Share

Hanya Sampah

Author: VincaFlower
last update Last Updated: 2024-04-22 21:04:24

Tiga

"Larasati ...!"

Sia-sia  seruan Mahendra, toh Larasati  tidak menghiraukan. Wanita itu terus berjalan dengan hati yang mantap menuju kamar mertuanya yang berada di lantai bawah.

Mau tidak mau Mahendra harus mengejar Larasati, Istrinya itu sekarang sudah terlihat berada di lantai bawah, cepat sekali dia, apa ia terbang? Umpat Hati kecil Mahendra.

Maka dengan secepat kilat juga, Mahendra tergesa menuruni anak-anak tangga, ia hampir saja terjerembab karena melangkahi beberapa anak tangga sekaligus, untung saja ia sigap berpegangan pada pagar besi.

"Si*lan!" Jantung Mahendra berdebar keras, ia harus cepat, sebelum Larasati  mencapai pintu kamar orang tuanya.

"Hei Larasati, tunggu!" Dikeremangan ruangan yang hanya berpenerangan lampu-lampu neon lima Watt yang di pasang di sudut tangga Mahendra dapat melihat bayangan Larasati yang sempat menoleh pada nya.

"Baiklah, Larasati ... kemarilah, aku akan ikuti kemauanmu."

Larasati yang sudah mengangkat tangan untuk mengetuk pintu mertua, mengentikan pergerakannya.

Ia menoleh, Mahendra berada tidak jauh darinya, menyandarkan bahu pada pintu kamar yang kelihatan tidak berpenghuni, dengan keringat bercucuran di dahi serta nafas yang ngos-ngosan.

Senyum ragu menghiasi bibir Larasati, ia tidak percaya sebenarnya, tapi kilat di mata Mahendra sepertinya tidak main-main.

Larasati mengurungkan niatnya untuk sementara, lalu ia bergerak menuju Mahendra.

"Kalau begitu, lakukan sekarang." ucap Larasati pelan. Kedua tangannya di silang ke dada.

"Ayo ke kamar, aku tidak bawa ponsel." Mahendra menangkap pergelangan tangan Larasati.

"Ini, kamu pasti ingat nomornya bukan?"

Larasati menepis pegangan Mahendra, lantas menyodorkan ponsel yang  sedari tadi si pegangnya.

Mahendra menatap ponsel itu dengan gemas. Wanita ini benar-benar membuat aku gila! gumamnya.

"Ayo, atau kamu ingin aku melanjutkan untuk mengetuk pintu Papa?" Larasati sengaja tidak menambahkan kata 'mu' saat mengucapkan Papa.

"Ini!" Larasati sungguh tidak sabaran, ujung ponselnya sudah menyentuh dada Mahendra.

Mahendra sungguh ingin melemparkan saja ponsel yang menurutnya sangat murahan itu, tapi mengingat ancaman Larasati, ia hanya bisa menarik napas sedalam-dalamnya.

Ponsel sekarang sudah berada dalam genggaman Mahendra.

Ibu jari Mahendra mengusap  layar, sebelah tangannya menyugar rambutnya bolak-balik. Sementara Larasati menatap dengan tidak sabaran.

"Cepatlah, mas ..." tuntut Larasati.

Kemudian Larasati sedikit merasa lega ketika melihat Mahendra telah mengetik beberapa angka.

Mahendra dengan perasaan tidak menentu memang telah memasukkan nomor kekasihnya.

Ya ini adalah satu satunya pilihan yang tepat. Mahendra akan memutuskan Zara malam ini demi memenangkan hati Larasati, setelah Mahendra akan mengirimkan pesan pada wanita yang dicintainya itu kalau ia terpaksa melakukannya dan bukan keinginanmya sendiri. Ia melakukan karena ancaman Larasati. Dan Mahendra sangat yakin Zara akan mengerti.

Mata Larasati mengawasi Mehendra dengan ketat, ponselnya sekarang sudah menempel di telinga. Rahang yang ditumbuhi bulu-bulu halus terlihat mengeras pertanda geraham yang saling beradu dengan kuat, sorot mata tajam tapi sayangnya sekarang mau tidak mau harus tunduk pada tatapan lembut Larasati.

Larasati tersenyum geli dalam hati. Mari kita lihat Bung ar*gan, bagaimana cara kau berkelit  menghadapiku?

Terdengar nada sambung dari seberang sana, Mahendra gugup. Sesungguhnya ia tidak bisa melakukannya, bagaimana mungkin ia sanggup menyakiti hati wanita yang selama ini sangat ia cintai.

Tetapi, gara-gara wanita yang berdiri di depannya ini, ia harus melakukan hal tersebut ...

Lihatlah, wanita ini sekarang terus menatapku dengan tatapan egois, tanpa rasa bersalah atau sungkan. Seharusnya wanita ini ada sedikit rasa segan bukan? Bukankah kami baru saja bertemu tadi siang, yah walaupun sudah sah menjadi istriku ... tapi tetap saja seharusnya ia mempunyai adab dan rasa malu ... hati Mahendra tidak berhenti berkata-kata.

"Halo ..."

Mahendra tersentak, jawaban parau dari seberang sana mencelos hatinya.

"Zara, ini aku ..." bergetar suara Mahendra.

"Nyalakan spikernya." Larasati memberi kode pada Mahendra dari gerakan mulut. Tetapi Mahendra tidak memperdulikannya.

Dengan gemas, Larasati merampas ponsel tersebut, menekan tombol spiker lalu menaruhnya kembali di telapak tangan Mahendra.

"Ada apa lagi Mahendra? ... tidak cukupkah kau membuatku h*‹ncur? Apa lagi yang kau mau?" isak tangis kembali pecah di telinga Mahendra. Larasati melengos mendengarnya.

Mahendra mengehela napas putus asa berkali-kali. Ia tidak sanggup melakukan apa yang diinginkan Larasati.

"Sayang aku sangat men ..."

Ogh ... Larasati kesal. Sepertinya Mahendra memang ingin menguji dirinya. Dengan cepat ia menghamburkan langkah menuju pintu kamar mertuanya.

Mahendra terkesiap. Larasati dengan ringan mengetukkan dua jarinya ke pintu.

Tok ...

"Zara ... kita putus, mulai sekarang hubungan kita berakhir."

Larasati tersenyum simpul ... dalam hati  bersorak senang. Ini bukan tentang ia merasa hebat bisa mengintimidasi Mahendra dalam sekejap, tetapi ia bangga pada keberaniannya yang membuat Mahendra tidak macam-macam atas pernikahan mereka.

Bagaimanapun Larasati berpikir pernikahan bukanlah sesuatu hal yang bisa dianggap sandiwara atau permainan. Walaupun ia tahu kalau tidak ada sedikitpun rasa suka Mahendra untuknya.

Namun setidaknya untuk malam ini ia berhasil menunjukkan pada seseorang di seberang sana yang katanya adalah kekasih suaminya, di mana tempat Larasati sebenarnya. Ia berhasil mempertahankan harga diri seorang istri yang semestinya.

"Mahendra ... aku tidak mengerti dengan apa yang kau katakan. Sudah cukup kau menyakitiku hari ini, jangan kau tambahkan lagi luka..."

"Makanya daripada aku terus melukaimu lebih baik kita berpisah..."

"Tidak Mahendra ... ini tidak mungkin, jangan begini. Apa kau sudah lupa dengan segala janji yang kau ucapkan. Jangan lupakan dengan apa yang telah kita rencanakan dan lakukan ... kita sudah bersama dalam waktu yang panjang Mahendra. Aku tidak akan sanggup hidup tanpamu."

Mahendra memejamkan mata mendengar kata-kata dari seberang sana. Sementara Larasati menyaksikan dengan sangat teliti seakan-akan itu adalah drama yang sangat seru.

"Baiklah ... aku akan berusaha menerima kalau kau telah menikah. Aku tahu ini cuma karena permintaan Papamu bukan? Maafkan aku karena terlalu kekanak-kanakan. Aku janji akan dengan sabar menunggumu, aku akan selalu bersamamu Mahendra ... "

Larasati geram mendengar ucapan demi ucapan tersebut. Ia perhatikan mimik wajah Mahendra yang begitu prustasi.

Mahendra menatap Larasati, memohon melalui sorot mata agar Larasati mau mengubah keputusannya.

Seolah mengerti dengan permohonan tatapan Mahendra, Larasati menggeleng dengan cepat, walau sebenarnya ia cukup tersentuh. Oh jadi seperti ini rupanya kalau seorang pria benar-benar mencintai kekasihnya ... tapi jauh di lubuk hatinya entah kenapa seperti ada ribaun jarum yang menusuk.

Membuat jiwa Larasati sesak, dan ingin mencari pelampiasan.

"Kau mau akau mengetuk lebih keras pintu ini? Cepat selesaikan sekarang juga, atau aku akan bikin keributan di sini, bukan orang tuamu saja yang akan tahu, tapi semua orang yang tinggal di sini ...!"

Untuk sekarang Mahendra takhluk pada keegoisan Larasati, tapi ia berjanji dalam hati ini adalah yang pertama dan terakhir wanita ini berlaku semena-mena atas dirinya.

Tidak ada siapapun selama ini yang berani mengintimidasi seorang Mahendra  Malik, jangan mengintimidasi, selama ini siapapun yang berhadapan dengannya, hanya akan menundukkan kepala. Namun gadis ini, ia sudah melewati batas, dan Mahendra tidak akan memaafkannya.

Geraham Mahendra bergemertuk menahan kemarahan yang menggumpal di dada.

"Kita putus, Zara. Aku tidak mencintaimu lagi, mari kita jalani hidup masing-masing."

Setelah kata-kata itu, meluncur dari bibir tipisnya, Mahendra langsung mematikan ponsel itu, tidak sanggup hatinya mendengar isakan pilu dari hati yang telah sengaja ia lukai.

"Kau puas sekarang?" Mahendra mengansurkan ponsel itu pada pemiliknya.

"Ya ... untuk sekarang ..." Entah kenapa Larasati merasa suaranya tercekat di tenggorokan.

"Tidak lagi ... jangan harap kamu akan mendapatkan apapun lagi dariku, baiklah, terserah kamu mau hidup bagaimana sekarang. Karena bagiku, di sisiku kau ibarat debu... kotor dan tidak berguna ...

Larasati menggigit bibir mendengar ucapan Mahendra yang menatapnya penuh kebencian.

"Lihat dirimu ... begitu jelek dan kampungan, bagaimana mungkin orang-orang tua itu menyandingkan dirimu denganmu? Apa mereka tidak berpikir bagaimana aku akan mengahadapi cemoohan para kolega, karyawan dan teman-temanku?

Kau adalah sampah dalam kehidupanku, maka jangan pernah berpikir untuk mendapatkan diriku.

Ingat di ot*kmu ini, kau adalah samp*h di sisiku."

Mahendra menekan kening Larasati dengan telunjuknya.

"Kalau aku sampah, maka kau adalah tempat sampah!"

Larasati balik menuding kepala Mahendra, tapi ia melakukannya dengan keras sehingga lelaki itu terhunyung ke belakang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Isabella
wanita keren . mana up nya thoer
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • SUAMI AROGAN KENA BATUNYA   Semua Terselesaikan

    55"Bisa-bisa aku mati kerena stress! Entah kemana pergi si Bos besar, apa ia tidak takut perusahaannya yang besar itu kocar-kacir ditinggalkannya begitu saja!" Narendra meluapkan kekesalannya pada semua orang yang tengah bersiap menikmati sarapan pagi."Tanpa berpikir dia meninggalkanku tanggung jawab yang nggak main-main besarnya, pada anak bawang sepertiku.Bahkan kalaupun aku sudah berada di perusahaan itu berpuluh tahun, aku tetap tidak punya bakat untuk memimpin, lha ini, bahkan sejak Papa meninggalkan belum sekalipun aku menginjakkan kaki di sana!" Pemuda yang ketampanannya melebihi Abangnya itu menghempaskan bokongnya pada kursi, tanpa menghentikan omongannya."Tiba-tiba saja aku harus seperti orang gila, melakukan pertemuan-pertemuan dengan orang-orang yang tidak kukenal, membicarakan hal-hal yang bahkan tidak kumengerti!" Ia kemudian meraih segelas susu lalu menenggak hingga tandas.Semua orang yang berada di meja makan tersebut hanya terdiam mendengar umpatan kekesalan Nar

  • SUAMI AROGAN KENA BATUNYA   Merenda Kasih

    49Larasati termanggu menatap pantulan wajahnya di kaca. Ia gelisah, merasa suasana kamarnya saat ini terasa begitu lain dari biasanya.Tentu saja, saat ini bukan dia dan Ammar yang tengah terlelap saja yang berada dalam ruangan temaram itu, suara gemercik air dari kamar mandi seakan memacu detak jantungnya.Perlahan Larasati meraba wajahnya, bias lampu tidur yang memang sengaja telah di pasang tidak mampu menyembunyikan rona kemerahan di kedua pipinya.Dan kemudian debar di dada Larasati semakin menyentak, ketika ia tidak lagi mendengar suara gemercik air, pertanda seseorang di dalam sana sudah akan segera selesai.Benar saja, tidak berapa sesudah itu, pintu kamar mandi telah terbuka, menampilkan sosok bertelanj*ng dada dengan handuk melilit di bawah pusar.Malangnya Larasati tidak bisa untuk tidak melihat ke arah itu, alhasil tenggorokannya seakan kering dengan mata yang seperti lupa cara untuk berkedip. Mahendra menyadari kalau Larasati begitu gugup, tapi lewat tatapan mata bulat

  • SUAMI AROGAN KENA BATUNYA   Pembicaraan 3 Pria

    53Sore dengan lembayung jingga kemerahan di langit, di sebuah lapangan rumput yang cukup luas, yang difungsikan sebagai tempat permainan anak-anak. Tenda-tenda raksasa tersedia, menyediakan bermacam-macam aneka wahana ala temzone, di bawah naungan pohon-pohon kanopi yang rindang.Di antara kerumunan anak-anak dan para orang yang tengah menemani para buah hati mereka bermain, nampak dua orang pria dewasa yang terlihat paling mencolok dan menjadi pusat perhatian yang lainnya.Dari segi pakaian saja sudah bisa ditebak kalau mereka bukan berasal dari kalangan biasa-biasa saja, tapi dua orang itu tidak begitu memperdulikan tatapan keingin tahuan berpasang-pasang mata. Mereka yang tidak lain adalah Mahendra dan Ruhan, saling mengawasi Ammar yang tenggelam dalam keasyikan menikmati puluhan wahana permainan.Setelah agak beberapa lama, mereka merasa Ammai sudah mulai bodami dan terlihat lelah, lalu mereka mengajak bocah itu menepi dari hiruk pikuk, membawanya last sebuah ayunan yang terpa

  • SUAMI AROGAN KENA BATUNYA   Menuju Bahagia

    52Mahendra menatap bangunan sederhana tapi begitu ekstetik yang sepertinya sembilan puluh sembilan persen sepertinya terbuat dari kayu gaharu. Bertingkat dua dengan desain minimalis, yang nampak terdecorasi sedemikian rupa elegan, sehingga rumah yang kelihatannya merangkap sebagai cafe itu terlihat begitu nyaman untuk disinggahi.Memiliki halaman yang cukup luas, di setiap sudut terdapat berbagai macam tanaman serta bunga-bunga. Tidak ketinggalan bunga-bunga bonsai yang serupa sanggul besar dan pohon-pohon Bougenville bermekaran bermacam ragam warna. Dan kala angin semilir berhembus, beberapa kuntum bunga berjatuhan di meja-meja yang tertata rapi di sana.Cafe itu terletak tidak jauh dari danau buatan yang dulu disinggahi Mahendra. Hanya satu belokan dari sana. Tempat itu terlihat misterius di mata Mehendra, karena di sana Larasati menyembunyikan dirinya selama bertahun-tahun. Tidak sedikitpun terendus oleh Mahendra, walau nyatanya ia sudah sering sekali melewatinya setiap pulang d

  • SUAMI AROGAN KENA BATUNYA   Akhirnya

    51"Pak, hari ini adalah jadwal meeting tahunan dengan presiden direktur Lucindo group. Aku harap anda tidak lupa." Angga mematut punggung lebar Bosnya yang tengah berdiri di dinding kaca, yang menampilkan pemandangan dari ketinggian gedung 30 lantai tersebut."Aku ingin mengakhiri segala kerja sama dengan Lucindo group. Apa itu memungkinkan?" Tatapan Mahendra jauh keluar hinggap di puncak-puncak gedung pencakar langit di sekitar.Angga membeliak, tidak menyangka Bos-nya akan bicara seperti itu."Atur pertemuanku dengan Ruhan, tanpa staf, hanya aku dan dia.""Pak, anda tidak bisa ....""Aku bisa, perusahaan ini tidak akan bangkrut hanya karena aku memutuskan segala kesepakatan dengannya, tapi kalau aku tetap bekerja sama dengannya maka aku yang akan hancur setiap saat setiap waktu."Angga hanya geleng-geleng kepala mendengar keputusan tiba-tiba Mahendra. Sementara dia tahu, kalau beberapa tahun ini, Corpotion group sangat ketergantungan dengan Lucindo group. Mereka telah bekerja sam

  • SUAMI AROGAN KENA BATUNYA   Konspirasi

    50Mahendra merasa tidak ada lagi manfaat nyawanya masih melekat di badan, setelah apa yang terjadi, tidak ada gunanya lagi dia tetap hidup. Jiwanya seakan terpental jauh, isi dadanya terasa hangus, seakan sekeping daging merah yang bersemayam di sana telah berhenti berdetak, menghitam setelah terbakar oleh kobaran luka di mata Larasati.Sekarang pria itu seakan hidup tanpa hati, tanpa tujuan, hampa dan berlumur kesakitan. Ia bergerak tapi seakan lumpuh, matanya terbuka tapi seakan terpejam, ia masih bernafas tapi seakan mati.Malam telah merangkak, mobilnya terus bergerak pelan membelah jalan, matanya kosong menatap lurus ke depan, tiada emosi yang tersimpan di raut wajahnya, selain sebuah kehambaran.Gerbang rumah besar itu segera terbuka saat para penjaga menyadari kedatangannya, mobil itupun berbelok memasuki perkarangan.Mahendra menoleh pada beberapa mobil yang berderet di sana, lalu matanya menatap pintu utama rumah yang tengah terbuka.Matanya tiada berkedip, nafasnya kembali

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status