Share

2. saya tidak akan tidur dengan wanita lain

Saat Darel melamar Hera padahal mereka baru pertama kali bertemu, sang model tidak langsung menanggapi. Ia mengulur hingga satu bulan dan berharap Darel melupakannya.

Hera ingat betul akan kegigihan Abigail meyakinkannya untuk menerima Darel. Selain soal kekayaan dan ketampanan, Abigail mengatakan bahwa Hera akan bahagia di sisa hidupnya. Pun Darel membuktikan itu hingga Hera luluh.

Lalu lihat sekarang.

Saat Hera mulai mencintai dan berpikir akan bahagia sepanjang hidupnya, Darel berkhianat. Kini Abigail malah membantunya membereskan perselingkuhan sang suami.

Kemudian apalagi?

[Abigail: Aku tidak pernah bilang padamu tentang ini. Sepertinya, perempuan itu, maksudku Ayuna. Dia memiliki sesuatu dengan suamimu.]

Deg!

Detak keresahan yang menyusup tanpa undangan. Hera berpekur sejenak dan membiarkan pikirannya beku seperti Abigail baru saja mengutuknya.

Sang manajer terkadang intuitif. Namun tidak pernah gagal membuat Hera mempercayai barang sejumput dari perkataannya.

"Tidak mungkin." Batin Hera menentang meskipun di sudut hatinya sesuatu mulai berpercikan. Hera tidak tahu bagaimana mengatakannya. Mungkin itulah kecemburuan yang selama ini mematikkan api, namun Hera tidak membiarkan dirinya terbakar begitu saja. Toh, sudah sejauh ini ia ikut campur pada hubungan terlarang suaminya.

"Sayang."

"Hera?"

Pundak Hera tersentak saat jemari seseorang meremas bahunya. Ia menemukan Darel sedang memberikan tatapan khawatir.

"Pesan dari siapa sampai membuatmu mengabaikan saya?"

Hera melemparkan senyum manis lantas menyembunyikan ponsel ke sisi tubuhnya. Iris madu Hera mengedarkan sudut pandang ke arah lain hingga menemukan perempuan muda dengan rambut hitam terurai panjang sedang berdiri di ambang pintu. Setidaknya gadis itu berusia tidak lebih dari dua puluh enam tahun, beberapa tahun lebih muda dari Hera.

Dia, Ayuna. Perempuan yang pertama kali memberitahunya bahwa Darel berselingkuh. Sekretaris Darel itu memiliki bukti-bukti tak berbantahkan pasal kebejatan Darel di belakangnya. Katakan saja Hera naif atau memang berkepala dingin, sementara istri mana pun mungkin tidak akan sanggup melanjutkan semua ini dan bersandiwara seolah baik-baik saja.

Gadis dengan blus kemeja putih itu tersenyum pada Hera. Senyum yang normal, seperti biasanya saat mereka berpapasan. Hera membalas dengan senyum kecil meskipun entah kenapa begitu ingin menginspeksi gadis itu dari pucuk kepala hingga ujung kakinya. Ayuna memiliki wajah khas gadis daerah yang ayu. Jika diperhatikan, dia cukup manis.

Abigail mungkin mengada-ngada saja karena tidak suka dengan Ayuna. Setahu Hera, Ayuna sangat profesional. Alasan dia terkadang tidak segan mengganggu waktu pribadi Darel hanyalah karena pekerjaan.

"Ayuna, bisa tinggalkan kami? Urus saja dengan resepsionis di sana."

Sang sekretaris mengangguk sebagai tanda bahwa ia mengerti dengan apa yang atasannya katakan.

"Sayang, kemarilah." Darel merengkuh Hera tanpa menunggu punggung Ayuna benar-benar menghilang dari ambang pintu. "Apa yang kamu pikirkan, hm? Ada masalah?"

Hera balas mendekap sembari menghirup feromon Darel, mencari ketenangan. Lucunya, keresahan dan ketenangan Hera datang dari sumber yang sama yaitu Darel Lakeswara.

"Abigail bilang ada masalah di agensi. Anak-anak sekarang sangat sensitif dan sulit diatur. Mereka membuatku sibuk. Aku jadi banyak pertimbangan sebelum benar-benar mendebutkan mereka sebagai model."

"Saya sudah bilang untuk berhenti bekerja. Kamu vakum modeling dan malah mengasuh anak-anak?"

"Sayang, mereka bukan anak-anak sembarangan. Mereka berbakat dan aku tidak mengasuh tapi melatih."

"Ya, ya. Terserah. Kamu nyonya-nya di sini. Jadi, Nyonya ... " Darel menunduk, merengkuh dagu lancip sang istri seraya memamerkan seringaian menggoda andalannya. "Sekarang kita hanya berdua. Apa yang bisa saya lakukan untuk Nyonya?"

Tubuh Darel menegang saat merasakan jemari lentik Hera bermain di balik bahan kemejanya, meraba area bidang di sana dengan gerakan seduktif. Ia menunggu sambil mengagumi kecantikan sang istri yang seolah dirancang khusus untuknya. Mulai dari cara netra coklat madu itu membalas tatapannya sampai setiap lekuk tubuh Hera yang pas di genggamannya. Kesesuaian itu membuat Darel mabuk kepayang hanya dengan memikirkan sosok Hera.

"Kamu masih berhutang satu penjelasan padaku," bisik Hera selagi menggerakkan lembut jemarinya menuju pundak Darel. "Apa maksud Ayuna dengan mengatakan 'kamar kita'?"

"Tadi saya sudah jelaskan tapi sepertinya kamu bengong. Klien mengadakan pertemuan dengan menyewa kamar. Kamu harus tahu ini bukan pertemuan seserius itu."

Tiba-tiba tangan sang istri meraih benda tipis dari bahunya, menunjukkan sesuatu itu tepat di depan mata kepala Darel. Pria itu mengerutkan dahi melihat seutas rambut berwarna hitam. Darel menerka-nerka apa yang dimaksud sang istri.

"Kamu ... tidak mencurigai saya selingkuh dengan Ayuna, 'kan?"

Hera melihat perubahan ekspresi Darel yang semula bersinar seperti pria badung seribu akal menjadi redup dan tajam.

Detik itu juga, untuk pertama kalinya bagi Hera akhirnya yakin perihal keputusannya untuk berpura-pura buta mengenai kelakuan Darel. Mendengar pria itu melontarkan pertanyaan dengan nada datar dan ekspresi sedingin ini membuat Hera bisa merasakan hawa yang sama dengan pernikahannya andai melabrak Darel.

Hera mengendalikan air mukanya dengan baik. Meski baru saja menemukan rambut yang kontras dengan surai berwarna coklat miliknya menempel di pakaian suaminya.

"Oh, sayang. Aku tidak bilang begitu. Rambut itu bisa saja milik orang lain? Memang kenapa kalau ini milik Ayuna? Bukan berarti kamu telah tidur dengannya, 'kan?" ungkap Hera mengakhiri kalimatnya dengan kekehan renyah.

Darel ikut tergelak, membuktikan bahwa Hera tidak gagal memanipulasi suaminya. Toh, sebenarnya Hera juga tidak yakin soal perselingkuhan Darel dengan Ayuna. Abigail hanya berspekulasi. Kalau pun benar, cepat atau lambat Hera pasti akan mengetahuinya.

Hera terhenyak saat lengan Darel dengan mudah mengangkat tubuhnya. Aroma anggur menguar dari napas Darel yang berat, indikasi bahwa pria itu baru saja minum-minum. Ia menatap sang istri dengan intens dan berbicara lirih setengah frustasi.

"Saya bahkan tidak bisa menyentuh wanita lain karena kamu menghantui setiap sudut pikiranku. Saya tidak bisa melakukannya selain denganmu. Apa kamu mempercayai itu, Hera?"

Jantung Hera berdegup kencang terdengar hingga ke telinganya. Darel mengatakan tanpa memutus kontak mata mereka, memperlihatkan kesungguhan tak bercela. Lidah Hera tiba-tiba saja kelu, terpaku oleh netra kelam Darel yang memancar tanpa kebohongan.

"Kamu tidak perlu mempercayai saya. Cukup pegang kata-kata saya. Saya tidak akan tidur dengan wanita manapun lagi selain dirimu," pungkas Darel.

Tirai air mata di pelupuk mata Hera hampir pecah. Sang model mengangguk dan memeluk leher Darel untuk menenangkan dirinya yang emosional. Perasaan memang tidak bisa berbohong. Hera yang kepalang mencintai Darel tahu dengan pasti bahwa barusan adalah ucapan paling tulus yang ia dengar dari Darel sejauh ini.

Hera semakin percaya bahwa suatu saat Darel akan menemukan titik jenuh dari perselingkuhannya.

Darel membawa tubuh Hera ke meja yang terhidang sashimi salmon dan naan keju lantas mendudukkannya di sana. Pria itu membungkuk untuk memagut bibir Hera dengan awal yang lembut. Intensitas ciuman mereka meningkat seiring suara cecapan yang memenuhi seisi ruangan.

Keduanya terengah-engah berjeda untuk meraup udara dengan rakus. Tak peduli lagi seberantakan apa penampilan mereka. Jas Darel teronggok di lantai dan rambut potongan serigalanya tidak lagi tertata. Sementara Hera menengadah dengan sorot mata sayu.

"Ingin sewa kamar di sini?" tanya Darel dengan suara serak efek dari hasrat yang bergejolak. Matanya tak lepas dari sang istri yang sekarang berkali lipat terlihat lebih seksi.

Hera hanya bergumam dan mengangguk tanpa sanggup melontarkan satu kata pun lagi.

Darel menarik dagu Hera dan memburunya dengan ciuman yang lebih panas. Tangan Darel bergerilya di balik pakaian istrinya. Ujung dress Hera tersingkap hingga paha.

Saat itu keduanya benar-benar melayang. Sibuk saling memberi rangsangan sensual tanpa menyadari pintu yang belum tertutup rapat. Di antara celah itu, seorang perempuan tengah mengintip, menyimak semua percakapan mereka sejak awal. Ia menyugar rambut hitamnya sambil menahan air mata. Kemudian pergi saat mendengar suara Hera mulai mendesah. Membawa serta perasaan terluka dan kepalan tangan sarat akan tekad penuh dendam.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status