Share

Bab 6 Tidak Akan Kembali

"Tentu saja." setelah seminggu berinteraksi, Cintia dan Erik juga mempunyai hubungan yang dekat, "Aku akan memberikan nomor teleponku untukmu. Kalau kamu merindukanku, telepon saja aku. Aku akan datang menemuimu ketika aku ada waktu luang."

"Kamu harus menepati janjimu."

Dengan susah payah Cintia jongkok.

Samuel mengerutkan keningnya.

Cintia mempertahankan posisi setara dengan Erik, mengelus-elus kepalanya dengan lembut, "Aku janji."

Erik tersenyum menggemaskan dan dengan semangatnya mencium pipi Cintia.

Samuel mengkerutkan jidatnya lebih hebat lagi.

"Aku pergi dulu, ya," kata Cintia dengan wajah yang lembut.

"Mama, hati-hati ya," ucap Erik dengan manis.

Itu dia, kenapa Erik masih tidak mau mengubah panggilannya pada Cintia.

Setiap kali memberitahukan kalau Cintia bukan ibunya, Erik akan mengira kalau dia tidak diingkan lagi, matanya merah berkaca-kaca, benar-benar sangat kasian.

Cintia juga tidak ingin memaksa lagi.

Erik akan mengerti ketika dia besar nanti.

Cintia mengenakan tongkat, keluar sendiri dari kamar pasien.

Samuel mengikutinya dari belakang.

Beberapa kali ingin menolak, tetapi kembali memutuskan untuk diam.

Sampai di pintu gerbang rumah sakit, "Tuan Samuel ...."

Samuel berjalan melewatinya dan membukakan pintu mobil Maybach hitam yang diparkir di depan mereka dengan sopan.

Cintia mengerutkan keningnya.

"Aku antarkan Nona Cintia pulang."

"Aku bisa pulang sendiri, tidak perlu merepotkan Tuan Samuel.”

"Aku punya mobil," jawab Samuel dengan yakin.

"..."Apa kamu sedang pamer?

"Tidak merepotkan," ujar Samuel lagi.

Cintia melihat Samuel.

Benar-benar merasa sulit untuk berkomunikasi dengannya.

Cintia pun akhirnya menuruti.

Samuel seperti memiliki sihir, yang membuat Cintia tidak bisa menolak perkataannya.

Menolak juga hanya akan membuang-buang waktu saja.

Duduk di dalam mobil mewah itu.

Samuel bertanya, "Nona Cintia tinggal dimana?"

"Berlin Mansion."

Setelah pulang ke Indonesia sama sekali tidak pernah kembali ke kediaman Keluarga Dijaya.

Tidak ada seorang pun dari Keluarga Dijaya yang memerhatikannya.

"Baik," jawab Samuel dan memberi tanda pada supir.

Supir dengan segera menganggukkan kepala.

Mobil perlahan melaju.

Samuel tiba-tiba mendekati Cintia.

Cintia terkejut dan terlihat berjaga-jaga.

Samuel selalu menjaga jarak dengannya ....

Kemudian Samuel memiringkan badannya dan memasangkan sabuk pengaman untuk Cintia.

Cintia mengerucut bibirnya.

Setelah selesai memasang sabuk pengaman, dia berkata dengan santai, "Nona Cintia, tidak perlu mengepalkan tanganmu sekuat itu."

Cintia langsung menundukkan kepalanya dan baru menyadari reaksinya tadi.

Kecanggungan terjadi ....

"Jangan khawatir, Nona Cintia. Aku bukan pria sembarangan."

Apakah Samuel tidak terlalu percaya diri? Cintia tidak bisa menahan dirinya untuk berkata, "Bagaimana bisa kamu punya anak, kalau kamu bukan pria sembarangan?!"

Cintia langsung menyesali perkataannya.

Dia dan Samuel belum seakrab itu untuk bersenda gurau seperti ini.

Samuel menatapnya lama.

Cintia ingin mengalihkan pembicaraan.

Samuel menjawab dengan nada datar, "Aku diperkosa."

"..." Cintia terkejut.

Bagaimana ini bisa terjadi pada Samuel?

"Wanita itu cukup agresif." Cintia merespon dengan seadanya.

"Ya, dia cukup agresif." Samuel mengangguk, tatapan matanya yang mendalam seperti melihatnya berulang kali.

Cintia merasa pembahasan mereka saat ini sedikit ... melenceng.

"Kenapa kalian berpisah?" Cintia sedikit mengalihkan pembicaraan.

Cintia merasa aneh, kenapa ibunya Erik meninggalkan mereka.

"Dia tidak menyukaiku."

Cintia sedikit terkejut.

Tampang seperti ini ternyata masih bisa ditinggalkan.

"Tidak suka, tapi mengapa masih mau melahirkan anakmu?" Cintia sedikit merasa tidak masuk akal.

"Dia tidak menyukainya," jawab Samuel dengan cuek. "Bahkan setelah melahirkan Erik, dia berencana untuk membuangnya."

Hati Cintia tiba-tiba terasa sakit.

Memikirkan Erik yang baru lahir, hampir dibuang tanpa perasaan. Ini membuat hati Cintia seperti tersayat pisau.

Dia bahkan tidak berani membayangkannya.

"Berpisah dengan orang seperti itu adalah pilihan yang benar," ucap Cintia sepenuh hati.

Samuel mengerucut bibirnya, dia menatap Cintia dalam-dalam seperti ada sesuatu di wajah Cintia.

Cintia meraba-raba mukanya sendiri, "Tuan Samuel?"

Samuel mengalihkan pandangannya dan membelakanginya.

Cintia mengerutkan keningnya.

Samuel sangat aneh.

Setelah dipikir-pikir, mungkin karena sudah mengungkit masa lalunya yang kelam membuat Samuel merasa kesal.

Suasana mobil hening, sampai tiba di depan rumahnya Cintia.

"Terima kasih," ucap Cintia.

Dia tetap menjaga jarak dengan Samuel.

Samuel mengangguk, "Hati-hati, Nona Cintia."

Cintia meresponnya.

Hatinya juga merasa lega.

Harus diakui kalau dia sangat takut Samuel akan memaksa untuk mengantarnya sampai ke dalam rumah.

Diantar oleh orang asing sampai ke depan komplek saja sudah merupakan batas yang bisa diterima Cintia.

Kesadaran diri Samuel membuat Cintia mengurangi kewaspadaannya terhadap pria yang awalnya ditolak ini.

"Tuan," panggil supirnya.

Bayangan Nona Cintia sudah tidak terlihat, tetapi Samuel masih melihat ke arah Cintia tadi.

Pada saat ini, ponsel Samuel terus berdering.

Samuel dengan tenang mengangkat telepon, "Kakek."

"Erik bukannya keluar dari rumah sakit hari ini? Kenapa belum sampai rumah?" tanya Kakek Frans.

"Sebentar lagi sampai," jawab Samuel. "Kek, aku tekankan dulu. Aku dan Erik tidak akan tinggal di kediaman Keluarga Purnomo."

"Kenapa?” Kakek Frans terdengar tidak senang.

"Erik tidak cocok tinggal di tempat yang terlalu ramai. Dia anak yang tertutup, aku akan membawa Erik pulang dulu untuk menemuimu, setelah itu kami akan pergi lagi," ucap Samuel dengan mantap.

"Setelah makan malam," jawab Kakek Frans dengan keras kepala.

"Baik," jawab Samuel.

Setelah kedua orangtuanya meninggal, dia sudah jarang kembali ke Kota Bandung.

Kalau bukan karena kakeknya mengancam akan bunuh diri kali ini, Samuel juga tidak akan kembali.

Tidak akan kembali ....

Mungkin tidak akan bertemu lagi dengannya.

...

Senin yang cerah.

Cintia memakai pakaian kantor. Dia sedikit merias diri dan rambut lembutnya terurai di bahunya. Meski memakai tongkat, tetap tidak bisa menyembunyikan kemampuan, kebebasan dan kecantikannya.

Pengacara Boy menemaninya datang ke Grup Galaksi.

Seorang pria dengan segera menyambutnya, "Nona."

"Pagi, Pak Hendri," sapa Cintia sambil menganggukkan kepalanya pada Hendri.

Hendri Losnada adalah wakil manajer umum Grup Galaksi dan salah satu orang yang paling dipercaya ibunya saat itu. Kemudian, setelah Jacob mengambil alih Galaksi, dia melakukan perubahan besar-besaran. Hendri tidak digantikan setelah bertahun-tahun, karena status dan kemampuan Hendri di Grup Galaksi.

"Ayo," ajak Cintia tanpa menunda-nunda.

"Nona, hari ini ...." Hendri ragu untuk mengatakannya.

"Ada apa?" Cintia mengerutkan keningnya.

"Aku baru mendapatkan kabar pagi ini. Direktur atau ayahmu mau menobatkan Starvy sebagai manajer utama Grup Galaksi, dia yang akan bertanggung jawab untuk mengurus semua urusan Grup Galaksi. Sekarang sedang melakukan rapat pengangkatan jabatan."

Jacob dan Starvy benar-benar tidak tahu malu!

Cintia berkata dengan dingin, "Tidak apa-apa."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status