Mag-log inKedua bola mata Anne membesar. Detik jantungnya serasa ingin berhenti saat itu juga.
Nama itu … Elle Valerie.
Bagaimana pria ini bisa menyebut nama saudara kembarnya?
"Bagaimana kau bisa mengenal Elle?" tanya Anne lirih.
"Punya hak apa kau bertanya padaku, hah? Kau tidak diperbolehkan untuk bertanya tanpa seizin dariku. Sekarang kau jawab saja pertanyaanku!" sentak Leon kasar.
Anne menatap Leon dengan mata melebar, berusaha memastikan ia tidak salah dengar. Bibirnya sempat bergetar, sebelum akhirnya ia memaksakan kata-kata untuk keluar.
“Elle … dia kakakku."
Leon tidak menunjukkan reaksi apa pun. Tidak ada keterkejutan, tidak ada perubahan pada wajah dinginnya. Hanya tatapan tajam yang tetap menusuk ke arah Anne, seolah ia sudah tahu jawaban itu sejak awal.
Sebelah sudut bibir Leon terangkat naik. Dengan kasar, ia menghempaskan cengkeramannya dari kedua pipi Anne hingga membuat wajah gadis itu memerah.
"Oh, ternyata dia kakakmu ya? Atau saudara kembarmu?" tanya Leon lagi, kali ini matanya semakin menatap sinis pada Anne.
"Iya. Dia kakakku, saudara kembarku." Anne mengangguk pelan.
Namun, mendengar itu, Leon masih tetap bersikap biasa saja. Dia tak terkejut, tak marah, dan tak menunjukkan reaksi apapun. Ia hanya berbalik badan membelakangi Anne, kemudian melangkah ke dekat jendela.
Sejenak, Leon menatap ke luar sana. Entah apa yang sedang dia pikirkan.
Anne masih mematung dengan sejuta pertanyaan dalam pikirannya. Sikap ketidakpedulian Leon itu justru membuatnya semakin gelisah. Pikirannya berkecamuk.
Kalau begitu, apa sebenarnya hubungan Elle dengan pria ini? Kenapa Leon Dominic, si penguasa pasar gelap itu bisa mengenal Elle?
Anne menundukkan kepala, berusaha menyembunyikan gejolak kegelisahan dalam dirinya. Namun langkah Leon kembali terdengar mendekat dengan perlahan. Suara sepatunya beradu dengan lantai marmer. Setiap ketukan seperti tanda bahaya yang memukul-mukul gendang telinga Anne.
Langkah itu semakin dekat.
Hingga akhirnya tubuh tegap Leon itu berdiri tepat di hadapannya. Anne masih berlutut, membuat Leon menjulang tinggi di depan matanya. Bayangan tubuhnya menelan Anne sepenuhnya, menghadirkan aura yang begitu menekan.
Anne berusaha bernapas stabil, tapi tatapan tajam Leon membuat dadanya terasa kian sesak.
“Jadi kau mengakuinya.” Suara Leon terdengar rendah, dingin, dan seakan penuh intimidasi.
Anne mendongak sedikit, mencoba membaca ekspresi pria itu.
“Apa yang sebenarnya terjadi? Apa hubunganmu dengan Elle?” tanyanya sekali lagi dengan suara bergetar, meski ia berusaha tetap terdengar tenang.
Leon membungkuk perlahan, mendekatkan wajahnya. Ujung hidung mereka hampir bersentuhan, membuat Anne terperangkap tanpa ruang untuk mundur. Tatapannya menajam, bibirnya melengkung tipis.
“Hubungan kami?” Ia terkekeh dingin.
"Kau tidak perlu tahu. Yang jelas .…” ucapan Leon terhenti. Jemarinya terulur menyentuh dagu Anne, mengangkat wajahnya paksa agar tetap menatap mata hazelnya yang menyala.
“Kau di sini sebagai pengganti saudaramu.”
"A ... Apa?" Tubuh Anne seolah membeku.
“Kau akan menjadi penebus dosa Elle padaku, dengan tubuhmu sendiri.”
Ucapan itu menghantam Anne lebih keras dari cambuk. Ada perih yang tak bisa ia jelaskan. Bukan hanya karena dirinya dianggap barang, melainkan karena nama Elle kembali menyeretnya ke dalam jurang yang ingin ia lupakan.
Namun, sebelum sempat ia bereaksi, Leon semakin mendekat. Nafas hangatnya menyapu wajah Anne, jemarinya kini bergerak dari dagu dan turun ke leher, lalu berhenti di bahunya. Sentuhan itu ringan, tapi cukup untuk membuat tubuh Anne menegang.
“Aku akan pastikan kau tidak pernah melupakannya, Anne Valerie," bisik Leon pelan.
Pria itu pun bangkit dan berdiri dengan tangan terlipat di dada.
"Sekarang bangun!" perintahnya.
Lagi lagi Anne tak punya pilihan selain hanya menurut pada Leon. Gadis itu perlahan bangkit, berdiri di atas kaki jenjang yang menopang tubuh lemahnya.
Leon berjalan mengitari tubuh Anne, seraya menatap tubuh indah itu dari atas sampai bawah. Tak ada satu inci pun yang luput dari pandangan mata tajamnya. Hingga kini ia berdiri tepat di belakang gadis itu.
Hap!
“Akh!” Anne meringis pelan, ketika Leon menarik tali gaunnya dengan kasar, hingga kini bagian bahunya nampak terbuka.
“Jangan merintih kalau aku tidak memintamu! Aku sudah bilang, kalau sekarang aku yang mengatur hidupmu!” bisik Leon tepat di dekat telinga Anne, sembari ia mencengkram pergelangan tangan gadis itu dengan kuat.
“Argghh, sakit!” Anne mendesis, merasakan cengkeraman kuat Leon bahkan kuku pria itu menusuk kulitnya.
Namun, Leon sama sekali tak peduli pada rintihan Anne. Wajahnya mendekat ke cuping telinga, kemudian turun ke leher Anne yang mulus. Jemari Leon pun menyusuri bahu Anne yang terbuka, lalu turun ke lengan.
“Apa … apa yang Tuan lakukan?” Suara Anne bergetar, tapi Leon malah semakin buas.
“Diam!” bentak Leon, yang kini kembali menjamah tubuh Anne.
Tangannya kini mulai melepaskan tali gaun yang melekat di tubuh gadis itu. Anne menggigit bibirnya kuat-kuat, menahan degup kencang di dada. Bulu kuduknya meremang saat ia merasakan sentuhan jari hangat Leon menyusuri lehernya dan semakin turun ke dadanya.
“Ahh, Tuan Leon!” desis Anne tertahan.
Satu detik kemudian, Leon kehilangan kendali. Sisi gelapnya kembali mengambil alih. Tamparan itu mendarat dengan keras dan kasar.Begitu kuatnya tamparan Leon hingga membuat Anne terjerembab. Air matanya seketika jatuh. Ia memegang pipinya yang memerah, dengan rasa terkejut dan tak percaya atas apa yang sudah dilakukan oleh suaminya barusan.“Leon,” lirih Anne dengan suaranya yang pecah.Namun, Leon tak memberi kesempatan sedikit pun pada Anne untuk berkata lebih banyak. Ia mengambil sebuah dress dari lemari, dress tipis yang bahkan Anne tak pernah mengenakannya. Leon melemparkan dress itu ke Anne dengan kasar, membuangnya tepat hingga menampar wajah Anne.“Pakai ini!” Suaranya datar, dingin, mematikan.“Dan setelah itu, keluar kau dari rumahku!” “Leon, tolong dengarkan aku dulu. Aku juga tidak tahu apa yang terjadi. Aku bahkan ….”“Pakai! Sebelum aku melenyapkanmu dengan tanganku sendiri!”“Bukankah aku sudah bilang, kalau aku sangat membenci penghianatan!” sentak Leon lagi, suarany
“Ini … ini tidak mungkin.”Isi dalam kotak itu membuat tubuh Leon rasanya membeku. Di dalamnya terdapat begitu banyak foto-foto, bahkan sangat banyak.“Foto Anne?” ucapnya lirih, suaranya bahkan terdengar bergetar.Ia raih foto-foto itu dan dilihatnya satu per satu.Ya, semua foto-foto Anne itu diambil saat bulan madu mereka di Paris. Tetapi anehnya, hanya ada foto Anne saja di dalamnya. Anne sedang berjalan sendirian di depan villa, Anne sedang memandang ke arah laut, dan masih banyak lagi foto-foto yang lain. Hanya Anne seorang diri, tanpa adanya Leon sama sekali.Dan semua foto itu seolah diambil dari sudut yang mencurigakan. Angle nya bahkan sangat tak tertebak, seperti ada seseorang yang menguntitnya dari jarak jauh.Namun bukan itu yang membuat darah Leon mendidih. Tepat di dekat foto-foto itu, ada sebuah surat yang ditulis dengan tulisan tangan. Leon mengambil kertas itu dengan cepat. Kerta tipis itu beraroma parfum yang asing, dan bukan dari siapa pun yang Leon kenal.Dengan c
Beberapa hari berlalu, tak terasa malam ini merayap dengan pelan, membawa hawa dingin yang menempel di jendela kamar Leon dan Anne. Lampu kamar itu temaram, cukup redup untuk memberi rasa nyaman. Namun cukup terang untuk memperlihatkan betapa lelahnya Anne secara batin.Sejak Valerie ditemukan dalam kondisi mengenaskan, tubuh Anne seperti kehilangan tenaga. Tapi malam ini, Leon tampak berbeda. Ada sesuatu dalam sorot matanya. Sesuatu yang menginginkan kedekatan, kehangatan dan mungkin pelarian dari stres yang menumpuk.Ketika Anne sedang berdiri di depan jendela dan menatap ke luar sana, Leon tiba-tiba saja memeluk pinggang istrinya itu dari belakang.“Sayang,” bisiknya rendah, tepat di telinga Anne.Leon meletakkan dagunya di pundak Anne, dan perlahan bibirnya mulai menjamah tengkuk sang istri, membuat tubuh Anne meremang.Anne menoleh perlahan dengan tak bersemangat. Ia sebenarnya tidak sedang ingin disentuh, karena pikirannya masih kacau oleh kondisi mamanya. Tapi ia juga tahu, ia
“Ma! Mama!” Anne mengguncang tubuh Valerie dengan panik saat ibunya itu tiba-tiba jatuh pingsan.“Megan, ambilkan selimut! Jonathan, ambil air dingin!” seru Leon tegas.Namun tidak ada satu pun tindakan yang mampu menenangkan Anne yang sudah histeris.“Leon, mama kenapa? Apa yang terjadi pada mama kenapa?” tangisnya sudah pecah begitu saja.Leon segera mengeluarkan ponsel dari saku celana dan menekan nomor dengan cepat. Dengan panik, ia menghubungi seseorang di seberang sana.“Dokter Ethan, datang ke mansion sekarang juga. Ini darurat,” suara Leon tajam dan tergesa, ia tidak memberi ruang untuk pertanyaan sedikit pun.Tak butuh waktu lama. Dalam hitungan menit, dokter pribadi keluarga Dominic itu sudah datang dengan membawa tas medis. Valerie dipindahkan ke kamar utama untuk tamu. Tangannya terpasang infus, dan diletakkan alat monitor kecil di sisi tempat tidur.“Kondisi Nyonya Valerie masih lemah. Dia harus istirahat total,” kata Dokter Ethan setelah semua tugasnya selesai.Anne dudu
Leon menatap kotak hitam itu dengan hati-hati. Pita emasnya sudah ia pegang dan separuh sudah terlepas. Anne berdiri di sampingnya dengan napas tertahan, seolah kotak itu bisa saja berisi sesuatu yang Mengejutkan dan mengubah hidup mereka.Namun sebelum Leon sempat membuka kotak itu sepenuhnya, tiba-tiba saja ….Drttt! Drrtt!Ponselnya bergetar cukup kuat. Nada dering itu memecah keheningan di antara Anne dan Leon yang terlihat tegang. Leon mengurungkan niat untuk membuka kotak itu. Ia meraih ponsel dan melirik layarnya.Anne pun ikut melihat ponsel suaminya tersebut.“Dari Adrian,” ujar Leon sambil melirik pada Anne.“Adrian? Ada apa? Tumben sekali dia menelfon?” Anne bertanya-tanya dengan cemas.“Dia tidak mungkin sampai menelfon kalau tidak ada sesuatu yang penting. Dia tidak akan seberani itu untuk mengganggu bulan madu kita.” Leon setengah bergumam.Secara bersamaan, Anne dan Leon merasakan hal yang sama. Mereka punya firasat buruk yang cukup mengusik pikiran. Leon mengangkat tel
Suasana kamar mandi yang seharusnya dingin, kini perlahan berubah menjadi panas. Leon sudah melucuti seluruh pakaian istrinya, begitu juga Anne yang sudah membuat suaminya itu kini telan*j*ng bulat. Saat Anne duduk di pangkuannya, Leon perlahan mulai mengarahkan juniornya yang sudah tegang itu ke dalam milik sang istri. Jleb! Milik Leon lesap sepenuhnya ditelan oleh kehangatan lembah milik Anne yang membuatnya ketagihan. Leon segera melahap bibir sang istri, sambil tangannya meremas-remas kedua payudara Anne yang besar dan berguncang. “Ahh! Ahh! Ahh.” Anne mendesah-desah sambil menggenjot milik suaminya naik turun. “Ohh, ohh, terus sayang. Mmm, nikmat sekali.” Leon sampai terpejam karena keenakan. Kedua pasangan baru itu terus melakukan percintaan panas tersebut hingga akhirnya mereka mencapai pelepasannya. Dan cairan cinta mereka pun tumpah di mana-mana. Setelah puas dengan adegan mandi bersama, Leon dan Anne pun segera bersiap-siap. Mereka lantas menuju ke ruang makan







