Home / Romansa / Sang Pengantin Iblis / Rencana yang sempurna

Share

Rencana yang sempurna

Author: Sunrise
last update Last Updated: 2021-07-11 00:46:21

Axel dan Angel masih betah berdiri di lantai dua tanpa menyambut tamu lainnya. Angel memanggil pelayan yang berjalan melewatinya untuk mengambilkan dua gelas anggur merah. "Kamu selalu tahu apa yang menjadi kesukaanku," ungkap Axel menampakkan senyuman mautnya.

"Kita kan sudah kenal lama, Xel. Semuanya tentangmu aku tahu bahkan ukuran semua yang kamu pakai," ujar Angel. Pria itu menyeringai dengan tatapan nakalnya.

"Eh iya, kamu masih disini?" tanya Axel.

"Emang kenapa? Kamu udah gak sabar ketemu ama dia?"

"Bukan begitu. Saat ini, statusnya adalah pacarku. Walau aku sudah melihatnya dari sini, entah kenapa aku tidak bisa menemuinya langsung. Menurutmu kenapa?"

"Karena kamu gak menganggap dia sebagai orang spesial dihatimu." Kepala Angel bersandar pada bahu lebar Axel. "Xel!" panggil Angel seraya mendongakkan kepalanya.

"Hmm? Apa?"

"Kamu serius ingin memanfaatkannya?"

"Kalau iya kenapa?"

"Kamu gak takut suatu hari nanti kena karma?"

"Karma? Hahaha..." Axel tertawa cukup keras. Saking kerasnya itu, Angel menyentil hidungnya.

"Kamu jangan pernah bermain-main dengan karma. Seperti aku dan suamiku sekarang. Walau dia berkelimpahan harta, tak kekurangan tujuh keturunan pun dan hubunganku dengannya juga tak bisa dikatakan memburuk, namun hingga saat ini kami belum dikaruniai anak. Padahal, pernikahan kami telah berjalan tiga tahun. Menurutmu kenapa?"

"Mungkin, dia kurang liar di┄" Angel memukul kepala Axel agak keras. "Aw! Sakit! Apa yang kamu lakukan?" Axel mengusap bagian kepalanya yang terasa sakit.

"Kamu nih, bisa tidak diajak serius? Kalau cerita, selalu bahas begituan." Angel memutar kedua matanya jengah dengan tingkah Axel.

"Yah, aku kira kamu mau bahas yang itu," ucap Axel sembari terkejut melihat tatapan melotot dari Angel. "Ya, ya, aku serius. Nih aku dengerin." Axel mendekatkan telinganya pada Angel.

"Hidupmu selalu main-main. Kamu tidak pernah memikirkan bagaimana persoalan hidupmu. Awas saja, suatu saat nanti kamu datang kepadaku sambil menangis."

"Aku menangis? Never!" kata Axel sambil tertawa kecil.

"Lihat saja nanti, aku ingin lihat sosok Axel yang terkenal playboy mendapatkan karma hingga menangis darah," ujar Angel dengan nada kesalnya.

Sebenarnya, ia tak mau menyumpahi sahabatnya sendiri, tetapi dia suka kesal karena Axel tak pernah serius dalam menjalin hubungan dengan perempuan manapun.

"Sampai saat ini saja, aku belum mencintainya, kenapa harus menangis karenanya?"

"Axel, hidup selalu berjalan. Tidak selamanya diam. Seperti roda berputar, nasib kita juga tak dapat diprediksi. Mungkin, sekarang kamu gak masalah bermain-main dengan banyaknya wanita diluar sana, tetapi semua ada porsinya dan kamu juga tidak akan selamanya bisa berada di zona aman."

"Angel, kamu terlihat seperti guruku dulu waktu SD. Apalagi kalau kamu menatapku dengan tajam begini," ujar Axel sambil memperagakan guru SD nya.

"Sudahlah! Aku mau menemui suamiku dulu. Lama-lama ngomong sama kamu seperti ngomong sama tembok." Angel tampak kesal. Ia menjauhkan diri darinya. Tetapi pelayan itu belum datang untuk mengantarkan anggur merah."

"Bodo amat!" seru Axel tak peduli. "Oh ya Ngel, aku ingin mau minta tolong denganmu."

"Apa?"

"Ayolah, sayang jangan galak seperti itu. Nanti, keseksianmu hilang," ucap Axel seraya memukul pantat Angel. Wanita itu memelototinya. Kemudian, dia tersenyum.

"Sudah, kan aku senyumnya. Ayo cepat katakan, apa maumu?"

"Kamu, kan, hendak pergi untuk menemui suamimu. Bisa tidak, kamu cari tahu tentang masalah suamimu dengan Bianca?"

"Kenapa? Mulai kepo ya? Suka, ya sama Bianca?"

"Bukan itu."

"Lalu apa, kalau bukan kamu yang kepo?"

"Begini..." Axel membisikkan sesuatu pada telinga Angel.

"Kamu gila?"

"Sudahlah, turuti saja kata-kataku, ya? Please, Sayang!" Telapak tangan kanannya bergesekan dengan telapak tangan kirinya, sebagai tanda meminta tolong pada wanita itu.

"Oke. Sekali ini, ya?"

"Makasih, sayang." Axel mengecup bibir Angel dengan santai. "Dasar, Axel! Kapan kamu belajar dewasa? Suatu saat nanti, kamu akan menuai apa yang kamu tanam sendiri," batin Angel.

Wanita itu tak punya pilihan, selain bertemu dengan Bianca. Sebenarnya, ia juga penasaran dengan sosok itu. Memang, bentuk tubuh Bianca terlihat menggoda. Namun, jika Bianca tak mengerti siapa Axel sesungguhnya, dia khawatir gadis itu hanyalah mainan empuk Axel. Memikirkan itu terjadi, rasa kasihan timbul dihatinya. Walau bagaimanapun, Axel tetap sahabatnya, ia tak bisa mengingkari hal itu.

"Sarah, sebaiknya kita pulang saja. Percuma disini," kata Bianca. Falco tetap berbincang pada tamu lainnya dan tidak tertarik dengan kehadirannya.

"Lalu bagaimana dengan hadiah yang sudah kita pilih untuk dia?" tanya Sarah setengah berbisik.

"Biarkan saja! Aku sudah sangat kacau sekarang," ucap Bianca yang tak dapat menahan kekesalannya.

"Tunggu!" seru Angel yang menahan Bianca dan Sarah. Kedua orang itu saling bertatapan, tak mengerti siapa Angel. Namun, entah kenapa sosok Angel tak asing bagi Bianca. "Aku adalah istrinya Falco." Angel memperkenalkan dirinya.

"Anda istrinya?" Bianca tersentak kaget. Namun, dia tersenyum seketika.

"Iya, saya istrinya. Saya perhatikan daritadi, kamu ingin berbicara pada suami saya. Saya tidak tahu apa yang terjadi dengan kalian berdua. Tetapi, aku akan mencoba meluluhkan suamiku agar mau berbicara denganmu."

"Kalau begitu, saya berterima kasih pada nyonya Falco. Maaf merepotkan anda," ucap Bianca bersikap sopan terhadap Angel, begitu juga dengan Sarah.

"Jangan terlalu sungkan denganku! Kita sesama perempuan, sudah sewajarnya saling membantu," tuturnya lembut. Angel berjalan ke arah Falco. Pria itu cukup kaget akan kehadirannya. "Sayang, temanku ingin berbicara denganmu," ucap Angel setengah berbisik. Falco berpamitan dengan tamu yang mengajaknya berbicara. Kemudian, dia membiarkan tangan istrinya menggenggam tangannya.

"Temanku yang mana, Sayang?" Ternyata, dibalik kegarangan wajahnya, Falco dapat berbicara lembut dengan istrinya.

"Yang itu," tunjuk Angel. Falco menatap Bianca dengan wajah yang masam.

"Dia temanmu?"

"Iya, Sayang. Sebenarnya, sudah beberapa bulan ini aku mengenalnya. Dan aku juga yang mengundangnya kemari. Kenapa? Apa kamu keberatan, karena aku mengundang temanku kemari?"

"Bukan begitu, tetapi..."

"Sayang!" Tangan Angel menyentuh tangan suaminya dengan manja. Pria itu tidak tahan dengan sikap istrinya yang seperti itu.

"Aku tidak marah. Aku baru tahu kalau kalian berdua saling mengenal," ucap Falco. Bianca merasa, tatapan Falco berubah seketika. Pria itu terlihat ramah. Ini menjadi kesempatan baginya, untuk memperbaiki hubungannya dengan pria miliarder itu.

"Maaf, tuan Falco sebelumnya. Saya tahu, mungkin anda masih marah sama saya soal kejadian waktu itu. Saya secara resmi ingin meminta maaf pada anda." Bianca menundukkan kepala. Gadis itu tak ingin mengatakan sesuatu yang bertele-tele karena akan menyebabkan pertengkaran lainnya. Itu saja, dia telah membuang egonya sesaat. Falco menarik nafas. Ia berusaha lembut demi istrinya.

"Gak masalah. Hanya saja, saya sedikit kecewa. Tetapi, karena niat baik anda datang ke acara ulang tahun saya, maka saya dengan tulus hati menerima kebaikan anda."

"Terima kasih atas kebaikan anda, tuan Falco. Oh ya, saya telah mempersiapkan hadiah kecil untuk anda. Tolong diterima." Bianca memberikan Sarah isyarat untuk segera memberikan kado itu. Wanita itu bergerak cepat mengetahui isyarat itu.

"Ini hanyalah hadiah kecil dari saya. Tidak ada apa-apanya dibandingkan kekayaan anda."

"Terima kasih atas hadiahnya." Falco menerima hadiah itu.

"Wow! Sayang, aku tahu brand itu." Angel mengambil hadiah dari tangan suaminya. Wanita itu membukanya. "Ternyata benar dugaanku! Ini adalah jam tangan limited edition. Kalau tidak salah hanya ada belasan jam seperti ini di seluruh dunia. Bianca tersenyum, tak mengira Angel mengetahuinya.

"Benar, apa yang dikatakan istri anda. Saya tidak memandang dari segi harga, saya hanya merasa jam tangan itu sangat cocok untuk menyempurnakan penampilan anda. Bukan berarti saya menghina penampilan anda, tetapi dengan penampilan jam tangan itu yang terlihat sederhana dan memiliki daya tarik tinggi, sangat cocok untuk dipakai oleh anda. Karisma anda yang megah akan membuat banyak orang iri," ujar Bianca.

"Wah, temanku memang yang terbaik. Kamu selalu pengertian. Aku bangga memiliki teman sepertimu," ucap Angel.

"Benar. Terima kasih sekali lagi. Dan untuk apa yang terakhir terjadi, saya sudah melupakannya," ujar Falco seraya tersenyum.

"Saya harap kerjasama diantara dua perusahaan dapat terjalin dengan baik," ucap Bianca. Gadis itu dan Falco saling berjabat tangan.

Mereka bertatapan dengan senyuman sebagai pemanis mereka. Axel melihat dari arah kejauhan. "Sudah saatnya, aku bergerak," batinnya seraya menyeringai. Entah apa yang ia rencanakan. Namun, itu bukan sesuatu yang baik.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sang Pengantin Iblis   Game panas

    Axel mendesah. Gairahnya memuncak. Sentuhan Vivian memang tak bisa ia tolak. Axel memperdalam ciumannya. Mereka saling melirik pada film yang mereka tonton, hingga durasi adegan panas pada film itu habis. Mereka saling melepaskan diri. "Kamu sungguh cepat. Aku kira kamu akan kalah dariku," kata Axel. "Aku adalah roh iblis. Sulit bagiku untuk kalah dari pria sepertimu." "Baiklah. Mari kita tunggu adegan selanjutnya. Kali ini, aku akan menang." "Oh ya? Kamu tidak akan menang dariku." Vivian mendekati Axel hingga wajah mereka begitu dekat. Wanita itu tersenyum miring. "Honey, kamu melanggar salah satu aturan." "Aku tidak melanggar apapun." "Tetapi, kamu baru saja menggodaku, Honey." "Aku tidak menggodamu." "Caramu mendekatimu itu seperti menggodaku." Jari telunjuk Axel menyentuh hidung wanita itu lembut. "Kamu saja yang berpikiran aneh. Selama aku tidak menciummu atau menyentuhmu, itu tidak masalah." Vivian melipat kedua tangan. "Kamu lupa ya apa aturan tadi, Honey? Aku mengat

  • Sang Pengantin Iblis   Permainan berbahaya

    Vivian mengenakan salah satu dress yang baru ia beli di Mall. Dia menatap cermin sambil tersenyum. Axel berdiri di belakang Vivian seraya memeluknya dari belakang. "Kamu cantik, Honey," puji Axel sambil mengusap kepala wanita itu dengan lembut."Ini tubuh Bianca. Bagaimana kamu tahu kalau aku cantik?" tanya Vivian. Senyuman Axel tampak pada bibirnya."Apapun itu, bagiku kamu cantik." Axel mencium rambut wanita itu dari belakang."Aku ingin mencoba dress yang lain.""Kamu beneran gak sabar ya ingin segera berkencan denganku?" godanya, menaikkan salah satu alis."Ya udah, aku pakai dress ini aja.""Duh, istriku ini mulai ngambek ya. Tetapi, sikapmu yang seperti ini bertambah manis. Aku suka," bisiknya dengan nada seksi. Lidah Axel bermain pada telinga itu. Tak lama, ia menyudahinya."Kalau kamu terlambat, kita akan kesulitan ke Bioskop," kata Vivian. Ia menatap malas seraya melipatkan kedua tangan. Axel tersenyum. Selain menggoda Vivian

  • Sang Pengantin Iblis   Vivian vs. Victoria

    Vivian mengepalkan tangan. Ia tak mengira bertemu musuh lamanya di rumah itu. Awalnya, Victoria juga tak tahu kalau Vivian berada di tubuh Bianca. Namun, setelah insiden perselingkuhan Axel terkuak, Victoria dapat merasakan gelombang aura yang sangat kuat dari tubuh Bianca.Sejak saat itu ia mulai memperhatikan orang-orang disekitar Vivian secara diam-diam. Dia juga menanamkan sesuatu pada diri Meili saat anak buahnya dikalahkan oleh Vivian. Hal itu yang memicu Meili memilih bunuh diri.Jika dilihat dari karakteristik Meili, ia bukan tipe perempuan yang mengakhiri hidupnya. Victoria berhubungan dengan kematian Meili. Sayang, Vivian tak tahu hal itu. Tetapi, dia agak curiga ketika Meili lebih memilih melompat dari lantai tiga.Namun, kecurigaan itu perlahan memudar, saat melihat Meili bersimbah darah. Setelah semua terjadi, kini Vivian mulai mengerti. Kehadiran Victoria memberinya petunjuk. Yang dia tak bisa prediksikan, roh iblis itu datang lebih cepat ketimbang

  • Sang Pengantin Iblis   Musuh lama

    Barang belanjaan yang cukup banyak membuat Vivian agak kesulitan membawanya. Ia melihat Suryo yang tertidur pulas di mobil. Suara ketukan kaca mobil mengagetkannya seketika."Eh, Non. Sudah selesai?" tanya Suryo seraya mengusap kedua matanya. Ia masih agak mengantuk."Udah dong. Oh ya, kenapa kamu memanggilku non lagi?""Udah kebiasaan, Non. Nggak enak rasanya kalau diubah begitu.""Kamu menyebutku begitu, telingaku jadi gatel." Vivian mengusap telinga."Saya kan sudah memanggil Non bertahun-tahun. Rasanya tidak sopan jika tidak memanggil seperti itu. Nggak apa-apa kan, Non?" Suryo mengusap kedua matanya lagi."Ya udah terserah kamu.""Barang belanjaan Non kemana? Saya mau taruh di bagasi mobil.""Sudah ku taruh semua baru saja. Sepertinya, kamu masih mengantuk, ya.""U-udah nggak, Non," kata Suryo. Ia tak ingin dianggap sebagai sopir yang tidak kompeten. Dia berusaha agar menahan rasa kantuknya."Pak Suryo, kalau

  • Sang Pengantin Iblis   Malaikat maut

    Keduanya saling bertatapan. Tak berlangsung lama, malaikat maut itu mengeluarkan rantai ikatan. Rantai itu dapat mengikat roh iblis dengan cukup kuat. Namun, Vivian selalu tahu trik ini.Dia berhasil menghindar walau tak menggunakan kekuatannya. Malaikat maut itu terus mengayunkan rantai ikatan ke arah Vivian. Lagi-lagi hal itu sia-sia. Vivian menyeringai.Dia tahu malaikat maut tidak pernah menunjukkan kekesalannya. Terlihat, hanya dua kali serangan gagal, malaikat maut terhenti. Ia menyimpan kembali rantai ikatan itu."Apa kamu nggak bosan ingin menangkapku terus?" Vivian mengerucutkan bibir."Vivian, kamu sudah terlalu lama hidup di dunia manusia. Sudah saatnya, kamu kembali ke gerbang langit.""Gak mau. Aku tahu, kalian p

  • Sang Pengantin Iblis   Berfoya ria

    Sebuah Mall yang berada di daerah perkotaan lebih ramai ketimbang biasanya. Mungkin dikarenakan hari minggu, menjadi kesempatan bagi banyak orang untuk menghabiskan hari liburnya di Mall. Beberapa butik ternama telah dipadati pengunjung. Mereka berbondong-bondong membeli pakaian dengan harga murah. Terjadinya diskon besar-besaran hampir semua butik yang ada di Mall tersebut. Salah satu pengunjung Mall itu memancarkan auranya. Orang-orang berlalu lalang terkesima dengan kecantikan serta bentuk badan yang dimilikinya. Sosok itu adalah Vivian. Walau semua pakaian Bianca serba tertutup, tak menjadi penghalang baginya untuk berpakaian terbuka. Ia menyulap salah satu kemeja Bianca yang berlengan panjang menjadi tanpa lengan. Dia melepas semua lengannya tanpa menyisakan sedikitpun menggunakan pendedel. Lalu, ia menggunakan benang dan juga jarum. Ia meminjam semua peralatan itu pada Ratna. Kemudian, ia menjahit bagian yang kurang rapi. Masih belum cukup puas,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status