Tidak terasa pernikahan yang dibangun atas dasar keterpaksaan itu kini memasuki minggu kedua. Hendra dan Laila memutuskan untuk pindah rumah setelah rencana bulan madu untuk kedua kalinya kembali gagal karena Laila tiba-tiba sakit. Hendra pun lebih memilih membatalkannya dari pada menanggung resiko. Lelaki itu mulai menyayangi istrinya terluar bagaimana sikapnya."Rencana nanti malam jadi 'kan, Ndra?" tanya Pak Tono sembari melihat sekeliling. Lelaki tua itu memindai seluruh ruangan sekiranya ada yang kurang."Jadi, Pak. Semoga nanti acaranya lancar."Bu Tari, Pak Tono dan Santi mengaminkan. Saat ini mereka berkumpul di ruang tamu, menanti pihak ketring datang untuk mengantar makanan. Ya, nanti malam Hendra berencana membuat acara syukuran dengan mengundang anak yatim dan teman dekat. Tidak lupa warga sekitar sebagai ucapan perkenalan."Enak banget suasananya. Ibuk jadi betah tinggal di sini," ujar Bu Tari sembari menghirup oksigen dalam-dalam."Yakin Buk Mau tinggal di sini?" tanya
Laila salah tingkah mendapat pertanyaan dari Hendra. Otaknya berpikir keras mencari alasan. Namun, tidak juga menemukan alasan yang tepat. Dia menggaruk tengkuk yang tertutup jilbab. "Kamu sakit, Sayang?" "Ng-gak, Mas. Cu-ma udaranya sedikit panas aja. Ya, udaranya panas. Gerah," jawab Laila terbata. Untuk menutupi rasa gugup dia mengibaskan tangannya.Alasan yang Laila berikan cukup masuk akal menurut Hendra, lalu berusaha mencari kipas yang tadi sengaja dibawa untuk berjaga-jaga jika Laila merasa gerah, sebab banyaknya tamu membuat pendingin ruangan tidak telalu berfungsi dengan baik. Setelah menemukan kipas, Hendra memberikan pada istrinya. Kemudian lelaki itu kembali fokus mendengarkan tausiah yang tengah membahas menuju rumah tangga sakinah.Dalam tausiah yang disampaikan Ustadz Musa arti dalam rumah tangga sangatlah dalam hingga membuat Hendra termenung, memikirkan mampu tidak dirinya mewujudkan rumah yang benar-benar sakinah.Digenggam jari jemari Laila sembari menatap dalam
Doni tersenyum."Kami baru ngobrol, Mbak. Sebagai teman lama. Cuma sebentar kok karena tadi nggak sengaja ketemu di sini," jawab Doni setenang mungkin. Tidak ada sedikitpun rasa takut terlihat di wajahnya."Kamu yakin?" Santi belum percaya."Iya, Mbak. Aku tadi ke luar, di dalam panas banget. Eh, taunya ketemu dia di sini. Ya, karena temen lama ya udah, kita ngobrol sebentar." Laila menimpali ucapan Doni.Santi manggut-manggut."Ya udah. Kamu di cariin Hendra tuh, sampai puyeng dia nyari kamu dari tadi. Udah kayak anak ayam kehilangan induk, ribut banget," ujar Santi diiringi kekehan sembari berlalu pergi.Laila memberi kode menggunakan dagunya agar dia lebih dulu masuk. Namun, saat Laila melangkah Doni mencekal tangannya."Aku cemburu kamu terlalu dekat sama dia." Laila memulas senyum, hatinya berbunga-bunga melihat Doni cemburu."Nggak usah khawatir, cintaku hanya untuk kamu." Laila Mengedipkan sebelah mata. "Aku masuk dulu, nanti ada yang curiga lagi."Dengan terpaksa Doni melepa
Seperti biasa Hendra akan berangkat ke bengkel pukul 08.00. Namun, sebelum itu harus menyiapkan sarapan untuk dirinya dan juga istri tercinta yang kini tengah bergulung dalam selimut.Ya, Hendra selalu melakukan semuanya sendiri, sudah terbiasa tidak terasa canggung, sebab dulu Hendra tinggal di bengkel seorang diri. Memasak adalah hal biasa untuknya. Laila tidak perduli apa yang suaminya lakukan. Yang dia tahu sehabis salat subuh wanita itu kembali tidur atau sekadar bermain ponsel di atas ranjang.Hendra selalu memanjakan Laila sejak tinggal di rumah sendiri. tidak pernah sekalipun meminta istrinya memasak dan membersihkan rumah. "Akhirnya siap juga." Hendra meletakkan tangan di pinggang sembari tersenyum puas melihat hasil masakannya. Nasi goreng seafood menjadi menu andalan.Segera Hendra membuka apron yang melekat pada tubuhnya, lalu duduk menyantap sarapan.Sepi yang lelaki berkulit putih itu rasakan kini. Memiliki istri, tetapi semua dia lakukan sendiri. Keinginannya untuk mem
Bagai dunia milik berdua itulah yang terjadi pada dua sejoli yang tengah dimabuk asmara. Sehingga hilang sudah rasa malu. Tidak lagi malu mengumbar kemesraan di depan umun layaknya sepasang suami istri. Mereka berjalan mengitari Mall dengan bergandengan tangan, sesekali Laila menyandarkan kepala di bahu kekasihnya. Dan, Doni mencuri kesempatan untuk menggoda atau tangannya sedikit nakal. Padahal Laila berpakaian layaknya wanita baik-baik, gamis longgar menutup tubuh indahnya dan jilbab menambah kecantikan di wajah ayu itu. Beberapa pasang mata memperhatikan, jika saja mereka tahu Doni dan Laila bukanlah pasangan halal, mungkin saja telah dirazam. Perbuatan mereka termasuk berzina, sebab Laila telah memiliki suami, tetapi nyatanya Laila lupa akan dosa dan hukum Tuhan.Sementara kedua sahabat Laila telah pulang lebih dulu setelah membeli banyak barang. Tasya dan Tiara beralasan akan bekerja."Aku tambah sayang sama kamu," ujar Doni usai mendapat teranferan uang. Rayuan-rayuan selih ber
"Hm, begini, aku .... mau minta uang lagi, yang di ATM udah habis semua."Laila menunduk tidak berani menatap Hendra. Namun, dari sudut matanya bisa dilihat lelaki yang memiliki rahang tegas itu pun santai tanpa ada beban. Tidak ada raut terkejut sama sekali. Hanya saja lelaki itu menghela napas, hembusan napasnya bisa Laila rasakan.Lantas wanita itu tersenyum tipis merasa aman telah menghabiskan uang sepuluh juta untuk satu hari. Namun, senyum itu menyusut karena Hendra belum juga angkat suara, dia bungkam sembari menatap lekat istrinya."Mas ...." panggil Laila, dipegang tangan Hendra."Mas, udah tau kalau kamu habiskan uang di ATM. Untuk apa uang itu?" Tidak mau gegabah mendulukan emosi, Hendra bertanya baik-baik.Kemudian dia kembali menelisik wajah istrinya, mencari jawaban. Semua penarikan yang Laila lakukan langsung masuk ke ponsel Hendra. Tidak heran jika dia sudah mengetahui lebih dulu, tanpa diberi tahu. Sempat ada rasa marah dan ingin langsung pulang meminta penjelasan,
Laila berteriak histeris mendengar dentuman kaca yang terkena benda padat. Tubuh yang terbuka akibat pertempuran panas bersama sang suami segera ditutupnya dan beringsut di sudut ranjang.Batu sebesar kepalan tangan orang dewasa menggelinding tepat di bawah ranjang. Untung saja tidak mengenai wanita yang kini tengah duduk ketakutan."Mas ...." teriak Laila takut"Mas Hendra!"Hendra segera menyelesaikan mandi dan keluar dengan terburu-buru karena mendengar teriakan sang istri. Lelaki itu belum tahu apa yang terjadi."Ada apa, Sayang?" tanya Hendra panik."Itu, kacanya pecah." Laila menunjuk kaca dengan tangan bergetar.Mata lelaki itu terbelalak. Kemudian diambilnya batu itu, lalu dia berjalan mendekati jendela, maksud hati ingin mencari tahu siapa pelakunya."Woy!" Melihat ada seorang lelaki di bawah sana, Hendra berteriak dan bersiap melemparkan batu, tetapi lelaki itu cepat mengendarai motornya melesat meninggalkan kediaman Hendra. Namun, sayup-sayup lelaki itu meneriakkan nama La
Kebisingan di bengkel tidak menganggu lelaki yang tengah duduk termenung sembari mengetuk-ngetukan pena di dagunya. Buku di hadapan tidak lagi menarik, padahal tadi niatnya datang ke bengkel akan mengecek pembukuan, sebab sebentar lagi akhir bulan. Namun, Hendra sepertinya tidak ingin menyelesaikan tepat waktu.Ruangan kecil yang Hendra desain untuk tempat istirahat itu menjadi tempat ternyaman kala dia memiliki masalah. Pikiran lelaki berkumis tipis itu sedang kalut. Menerka-nerka siapa yang melakukan teror di rumah sampai menyebut nama istrinya. Ingin bertanya pada Laila, tetapi tidak memiliki kesempatan yang baik.Ponsel di atas meja berdering. Tertera nama Bu Tari di layar ponsel. Hendra langsung menjawab. Tiba-tiba saja perasaannya tidak enak. Pikirannya langsung tertuju pada Laila di rumah."Asalamualaikum, ada apa, Buk? Apa ada masalah sama Laila?" cecer Hendra, cemas."Ndra, Laila nggak mau ditemani sama Ibuk. Jadi sekarang dia di rumah sendiri. Bali yo, Le. Ibuk khawatir sa