Share

BAB 5

Author: Rainina
last update Last Updated: 2025-12-22 17:44:40

Sienna menghela napas panjang, bahunya merosot lega saat menyadari sosok yang memegang lilin itu hanyalah Marie.

Satu-satunya pelayan yang tersisa di mansion milik keluarganya ini. Keluarga Marie sudah melayani keluarga Borgia sejak kakek Sienna masih memegang gelar Baron.

Dan kesetiaanlah satu-satunya hal yang membuat Marie bertahan di rumah terkutuk ini, bekerja tanpa upah selama berbulan-bulan.

"Nona Sienna!" pekik Marie tertahan, matanya membelalak melihat kondisi nonanya.

"Ssshh!" Sienna meletakkan telunjuk di bibirnya dengan cepat, melarang Marie melanjutkan perkataannya atau membuat keributan yang bisa membangunkan  kedua orang tuanya.

Isyarat itu berhasil membuat Marie bungkam seketika. Wanita paruh baya itu mengangguk kaku sambil menutup mulut dengan tangannya sendiri, lalu segera membawa tubuhnya untuk mengikuti Sienna yang bergegas menaiki tangga menuju lantai dua.

Mereka berjalan dalam diam, hanya suara derit lantai kayu tua yang menemani langkah mereka hingga sampai di kamar Sienna. Begitu pintu tertutup, Marie langsung melemparkan pertanyaan padanya.

"Nona, dari mana saja Anda?" tanyanya dengan suara bergetar. Matanya menyapu penampilan Sienna yang berantakan, namun ia terlalu takut untuk bertanya tentang memar di leher Sienna.

"Aku..." Sienna menelan ludahnya. "Aku hanya ada sedikit urusan."

"Saya ketakutan setengah mati mengira Anda kabur. Besok Viscount Rohan akan datang kemari, saya tidak tahu apa yang harus saya katakan pada Baron dan Baroness jika Anda tidak ada di kamar Anda."

"Tidak..." Sienna mendongak, menatap langit-langit kamarnya yang suram. Di sudut ruangan, jaring laba-laba terlihat menggantung tebal. Marie sudah terlalu tua dan lelah untuk membersihkan mansion sebesar ini sendirian.

Sienna tersenyum miris. Rumah ini sedang membusuk, sama seperti dirinya.

"Aku tidak akan... lari..." bisik Sienna.

Sienna menggigit bagian dalam pipinya, menahan perih di dadanya. Ia tidak lari, mungkin ia sama seperti kedua orang tuanya.

Untuk seseorang yang sudah bangkrut, Sienna punya begitu banyak harga diri.

Dalam hati, ia berdoa dengan putus asa. Semoga mulut-mulut pemabuk di pub tadi bekerja dengan cepat. Semoga berita tentang dirinya yang telah menjual diri menyebar lebih cepat daripada kereta kuda Viscount Rohan yang akan tiba besok pagi.

=

Sementara itu, di sisi lain kota, cahaya matahari pagi mulai merayap masuk ke celah jendela kamar di lantai dua pub Madam Irene.

"Tuan Duke."

Pintu kayu ek itu terbuka.

Lucian masih terdiam di posisinya, memandangi sisi kasur yang kosong dan dingin di sampingnya. Sprei itu masih berantakan, dan ada noda darah samar yang tertinggal di sana, menjadi bukti dari apa yang terjadi beberapa jam lalu.

Wanita itu... Sienna. Dia benar-benar pergi begitu saja.

Mata merah Lucian perlahan beralih dari kasur kosong itu ke arah pintu, menatap pria yang baru saja masuk dengan tatapan malas namun tajam.

"Ada apa, Damien?" tanyanya datar.

Damien, ajudan sekaligus tangan kanan kepercayaan Lucian, menunduk hormat. "Semua sudah siap, Tuan Duke. Kereta kuda telah disiapkan di belakang agar tidak menarik perhatian. Kita bisa kembali ke wilayah Duchy pagi ini sesuai rencana awal."

Lucian terdiam sejenak. Jemarinya mengetuk pelan sisi tempat tidur.

Rencana awalnya adalah datang ke ibu kota secara rahasia, menyelesaikan laporan perang dengan Kaisar, dan segera pulang sebelum para bangsawan penjilat itu menyadari bahwa dirinya masih berada di ibu kota.

Namun, rasa manis dari keputusasaan wanita bernama Sienna semalam telah mengubah sesuatu dalam dirinya. Dia tidak bisa membiarkan wanita itu menghilang begitu saja setelah apa yang mereka lakukan.

Lucian akhirnya bangkit dari tempat tidur. Ia berdiri tegak, sama sekali tidak peduli dengan ketelanjangannya di hadapan bawahannya sendiri.

Ia memungut celananya yang tergeletak di lantai dengan santai.

"Aku berubah pikiran."

"Apa?" Damien mengangkat wajahnya, ekspresinya dipenuhi kebingungan. Tuannya bukan tipe orang yang impulsif. Lucian dikenal sebagai pria yang dingin, penuh perhitungan, dan tidak pernah melenceng dari jadwal. "Tapi, Tuan... Rapat dengan para petinggi wilayah Duchy..."

"Batalkan, atau undur," potong Lucian sambil mengenakan celananya. Otot-otot punggungnya menegang saat ia mengancingkan celana itu. "Kita akan tinggal di mansion ibu kota untuk sementara waktu."

Lucian berbalik, mata merahnya berkilat saat ia menatap Damien. "Dan aku punya tugas khusus untukmu. Aku perlu kau mencari seseorang."

=

"SIENNA!”

Teriakan itu menarik Sienna dari alam bawah sadarnya, membuat Sienna terbangun dengan jantung yang berdebar kuat dan kepalanya yang berdenyut hebat.

BRAK!

Suara hantaman pintu kayu yang beradu dengan dinding terdengar seperti ledakan.

Sienna  mengerjap panik mencoba mengenali sosok yang menjulang di hadapannya. Sosok pria paruh baya dengan wajah merah padam karena amarah yang meluap-luap.

Itu ayahnya. Baron Borgia.

"Anak tidak tahu diri!" raungannya memenuhi ruangan.

Sienna membeku, bibirnya gemetar hendak mengucapkan sesuatu, namun ia tidak diberi kesempatan. Baron itu melangkah maju dengan cepat, tangannya terayun tinggi di udara.

PLAK!

Sebuah tamparan keras mendarat telak di pipi Sienna, begitu kuat hingga wajahnya terlempar ke samping.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Satu Malam Bersama Duke   BAB 6

    Tamparan yang dilayangkan oleh ayahnya itu begitu kuat, membuat Sienna hampir terjatuh dari tempat tidurnya.Telinganya berdengung keras. Rasa asin darah merembes di sudut bibirnya, namun di balik rasa sakit yang menyengat itu, sebuah pemikiran melintas di benak Sienna.Ah... Berita itu sudah tersebar.Rencananya berhasil. Orang-orang di pub itu pasti sudah bergosip tentang dirinya.Namun, harapan Sienna hancur berkeping-keping detik berikutnya."Kau pikir kau pintar, hah?" Baron Borgia mencengkeram rahang Sienna, memaksanya menatap wajah ayahnya yang bengis. "Kau pikir dengan menghancurkan reputasimu, kau bisa lepas dari tanggung jawabmu pada keluarga ini?!"Napas ayahnya yang tercium seperti alkohol basi, membuat perut Sienna mual."Dengar baik-baik, Anak Sialan. Viscount Rohan sudah mendengar rumor memalukan itu. Tapi dia... dia pria yang sangat murah hati. Dia berbaik hati untuk tetap datang kemari pagi ini."Mata Sienna membelalak. Jantungnya seolah berhenti berdetak."Apa...?" s

  • Satu Malam Bersama Duke   BAB 5

    Sienna menghela napas panjang, bahunya merosot lega saat menyadari sosok yang memegang lilin itu hanyalah Marie.Satu-satunya pelayan yang tersisa di mansion milik keluarganya ini. Keluarga Marie sudah melayani keluarga Borgia sejak kakek Sienna masih memegang gelar Baron.Dan kesetiaanlah satu-satunya hal yang membuat Marie bertahan di rumah terkutuk ini, bekerja tanpa upah selama berbulan-bulan."Nona Sienna!" pekik Marie tertahan, matanya membelalak melihat kondisi nonanya."Ssshh!" Sienna meletakkan telunjuk di bibirnya dengan cepat, melarang Marie melanjutkan perkataannya atau membuat keributan yang bisa membangunkan kedua orang tuanya.Isyarat itu berhasil membuat Marie bungkam seketika. Wanita paruh baya itu mengangguk kaku sambil menutup mulut dengan tangannya sendiri, lalu segera membawa tubuhnya untuk mengikuti Sienna yang bergegas menaiki tangga menuju lantai dua.Mereka berjalan dalam diam, hanya suara derit lantai kayu tua yang menemani langkah mereka hingga sampai di ka

  • Satu Malam Bersama Duke   BAB 4

    Sienna berteriak, punggungnya melengkung tanpa dapat ia kendalikan.Rasanya seolah seluruh tubuhnya dikoyak dari dalam. Rasa sakit yang tajam dan asing menusuk dirinya, menandakan bahwa sesuatu yang sakral telah direnggut paksa darinya.Akhirnya... akhirnya ia telah menjadi barang rusak yang tidak diinginkan.Air mata merembes dari sudut mata Sienna, meluncur turun membasahi bantal. Itu adalah air mata campuran antara rasa sakit fisik yang menyengat, rasa malu dan... kelegaan yang memenuhi rongga dadanya.Karena ia tahu, setelah ini, Viscount Rohan tidak akan lagi menginginkannya lagi. Namun, pria itu masih diam, dan Sienna tidak tahu apa yang harus ia lakukan selanjutnya.Ingatan Sienna melayang pada percakapan saat ayahnya masih memiliki sedikit kekayaan, saat ia masih diizinkan duduk di pesta minum teh bersama putri bangsawan lainnya."Kau harus diam seperti mayat," bisik salah satu temannya dulu, wajahnya pucat saat menceritakan malam pertamanya. "Jika suamimu memintamu melayaniny

  • Satu Malam Bersama Duke   BAB 3

    Sienna kembali menarik tangan pria itu sekuat tenaga. Pria itu jelas memiliki fisik yang jauh lebih kuat, namun di ambang kebingungannya, ia membiarkan tubuhnya tertarik ke bawah, mendekat ke arah wajah Sienna.Cahaya redup dari sisa bara api di perapian kini jatuh tepat di wajahnya, dan saat itulah Sienna melihatnya.Sepasang mata itu.Bukan cokelat, bukan biru, bahkan bukan hijau zamrud yang umum dimiliki bangsawan biasa. Iris mata pria itu berwarna merah darah yang menyala dalam kegelapan.Darah di wajah Sienna seketika surut. Jantungnya berhenti berdetak sesaat. Ia tahu arti warna mata itu. Di seluruh kekaisaran ini, hanya mereka yang memiliki darah langsung keluarga Kekaisaran yang diberkati dengan mata semerah darah.Sienna melepaskan cengkeramannya seolah tangan pria itu adalah bara api. Ia terhuyung mundur, napasnya tercekat di tenggorokan."Pernikahan apa maksudmu?" Pria itu bertanya, keningnya berkerut tajam. Tatapannya menuntut jawaban, jelas tidak mengerti apa hubungan ant

  • Satu Malam Bersama Duke   BAB 2

    Ruangan itu gelap, satu-satunya sumber cahaya hanyalah sisa bara api di perapian yang nyaris mati, menciptakan bayang-bayang panjang di dinding.Di tengah keremangan itu, seorang pria duduk di sofa yang berada di tengah ruangan. Tangannya menuangkan alkohol ke gelas kristal di hadapannya.Begitu Sienna melangkah lebih dekat, pria itu menoleh sedikit. Wajahnya masih tersembunyi dalam bayangan, namun Sienna bisa merasakan tatapannya yang tajam."Seseorang mengirimmu?" pria itu bertanya dengan nada yang begitu dingin. Sienna dapat merasakan ketidaksukaan dalam suaranya."I... iya... Tuan..." Sienna menunduk, meremas kain jubahnya dengan jari-jari yang berkeringat dingin. Ia tidak yakin apa yang harus dilakukannya. Apakah ia harus langsung membuka jubahnya?Ia menepuk sisi kosong di sebelahnya dengan santai.“Duduk.”Sienna berjalan dengan cepat dan menuju sofa. Ia duduk sedikit menjaga jarak dari pria itu, masih tidak yakin dengan apa yang harus ia lakukan.Pria itu meraih gelas kristaln

  • Satu Malam Bersama Duke   BAB 1

    “Penampilanmu membuat orang-orang tidak nyaman. Keluar jika kau tidak memiliki urusan.”Sienna mengintip wanita di hadapannya melalui ujung jubah yang ia tarik untuk menutupi wajahnya. Wanita itu terlihat berbeda dari wanita lain yang berada di pub itu.Jika wanita lain menggunakan gaun murahan dengan potongan dada yang rendah, wanita di hadapannya menggunakan gaun dan syal bulu hewan yang terlihat mahal.Apa ia ada pemilik tempat ini? Sienna pernah mendengarnya dulu, jika Sienna ingin melakukan rencananya, ia harus mencari wanita yang merupakan pemilik tempat itu.Sienna menelan ludah, merasakan kerongkongannya yang kering tercekat oleh rasa takut dan malu akan hal yang ingin ia katakan selanjutnya.“Saya ingin… menjual diri saya.”Kipas di tangan wanita itu berhenti bergerak.Hening sejenak di antara mereka, kontras dengan kegilaan yang terjadi di sekeliling. Pub itu sedang berada di puncak keramaiannya. Para ksatria yang baru pulang dari medan perang merayakan hidup mereka dengan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status