Share

SUAMIKU MENIKAH LAGI DIAM-DIAM
SUAMIKU MENIKAH LAGI DIAM-DIAM
Penulis: Fetina

Kabar yang Mengejutkan

"Apa? Jadi di rumahku di Bogor ada yang menempati?" tanyaku pada Agung--penjaga rumah kami di Bogor.

Aku terperanjat mendengar kabar yang mengejutkan.

"Iya, Bu. Sudah sebulan. Wanita itu ... Istri kedua Bapak. Ia tinggal dengan adik dan ibunya. Sebenarnya, saya tak boleh bilang ini sama ibu. Saya diancam oleh Pak Dafa jika membocorkan semuanya sama ibu."

Ini yang lebih membuatku syok. Istri kedua? Sejak kapan Mas Dafa menikah lagi?

"Baiklah, terima kasih atas semua keteranganmu. Saya jamin, kamu tetap bekerja di sana nanti," ucapku.

"Baiklah, Bu. Terima kasih. Saat ini, Bu Ranti sedang hamil, Bu," katanya.

Hamil? Mengapa aku sama sekali dan tak mencium perselingkuhan suamiku. Sampai ia menikah dengan Ranti aku tak tau.

Tapi memang, Mas Dafa izin padaku untuk pulang ke rumah orang tuanya di Bogor. Mertua katanya sedang sakit, aku tak bisa ikut karena anak semata wayang kami juga sedang sakit.

Mungkin saat itu ia menikahi Ranti. Aku tau Ranti, ia adalah salah satu karyawan di percetakan milik kami.

Sebenarnya karyawannya banyak. Hanya Ranti ini memegang posisi penting yaitu bagian keuangan. Mungkin karena posisi strategis, mereka semakin dekat.

Sebenarnya percetakan milik Ayahku. Namun, karena Ayah sudah ingin istirahat, jadilah Mas Dafa yang memegang dan mengendalikan semua.

"Memangnya kapan mereka menikah, Gung?" tanyaku.

"Tak tau, Bu. Tiba-tiba Bapak mengabarkan akan ada yang menempati rumah ini. Lalu besoknya datanglah Bu Ranti dan keluarganya," kata Agung.

"Baiklah kalau begitu. Terima kasih, Pak! Oya kalau bisa, Bapak berikan saya bukti berupa foto saat mereka bersama. Foto wanita yang bernama Ranti itu juga," ucapku.

"Baiklah, Bu. Sudah ada, segera saya kirim ya!" katanya.

"Alhamdulillah kalau sudah ada, segera kirim ya!" titahku.

Setelah menutup telepon itu, aku tak bisa menahan air mataku untuk keluar dari mata ini. Rasanya aku sangat tersakiti dengan kabar ini. Mas Dafa sungguh tega melakukan ini.

Lalu, Agung mengirim pesan di aplikasi hijau.

[Ini Bu, gambar-gambar Bapak dan istri barunya.] Lalu dibawahnya dikirimkan beberapa gambar mereka.

Aku tertegun melihat semua. Terpancar senyum bahagia dari suamiku dan wanita itu. Semua membuat hati ini panas.

Aku tak akan tinggal diam. Tak akan kuganggu mereka dulu, aku hanya ingin mengamankan aset milikku.

Rumah di Bogor yang kutau sebelumnya ada yang mengontrak. Jadi aku tak terlalu memperhatikannya. Biasanya ia membayar per enam bulan.

Pembayaran selalu dilakukan pada Mas Dafa, nantinya suamiku mentransfer sejumlah uang pada rekening keluarga yang kupegang.

Hal yang sangat kusyukuri adalah rumah tersebut atas namaku. Mas Dafa membelikan untukku, tapi kami kontrakan untuk investasi.

Aku jadi penasaran dengan istri baru Mas Dafa, yang baru dinikahi, ia menginginkan rumah baru. Benar-benar tak tau adab.

***

"Sarah, kamu pasti sedang dalam kondisi tak baik saat ini, Ayah tau itu," ucap Ayahku di sambungan telepon.

"Ayah tau dari mana?" tanyaku dengan tenang.

"Ayah baru tau dari Agung. Ia menelepon Ayah kemarin."

Ternyata Agung mengadu pada ayahku juga. Mau apa dia sampai mengadu pada ayahku?

"Tenang, Sarah. Ayah akan bantu kamu untuk mengambil alih semua. Ayah sudah mempercayai Dafa, tapi dia sudah mengkhianati semuanya. Ayah rasa ia tak patut dipertahankan," katanya.

Aku jadi menangis lagi. Rasanya sesak dada ini. Sampai Ayah tau semua. Aku bingung apakah harus ikuti kata ayahku atau aku bergerak sendiri?

***

"Dek, aku berencana membuka percetakan di Bogor. Tempat sudah ada, bisa kita beli dengan harga yang miring karena punya temanku," katanya.

Oh ternyata sudah sejauh itu rencananya. Ia ingin membuka percetakan juga di sana setelah besar di kota ini.

Aku berusaha tenang, jangan pernah Mas Dafa tau kalau aku sudah mengetahui kebusukannya.

"Masya Allah, ide bagus, Mas. Aku akan selalu mendukungmu. Tapi, nanti aku akan bergabung di percetakan. Agar semua terkontrol jika ada aku dan kamu di sana," ucapku.

Mas Dafa langsung tersedak saat meminum tehnya.

"Apa Dek?" 

"Iya, aku akan bergabung di percetakan. Semoga kamu tak bosan nanti melihat aku di sana."

"Mmm ... Nggak dong, justru membuatku lebih semangat nanti," katanya.

"Alhamdulillah. Kamu ternyata suami yang setia untukku, Mas. Terima kasih, ya!" Aku memeluknya, padahal dadaku bergemuruh, ingin sekali melemparnya ke jalan.

"Sama-sama, Dek."

Setelah itu, aku melepaskan pelukan. Dengan tenang aku memandang wajahnya.

"Mas, rumah di Bogor sudah kujual."

"Apa? Kenapa kamu menjualnya?" Mas Dafa membulatkan matanya ke arahku.

Aku hanya tertawa dalam hati. Dengan begini saja kamu begitu kaget, Mas?

Hahaha

Bersambung 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status