuk memulai aktivitasnya, matanya membulat lebar. Zayden— pria culun yang juga bawahannya itu ada di sampingnya dan bertelanjang dada!Misha menjambak rambutnya, frustasi. Tidak seharusnya ia tidur dengan bawahannya. Bahkan jika dia mabuk, seharusnya dia bisa menahan diri.“Tenang Misha, jangan panik!” batin Misha kembali menoleh ke samping, di mana Zayden masih tidur.Misha menggigit bibirnya sambil mencoba berpikir apa yang harus dilakukannya. “Baiklah, kamu bisa mengatakannya pada Zayden untuk melupakan semua ini.” Misha menarik napas panjang, mencoba meyakinkan diri sendiri bahwa semua ini bukanlah apa-apa. Namun, di tengah kepanikannya, Zayden justru bangun. Pria itu menatapnya sambil tersenyum tipis.“Selamat pagi, Bu Misha,” sapa Zayden.Misha berdeham, mencoba menyembunyikan kegusarannya. Matanya menatap gelisah Zayden yang menyandarka

  • SKANDAL PEWARIS CULUN   Bab 3. Si Culun Yang Liar

    Zayden menghela napas panjang. Ia baru keluar dari kamar mandi setelah tadi Misha mengotori pakaiannya dengan muntahan.“Bisa-bisanya dia tertidur pulas setelah memuntahkan hampir seluruh isi perutnya ke anak buahnya sendiri.”Zayden berdecak kesal, menatap Misha yang masih terlelap di atas kasur motel. Pakaian wanita itu masih bersih, kontras dengan miliknya yang basah dan bau—yang sudah ia buang ke tempat sampah kamar mandi. Sepertinya ia harus menelepon seseorang untuk membawakannya pakaian ganti. Di tubuhnya, hanya ada handuk yang melilit dari pinggang ke bawah. Badannya masih setengah basah. Saat berjalan sambil mengeringkan rambut, ia terkejut karena melihat Misha yang terbangun. Misha duduk di pinggir kasur, setengah limbung karena mabuk. Namun ia belum menyadari keberadaannya. “Syukurlah, ternyata masih mabuk.”Zayden menghela napas lega, ia tak terlalu malu karena sedang setengah telanjang. Ia akhirnya berjalan ke arah nakas di samping tempat tidur, berencana menelepon ses

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status