"Oh maaf, mas Rian lagi keluar sebentar. Ini saya temannya, orang yang ngontrak di kiosnya." "O-oh. Iya, kalau begitu nanti saya telepon lagi ya mbak. Makasih." ucapnya yang langsung menutup teleponnya. "Duh dia marah kali ya? Langsung ditutup gitu aja. Atau apa mungkin dia cemburu? Itu barusan pacarnya bukan sih? Duh.... aku lupa bilang kalo aku gak ada hubungan apa-apa lagi sama dia." ucap Shanum khawatir. Mendadak muncul Rian bersama seorang suster, membawa troli makanan. "Makasih sus, biar saya aja yang kasih makanannya." ucap Rian yang langsung mengambil sepiring bubur dan segelas minumannya. Suster itu pergi dan Rian duduk dikursinya. "Mas.... ini hapemu." ucap Shanum memberikan ponselnya. Rian menerimanya. "Oh iya tadi ada yang nelepon mas." ucap Shanum. "Oh, siapa?" tanyanya. "Delia. Maaf ya tadi aku angkat teleponnya. Gak sengaja, soalnya tadi bunyi terus." ucap Shanum tidak enak, Rian tampak terdiam seakan memikirkan sesuatu. Shanum terheran. "Kalau boleh tahu itu pacar
"Dari sekian cowok yang aku temuin, kamu yang paling terbaik menurutku Yan. Kamu yang paling membuatku merasa nyaman dan tenang pada waktu yang bersamaan.""Terima kasih." "Makanya aku sering minta bantuan kamu, curhat, minta saran, minta ini minta itu tuh cuma ke kamu doang, ke cowok lain mana pernah.""Iya."Disaat yang sama Shanum menelepon Jaka. Telepon diangkat. "Tega kamu ya mas! Kamu yang buat aku kehilangan beras-berasku! Biar saja, polisi besok akan langsung ke rumahmu minta pertanggung jawaban atas kasus ini!""Polisi? Kamu lapor polisi? Num maafin aku, aku benar-benar menyesal, aku tidak sengaja melakukan itu." "Kamu sengaja! Jangan memutarbalikkan fakta! Aku tahu semuanya! Kamu penuh intrik dan manipulasi, kamu sengaja melakukan ini semua supaya aku merasa sendirian dan berakhir menyalahkan diriku sendiri kan karena menceraikan kamu? Jangan bohong kamu! Atau kamu mau membalas dendam atas perceraian itu? Tega kamu ya! Kamu ngapain segala bayar orang supaya curi berasku? A
"Mau minuman mbak? Teh atau kopi?""Ah enggak kok, saya cuma sebentar disini enggak akan lama-lama." ucap Delia tersenyum, Shanum melakukan hal yang sama. Mendadak Delia menelepon Rian. Dirinya mengatakan kalau dirinya ada di kiosnya, toko beras Shanum. Tentu saja membuat Shanum cukup kaget seakan memancing Rian untuk segera kesana. Ah tapi mana mungkin dia kesana, dia kan bekerja. Seusai dirinya menelpon, Delia langsung mengajak kembali Shanum mengobrol. "Saya kebetulan kesini mau menegaskan sesuatu ke mbak. Saya rasa saya kembali menyukai mas Rian, mbak enggak keberatan kan saya dekat dengan mas Rian?" "O-oh tentu, silahkan. Enggak kok, tapi kenapa kok mbak sampai minta persetujuan saya? Emangnya saya kenapa ya? Menurut mbak saya cukup mengganggu apa ya kehadirannya?" tanya Shanum. "Ah enggak, saya hanya khawatir mbak punya perasaan khusus semenjak mas Rian sering membantu mbak disini. Padahal setahu saya mas Rian memang begitu sifatnya, suka nolongin orang." "Bukan kok, enggak
"Iya gampang lah urusannya. Intinya om enggak dipenjara aja. Udah yuk kita pulang." ucap Jaka mengajaknya pulang, Ghea mengikutinya menuju parkiran, duduk di motor kemudian motor pun jalan. Disaat yang sama Diana sedang dibonceng oleh Gavin, mereka saling berbalas kata ditengah kecepatan motor yang cukup pelan itu. "Maaf ya, gue jadi ngerepotin lu. Segala dianterin, tau aje motor gue lagi diservis.""Iya gpapa, lagian gue sekalian mau pergi ke tempat lain.""Lo mau kemana tadi?""Gue mau nyari loker.""Eh, gue ada loker.""Jadi apaan?""Tukang cuci kaki gue.""Dikira lo emak gue!""Hahaha! Tapi beneran, nanti gue gaji serebu sehari." "Gak! Masih banyak kerjaan yang lebih berfaedah." "Eh katanya tadi bapak lo mau dipenjara ya? Kok bisa sih?" tanya Diana. "Bapak gue yang jadi dalang pencurian beras di toko emak gue.""Oh gitu, tapi gila sih itu. Nekat." "Makanya." Tiba-tiba saja Gavin berpapasan langsung dengan Jaka dan Ghea. Tentu saja Diana dan Gavin langsung menoleh kembali k
Tapi kok tiba-tiba? Apa mungkin ada tanggul sungai yang jebol? Atau air dari atas gunung? Untungnya masih belum sampai ke dekat mereka saat itu. Shanum merasa sangat khawatir, apalagi ada beberapa orang yang tadi jalan didekat sana dan kini menghilang. Rian juga tampak khawatir. Ia bahkan menyuruh Shanum untuk bergegas makan. "Ayo mbak dipercepat makannya, khawatir banjirnya kesini." ucap Rian. Shanum mengiyakannya. Tapi suara teriakan beberapa orang tampak terdengar bersahut-sahutan, mewarnai adu makan diantara mereka saat itu. Rian tidak menghabiskan buburnya, lain hal dengan Shanum yang sampai habis. Ia tampaknya kelaparan sejak tadi. Shanum dan Rian mencoba melihat ke arah jalanan, berkumpul bersama banyak orang yang memilih untuk melihat kejadian "tak biasa" itu bahkan sampai merekamnya. Kejadian yang termasuk mengerikan. Terlihat beberapa orang bahkan sampai anak perempuan yang terlepas dari jangkauan ibunya, ibunya menghilang ketika sedang mengendarai motor dan kini tersis
Ghea sedang berada di perpustakaan, ia tak sengaja mendengar beberapa orang menggosip tentangnya. "Tapi serius deh, dia kok aneh banget ya malah suka sama bapaknya. Itu bapaknya loh, calon mertuanya, malah diembat juga. Hanya karena bapaknya pns dan banyak duitnya, dia malah incer yang usianya jauh dari dia, parah-parah.""Menurut gue sih bener deh, dia tuh ngincer duit bapaknya doang, matre. Ya lo tahu sendiri, biaya kuliahnya yang sering nunggak aja sekarang lunas terus. Kayaknya itu ada pengaruh dari orang tuanya Gavin deh yang cerai. Parah kan?""Cantik-cantik kok doyan bapak-bapak sih ya, matre pula." "Cantik dari hongkong, dia tuh cuma kebetulan aja disukain sama dua cowok yang sedarah, maruk! Gue heran sumpah, kenapa dua temannya itu masih aja ngebela dia, udah ketahuan dia kayak gitu orangnya. Atau mungkin mereka setipe? Sama-sama cewek matre yang suka porotin duit orang?" "Salah, tapi cewek yang suka porotin duit orang dan ngembat bapak pacarnya. Pelakor kelas atas." "Hah
Doni tampak tidak percaya setelah mendengar nama itu disebut. Jelas itu hal menarik yang sangat dirinya tunggu. "Iya benar. Tapi kok mbak bisa tahu ya?" tanya Shanum heran. Sinta dan Doni langsung kompak tertawa. Doni segera mendekati mereka. "Mbak Shanum, jadi gini. Sebenarnya kita dari perusahaan tempat dimana pak Rian bekerja, ibu pasti kenal kan?" tanya Doni tentu saja membuat Shanum tersentak. "A-apa? Jadi mas ini temannya pak Rian toh?" "Lebih tepatnya kita karyawan dibawahnya bu." ucap Doni menunjuk ke mereka berdua. "Oalah, gitu toh. Kalian juga disuruh mas Rian kesini apa gimana? Mas Rian enggak kesini?""Enggak, kebetulan pak Rian enggak mau kesini karena khawatir kalau kita ngejodohin kalian." ucap Doni nyengir dibelakang. Shanum heran. "Maksudnya gimana? Kok ngejodohin.... Maksudnya saya dan mas..." belum selesai bicara. Shanum langsung disela oleh Doni. "Bisa minta bantuannya enggak mbak?""Eh?"Disaat yang sama Rian sedang sibuk mengetik sesuatu didepan laptopnya, Rian
Ramai suasana di tenda pengungsian, bahkan terlihat Shanum yang sedang ikut permainan ular naga bersama ibu-ibu lainnya. Khusus anak-anak dan ibu-ibu dipisah. Tapi masih dalam permainan yang sama, berbeda halnya dengan Rian yang tampak heran, memandang Shanum dari kejauhan. Kok bisa sesehat itu? Bukannya tadi lagi sakit ya?" batin Rian heran. Dirinya langsung dekati Shanum saat itu juga dan colek punggungnya. "Mbak.."Tentu saja Shanum menoleh. "Eh mas Rian, dari tadi mas?" tanya Shanum. "Ini mbak udah sehat? Katanya sakit?" tanya Rian yang langsung dihampiri oleh Doni saat itu juga. "Mbak Shanum enggak jadi sakitnya pak." ucapnya seraya nyengir. Tentu saja membuat Rian langsung geram. "Oh jadi ini semua ulah kamu, kamu yang buat mbak Shanum pura-pura sakit hanya untuk membuat saya kesini?" tandas Rian. "Lebih tepatnya iya." "Benar-benar ya. Mau saya pecat kamu?" tanya Rian kesal. "Jangan atuh pak, saya masih pengen kerja. Nanti anak istri saya gimana makannya, masa disuruh makan s