Share

3. bar mewah dan si wanita simpanan

"Ayuna."

Gadis itu memutar kepalanya pada sumber suara, praktis menemukan figur atraktif milik istri atasannya yang tengah tersenyum dan melambai singkat. Rambut coklat yang tergerai bergerak lembut saat sang model melenggok seakan jalan yang dilewati adalah catwalk-nya. Hera Andromeda, sosok yang selalu membuat para gadis seantero negeri ingin menjadi dirinya.

"Madam." Gadis itu mengangguk singkat.

Hera melenggang anggun menuju salah satu sofa lobi bergabung duduk dengan Ayuna. "Sudah dapat flashdisk-nya?"

Ayuna hanya tersenyum tipis kemudian mengangguk.

"Apa kau menunggu seseorang di sini? Mas Darel sudah tidak ada pekerjaan, 'kan?" Hera melirik arlojinya yang menunjukkan pukul lima sore. Waktu pulang kerja sudah satu jam berlalu dan Ayuna masih di sini dengan pakaian yang sama.

"Aku memang sengaja menunggu Madam untuk memberitahu sesuatu."

Padahal Hera baru saja menemukan posisi duduk yang nyaman dan bersandar agar santai, namun punggungnya harus menegang lagi.

"Baiklah. Mas Darel sedang menelpon dan sepertinya akan lama. Kau bisa katakan sekarang."

Satu jam lalu, Hera dan Darel masih bergumul panas di kamar hotel. Sekarang kenyataan memaksanya untuk memberi tanggapan dingin. Terkadang Hera merasa bahwa ia bukan lagi dirinya yang dulu.

Ayuna merogoh tas jinjingnya dan mengeluarkan sebuah amplop kertas berwarna coklat. Hera memandangi sejenak saat amplop itu digeser oleh Ayuna pada meja kaca yang membatasi mereka.

Ketika dibuka, Hera menemukan foto-foto seorang perempuan berpakaian formal bersama seorang pria yang ia kenali dengan mudah di mana pun. Setiap gambar yang diambil memperlihatkan kedekatan yang terasa janggal dan berlebihan jika hanya sebatas mitra bisnis.

Ternyata berapa kali pun mengalaminya, Hera tidak pernah terbiasa. Hera melumat mulutnya sendiri menelan segala bentuk dari perasaannya.

"Itu Feronika Denise. Klien yang kami temui siang ini. Pertemuan mereka memang bukan pertemuan biasa, Madam. Feronika Denise sengaja menyewa kamar di hotel ini. Aku tidak tahu semua yang mereka bicarakan karena di tengah pertemuan Feronika menyuruhku untuk meninggalkan mereka."

"Kita tinggal melakukannya seperti biasa, 'kan?" tanya Hera dengan mata tak lepas dari potret yang diambil sembunyi-sembunyi itu.

Ayuna hanya bergeming memperhatikan setiap gerak-gerik Hera. Sebagai istri yang telah diselingkuhi berkali-kali, Hera sangat dingin menanggapi sikap suaminya. Lantaran sesama perempuan, Ayuna yakin bahwa jauh di dalam hati perempuan akhir dua puluhan itu juga terdapat keresahan, kecemburuan, segala perasaan yang sebenarnya adalah bom waktu. Hanya butuh komposisi yang tepat antara amunisi dan pemicunya. Ayuna tahu, Hera dibayangi-bayangi kehancuran pernikahannya.

"Kau sudah mengirimkan surel lengkapnya padaku, bukan, Ayuna?"

"Tentu, Madam. Semua tentang Feronika Denise sudah aku tulis."

"Terima kasih banyak. Aku tidak tahu bagaimana harus membalas kebaikanmu. Katakan semua yang kau butuhkan, aku akan membantumu."

"Aku melakukannya sebagai sesama perempuan, Madam. Perempuan sebaik dirimu tidak pantas dicurangi seperti itu. Kalau aku jadi dirimu, mungkin cerai adalah pilihan terbaik sejauh yang kubayangkan."

"Andai semudah itu, ya." Tercetak senyum getir di wajah blasteran Hera. "Selain seorang pebisnis, apa ada hal yang perlu aku perhatikan soal Feronika Denise?"

"Oh, Madam. Kuharap dia tidak merepotkan dirimu, sifat keras kepala dan tinggi hatinya itu menjengkelkan."

Malam berikutnya Hera memutuskan untuk menemui Feronika di sebuah bar mewah. Tempat itu diketahui sebagai destinasi rutin yang dikunjungi Feronika untuk mengisi malamnya. Ayuna sangat bijaksana dengan memberinya peringatan terpenting. Feronika Denise memang definisi kepala batu.

Hera harus menjaga dirinya agar tidak terpancing untuk menjambak pemilik rambut pendek ala potongan polisi wanita itu.

Wanita berkelas tidak menjambak, Hera ingat itu.

"Kau tidak bisa mengancamku, Hera. Meski kau tahu aku istri sirih seorang politikus dan memiliki seorang anak yang bercita-cita menjadi hakim. Darel Lakeswara tetap terlalu istimewa untuk dilewatkan." Wanita sepataran dengan Darel itu memutar-mutar gelas wiski-nya. Batu es di dalamnya bergemerincing.

Hera merasa air ludahnya mengental dan pahit ketika ditelan, akhirnya memutuskan menyesap anggur merah yang semula tidak berminat ia sentuh.

Suasana yang temaram diiringi musik jazz yang mendayu-dayu tidak memperlancar rencananya. Feronika sama sekali tidak gentar meski Hera sudah berbicara tentang anaknya.

"Feronika, kau pasti percaya pak Galih akan melindungi putramu, ya?"

"Dia menginginkan anak laki-laki, sementara istrinya hanya menelurkan anak perempuan. Dia mendapatkannya dariku dan berjanji akan menjadikannya ahli waris. Aku tidak perlu menakutkan apa-apa lagi." Feronika memutar kursinya yang semula menghadap meja bar untuk berhadapan dengan Hera. "Jadi, biarkan aku bermain dengan suamimu. Kau belum hamil, 'kan? Siapa tahu Darel menginginkannya dariku."

Hera tidak bisa menahan mulutnya untuk terbuka. Tercengang, tidak habis pikir, marah, semua jenis perasaan negatif kini campur aduk di dalam hatinya.

Perlahan Hera menaruh gelas anggurnya yang baru disesap dua kali. Lantas turun dari tempat duduk dan berdiri menjulang di depan Feronika yang masih bertahan di posisi duduk.

"Aku dengar harga dirimu sangat tinggi namun apa yang bernilai dari menjadi simpanan dan selingkuhan suami perempuan lain?"

Hal lain tentang Feronika Denise yang perlu diketahui adalah soal dirinya yang mudah diprovokasi. Oh, tidak repot berlatih. Semenjak tahu memiliki suami tukang selingkuh, Hera mendapatkan kemampuan itu secara alami.

Feronika merasakan emosi yang berkobar di dadanya. Ia menggenggam permukaan gelas wiski hingga buku jarinya memutih. Rahangnya mengetat sembari balas menatap ekspresi dingin Hera dengan sorot tajam.

Hera menangkap kemarahan yang mulai ditunjukkan sang pebisnis wanita. Hera merasa cukup tegas kali ini, jadi ia ingin menyudahinya sebelum mereka berdua menjadi pusat perhatian dan orang-orang menyadari siapa yang berada di antara mereka. Hera sangat berhati-hati menjaga citranya yang menyangkut pada reputasi keluarganya dan keluarga Darel.

Dari tasnya, Hera mengambil beberapa lembar rupiah dengan nominal uang kertas tertinggi lantas menaruhnya ke meja bar. Bayaran atas minuman dan tip untuk bartender yang dilebihkan. Ia menoleh kembali pada Feronika yang menampilkan air muka keruh.

"Feronika Denise, dengar baik-baik. Aku tidak datang untuk berdiskusi denganmu melainkan memberimu peringatan. Jika kau melewati batas yang telah kubuat, kau boleh menantikan apa yang istri sah sepertiku bisa lakukan. Kau tidak berpikir seorang Hera Andromeda hanya bisa berlenggak-lenggok di atas lintasan peragaan busana saja, 'kan?"

Gelas wiski milik Feronika terdengar di banting ke meja, sukses membuat meja terdekat menoleh terkejut dan penasaran.

Sementara Hera langsung pergi tepat setelah menyudahi kalimat terakhirnya. Sehingga orang-orag di dalam sana tidak sempat melihat kehadiran sang model yang lama tak muncul di pemberitaan setelah pernikahannya.

Malam telah beranjak di pukul sebelas, Hera berjalan keluar dari bar mewah tersebut diikuti ketukan stiletto hitamnya yang terdengar persisten mengetuk lantai marmer. Ia berhenti di depan pintu masuk, tak beberapa lama kemudian melesat sebuah Mercedes Benz hitam dan berhenti tepat di depan Hera.

"Wah! Feronika sungguh menjadi member di bar ini? Bagaimana di dalam?" Seseorang membuka pintu bagian penumpang. Alih-alih bersimpati, ia malah salah fokus pada hal lain yang tidak memiliki korelasi dengan suasana hati Hera.

Bayangkan saja perasaan seorang istri yang baru saja menemui selingkuhan suaminya. Orang itu terdengar seperti minim empati.

Hera memutuskan untuk diam seribu bahasa dan melesak masuk ke kursi penumpang di sebelah pengemudi.

"Ekhem!" Pria berkacamata di balik kemudi menyadari tingkat sensitifitas Hera. Ekor matanya melirik-lirik Hera yang menatap lurus pada jalanan dengan bibir terkatup rapat. "Boleh aku bicara?" tanyanya berhati-hati.

"Yah ... lakukanlah. Jangan repot-repot bertanya."

"Aku tahu sepertinya Feronika Denise merepotkanmu, tapi ... " Ia melirik Hera lagi sebelum melanjutkan. "Kapan kita menyelidiki Ayuna?" cicitnya

Pertanyaan itu berhasil membuat Hera menoleh ditambah kedua alisnya bertaut penuh tanya. "Kenapa kita harus melakukannya?"

"Kau membaca pesanku, 'kan? Ayuna itu tidak beres."

"Tidak ada bukti, Abigail. Aku tidak mau menghabiskan tenaga mengurus hal yang tidak pasti."

"Hera, apa kau sadar kalau kau itu sedang dimanipulasi olehnya?"

"Jangan bicara soal manipulasi padaku," sergah Hera seraya memperlihatkan gurat tersinggung. Pancaran matanya sengit sampai membuat Abigail meringis sendiri.

Hera selalu mengeluhkan perubahan kepribadiannya belakangan ini, ia merasa telah memanipulasi Darel. Namun tak menyangkal juga bahwa itu dibutuhkan untuk membuatnya bertahan di sisi sang petualang wanita.

"Baiklah." Abigail buru-buru mengoreksi perkataannya. "Tapi aku bisa membuktikannya sama seperti cara Ayuna membuktikan perselingkuhan Darel. Ketika aku membawa bukti itu padamu, kau tidak akan bisa menyangkalnya."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status