Seatap dengan Mantan Suami

Seatap dengan Mantan Suami

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-30
Oleh:  Aster DiamondOn going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
8Bab
189Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Tiga tahun setelah perceraiannya, Kirana muncul kembali… sebagai karyawan baru di perusahaan milik mantan suaminya, Dirga. Mereka tak sengaja bertemu kembali—bukan karena rindu, tapi karena Kirana melamar pekerjaan tanpa tahu siapa CEO-nya. Kini, keduanya dipaksa berada dalam satu atap profesional, dengan masa lalu yang belum selesai dan anak yang terpisah sejak perpisahan mereka. Ketika sebuah acara Hari Ibu di sekolah sang anak mempertemukan mereka kembali bukan hanya sebagai rekan kerja, tapi sebagai "mantan pasangan yang terlihat seperti keluarga utuh", batas antara masa lalu dan masa kini mulai kabur. Apalagi saat Kirana harus menghabiskan satu hari penuh di rumah Dirga… bersama kenangan, kebekuan yang perlahan mencair, dan perasaan yang seharusnya sudah mati. Apakah cinta bisa tumbuh kembali… setelah dikhianati waktu dan keadaan?

Lihat lebih banyak

Bab 1

BAB 1 - Kembali Terluka

Suasana ruang meeting terasa tegang. Kirana merapikan catatan di tangannya, memastikan semua poin presentasinya tersusun rapi. Sudah sebulan ia bekerja di sini, dan ini pertama kalinya ia harus mempresentasikan strategi marketing langsung di hadapan CEO—sosok misterius yang selama ini belum pernah ia temui.

"Jangan gugup," bisik Aulia, rekan kerjanya. "Katanya CEO kita tuh visioner banget, tapi agak dingin. Kalau idemu bagus, dia pasti suka."

Kirana mengangguk, berusaha meyakinkan diri. Toh, ia sudah terbiasa menghadapi atasan yang perfeksionis. Lagipula, ini hanya presentasi biasa, bukan sesuatu yang harus ditakuti.

Pintu terbuka. Seorang pria memasuki ruangan dengan langkah tenang, jasnya rapi, auranya mendominasi seketika.

Kirana yang awalnya berdiri siap untuk memulai presentasi, mendadak membeku. Napasnya tercekat.

Pria itu.

Mantan suaminya.

Dirga.

Dada Kirana berdegup kencang. Ia ingin percaya bahwa ini hanya ilusi—bahwa sosok yang kini berdiri di hadapannya, dengan tatapan tajam dan penuh wibawa, bukanlah orang yang dulu pernah berbagi atap dengannya. Orang yang pernah berjanji sehidup semati… lalu berakhir menjadi orang asing.

Dirga menatap Kirana sekilas, alisnya sedikit berkerut. "Silakan mulai."

Suara berat itu menyadarkan Kirana dari keterkejutannya. Tangannya gemetar. Ia bahkan tak sadar bahwa semua mata kini tertuju padanya, menunggu ia membuka presentasi.

Sial.

Bibirnya terasa kelu, pikirannya berantakan. Bagaimana mungkin selama ini ia tak sadar? Bagaimana mungkin perusahaan tempatnya bekerja ternyata milik Dirga?

Orang yang dulu harus kerja serabutan buat menghidupi mereka. Yang selalu pulang larut dengan wajah lelah. Yang… dulu tidak punya apa-apa, hingga membuat Kirana harus menahan malu setiap kali meminta bantuan uang ke orangtuanya.

Flashback.

“Kamu nggak perlu kerja, aku bisa cari uang sendiri.” Dirga terdengar frustrasi saat Kirana membahas ingin melamar pekerjaan.

“Tapi uang kita nggak cukup, mas.” Kirana berusaha menahan suaranya agar tidak bergetar. Dia lelah. Lelah hidup dalam keterbatasan. Lelah menundukkan kepala setiap kali harus pinjam uang ke orangtua, saudaranya, bahkan temannya. Lelah terus merasa gagal.

“Aku udah kerja keras. Aku lagicoba bisnis kecil-kecilan juga. Kamu nggak percaya sama aku?”

“Bukan itu masalahnya!” Kirana akhirnya meledak. “Aku nggak mau terus-terusan ngeluh nggak ada uang tiap akhir bulan! Aku nggak mau tiap minggu harus mikirin mau belanja pakai apa! Aku capek, Mas!”

Dirga mengusap wajahnya dengan kasar. “Jadi kamu pikir aku nggak capek?”

Mereka saling menatap dalam diam. Dua-duanya sama-sama lelah, sama-sama ingin hidup lebih baik, tapi entah kenapa selalu merasa bertentangan.

Dan sekarang, bertahun-tahun setelah perpisahan itu…

Dirga berdiri di hadapannya. Bukan sebagai suami. Tapi sebagai CEO—dan bosnya.

Kirana merasa ingin pingsan.

….

Kirana baru saja kembali ke mejanya ketika sebuah pesan masuk ke laptopnya.

“Ke ruangan saya. Sekarang.”

Tangannya menegang di atas keyboard. Bukan karena perintah itu terdengar kasar—tapi karena pengirimnya. Dirga Mahardika. CEO perusahaan ini. Mantan suaminya.

Menelan ludah, Kirana menghela napas panjang sebelum akhirnya bangkit. Tumit sepatunya beradu dengan lantai marmer saat dia melangkah menuju ruangan Dirga.

Begitu masuk, udara dingin AC langsung menyergapnya. Di belakang meja kayu besar, Dirga duduk dengan santai, lengan terlipat di dada. Matanya menatap Kirana dengan ekspresi puas, seolah sedang menunggu sesuatu.

"Sudah betah kerja di sini?" tanyanya dengan nada terlalu santai.

Kirana tetap berdiri tegak. “Saya profesional, Pak. Saya hanya bekerja.”

Dirga menyeringai, bangkit dari kursinya, lalu berjalan perlahan mengitari meja. "Menarik."

Dia berhenti tepat di depan Kirana, kedua tangannya bertumpu di saku celana. “Saya cuma ingin tahu... gimana rasanya balik jadi gadis?”

Darah Kirana seperti berhenti mengalir.

"Maksud Anda?" tanyanya dengan suara yang berusaha tetap stabil.

“Dulu kamu selalu bilang ingin bekerja, kan? Nah, sekarang kamu bisa menikmati semuanya tanpa beban. Bebas. Mandiri. Tanpa keluarga yang harus diurus.”

Dada Kirana mencelos. Dia tahu maksud Dirga—bahwa dia tidak lagi punya suami, tidak lagi punya anak di sisinya.

Tapi Kirana menegakkan bahunya. Dia menolak menunjukkan betapa kata-kata itu melukainya.

“Terima kasih sudah mengingatkan saya, Pak. Tapi saya di sini bukan untuk membahas masa lalu.”

Dia membungkuk sopan, lalu berbalik meninggalkan ruangan sebelum dadanya benar-benar meledak.

Sementara itu, di belakangnya, Dirga hanya menyeringai tipis.

Kirana masuk ke toilet dengan langkah cepat, seolah dikejar sesuatu yang tak kasatmata. Begitu pintu tertutup, dia langsung meraih wastafel, menumpukan berat tubuhnya di sana. Tangannya gemetar. Lututnya terasa lemas.

"Sial..." gumamnya, menatap pantulan dirinya di cermin.

Wajahnya masih setenang biasanya, tapi sorot matanya… kosong. Seperti ada sesuatu yang dicabut paksa dari dalam dirinya.

Dengan gerakan terburu-buru, Kirana membuka keran, menampung air di kedua telapak tangannya, lalu membasuh wajahnya berkali-kali. Air dingin menyentak kulitnya, tapi tetap tak bisa mengusir gejolak di dadanya.

Kenapa harus dia? Kenapa harus di tempat ini?

Bukankah dia sudah mencoba lari sejauh mungkin dari bayang-bayang Dirga? Dari segala luka yang dulu ia tinggalkan?

Kirana meremas ujung blazernya, berusaha mengendalikan napasnya yang memburu.

Aku butuh pekerjaan ini. Aku nggak bisa mundur.

Dia mengulang kalimat itu di dalam kepalanya, mencoba meyakinkan diri. Karena bagaimanapun juga, dia sudah terikat kontrak. Dan yang lebih penting… dia butuh uang.

Butuh uang untuk hidup.

Untuk ibunya yang baru pensiun.

Dan… untuk memperjuangkan hak asuh anaknya.

Dengan tangan masih sedikit gemetar, Kirana menarik satu tarikan napas panjang, dia merapikan blazer dan kembali keluar.

Seolah tak ada yang terjadi. Seolah pertemuan itu tidak mengguncangnya sedemikian rupa.

Padahal di dalam hatinya… dia hanya ingin lari sejauh mungkin.

Kirana keluar dari toilet dengan langkah gontai, tubuhnya masih sedikit gemetar. Begitu duduk di kursinya, dia menarik napas panjang, berusaha menenangkan diri. Tangannya refleks meraih ponsel di meja.

Layar menyala. Ada pesan dari sahabatnya, Laila.

"Lo udah liat ini, Kir?"

Sebuah video terlampir di bawahnya. Jempol Kirana ragu-ragu menyentuh layar, tapi rasa penasaran dan ketakutan bercampur jadi satu. Dengan napas tertahan, dia mengetuk video itu.

Gambar bergerak memenuhi layar. Seorang bocah laki-laki dengan seragam olahraga berdiri di podium, senyumnya lebar, memegang piala dengan bangga. Di sebelahnya, seorang pria tinggi mengenakan kemeja hitam elegan, tangannya bertumpu di bahu si bocah. Mata Kirana langsung memanas.

"Selamat kepada Arkan Mahardika dan ayahnya, Dirga Mahendra, yang berhasil memenangkan kompetisi ayah dan anak tahun ini!" suara MC terdengar jelas di video.

Jantung Kirana mencelos. Tangannya refleks menutupi mulut, menahan isakan yang nyaris pecah. Seakan dunia kembali mengingatkannya pada apa yang telah direnggut darinya—anaknya, kebahagiaannya, dan kini, momen-momen yang seharusnya miliknya.

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
8 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status