Beranda / Mafia / Sentuhan Panas Tuan Mafia / 4. Godaan Kecil dari Leon

Share

4. Godaan Kecil dari Leon

Penulis: Callista_ Ivan
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-27 15:37:31

“Hei, apa-apaan ini?” teriak Anne meronta-ronta, tapi Leon hanya mengamati dengan pandangan malas.

“Aku tidak butuh budak yang keras kepala,” ucap Leon. “Tapi kalau kamu bisa menghiburku, akan kumaafkan kamu kali ini.”

Ia semakin mendekatkan wajahnya dengan wajah Anne. Ujung jarinya menyentuh rahang gadis itu, mengangkat wajahnya agar menatapnya. Tatapan itu membuat napas Anne seolah terhenti.

“Takut?”

Anne menahan tatapannya. “Tidak. Sama sekali tidak.”

Sudut bibir Leon terangkat tipis.

“Bagus..”

Leon berjalan memutari tubuh Anne. Jarinya menyusuri tali yang mengikat pergelangan tangan gadis itu, lalu berhenti di belakang. Leon menunduk, mendekatkan bibir ke telinga Anne, cukup dekat untuk membuat kulitnya merinding, tapi tidak sampai menyentuh.

Anne menggigit bibirnya. Jantungnya berdetak terlalu cepat. Bukan karena suka dengan sentuhan Leon, tapi karena marah dan ada sesuatu yang ia benci untuk akui. Darahnya berdesir hebat, bahkan saat membayangkan jika jemari Leon akan menyentuh kulitnya.

“Sejak kau datang, aku mencoba memutuskan apakah aku akan menghancurkanmu atau menyimpanmu.” suara Leon sedikit merendah.

Anne tertawa sinis.

“Lepaskan aku, dan kau tidak perlu memilih.”

“Yang satu itu tidak akan pernah kulakukan.” Leon melangkah ke depan lagi, kemudian menatapnya lekat.

Mata mereka bertemu untuk sesaat, hanya sesaat. Anne menatap dalam, dan di sana ia melihat ada bayangan kesedihan di mata hazel Leon yang kemudian lenyap begitu saja.

“Kamu–”

Kring!

Belum sempat Anne bertanya, tiba-tiba saja suara ponsel Leon berdering keras di ruangan itu. Anne refleks menoleh, tapi lelaki itu tetap dengan ekspresi datarnya.

Ia mengambil ponsel dari saku celananya, menekan tombol hijau, lalu kembali menyandarkan tubuh di kursi.

"Ya?" suaranya tenang dan dingin.

Dari ujung sana terdengar suara berat seorang pria. Anne hanya bisa menangkap suara itu samar-samar. 

Mendapat telepon dari seberang sana, membuat wajah Leon tiba-tiba menegang. Tangannya mengepal kuat di atas meja. Rahangnya mengeras.

“Mereka benar-benar cari mati,” geramnya.

“Pastikan tidak ada celah untuk mereka bisa bergerak. Aku tidak ingin ada satu pun yang berani menyentuh keluarga Dominic. Jika ada yang berani  mendekati keluargaku, maka mereka akan hancur di tanganku.”

Klik!

Leon mematikan sambungan teleponnya begitu saja. Dadanya naik turun, dan matanya terpejam sebentar.

Namun saat telepon ditutup, pria kembali seperti semula. Ia menjadi sosok yang dingin, datar, dan seolah tidak ada yang terjadi.

“Tidak seharusnya kau mendengarkan apa yang bukan urusanmu,” kata Leon, menoleh tajam pada Anne.

Gadis itu tersentak. Ia membuang muka dengan cepat.

“Aku … Aku tidak sengaja mendengarkannya. Lagipula siapa suruh kau mengangkat telepon di depanku,” ujar Anne dengan gugup dan terbata-bata.

Leon kembali bangkit dari tempat duduknya. Ia mengibaskan tangan, memberi isyarat pada kedua pria anak buahnya tadi untuk keluar dari ruangan. Kedua pria itu segera membungkukkan badan, lalu keluar dari kamar dan menutup pintu.

Kini tinggallah Anne berdua di dalam kamar itu, bersama dengan singa lapar seperti Leon.

Pria itu berjalan mengitari tubuh Anne, seraya menatap tubuh indah itu dari atas sampai bawah. Tak ada satu inci pun yang luput dari pandangan mata Leon. Hingga kini ia berdiri tepat di belakang gadis itu.

Hap!

“Akh!” Anne meringis pelan, ketika Leon menarik tangannya yang terikat tali itu dengan kasar.

“Jangan berani bicara kalau aku tidak menyuruhmu untuk bicara! Bukankah sudah aku bilang, kalau sekarang aku yang mengatur hidupmu!” bisik Leon tepat di dekat telinga Anne, sembari ia mencengkram pergelangan tangan gadis itu dengan kuat.

“Argghh, sakit!” ringis Anne, merasakan cengkeraman kuat Leon bahkan kuku pria itu menusuk kulitnya.

Namun, Leon sama sekali tak peduli pada rintihan Anne. Wajahnya mendekat ke cuping telinga, kemudian turun ke leher Anne yang mulus. Jemari Leon pun menyusuri bahu Anne yang terbuka, lalu turun ke lengan.

“Apa … apa yang kamu lakukan? Lepas!” Anne berontak, tapi Leon malah semakin buas.

“Diam!” bentak Leon, yang kini kembali menjamah tubuh Anne.

Tangannya kini mulai melepaskan tali lingerie tipis yang melekat di tubuh gadis itu. Anne menggigit bibirnya kuat-kuat. Bulu kuduknya berdiri saat ia merasakan sentuhan jari hangat Leon menyusuri lehernya dan semakin turun ke dadanya.

“Ahh, jangan lakukan itu!” desis Anne tertahan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sentuhan Panas Tuan Mafia   6. Permainan Leon

    “Ada apa dengan tubuhku?” bisik Anne lirih. Jemarinya menggenggam kuat sisi meja makan.Panas itu datang begitu tiba-tiba. Anne merasakan tubuhnya bergetar, seolah ada sesuatu yang menyusup dalam darahnya. Hatinya berteriak menolak, tetapi tubuhnya berkhianat, dan menggeliat tanpa bisa ia kendalikan. Nafasnya tersengal, kulitnya seperti terbakar dari dalam.Peluh menetes di pelipis. Jantungnya berdegup tak beraturan. Ia menatap piring di depannya yang baru berkurang sedikit. Ia menatap Martha yang kini berjalan semakin menjauh, bahkan hilang dari pandangannya. Mata Anne memerah.Perempuan itu menatapnya samar sebelum pergi, meninggalkannya sendirian di ruang makan besar itu.“Martha, dia pasti menaruh sesuatu di makananku.” Anne mendesis lirih.Anne menggigit bibir, menahan sesuatu yang aneh merambat di seluruh tubuhnya. Ia merasa haus, tapi bukan haus akan air, melainkan sebuah sentuhan. Tubuhnya seperti berteriak minta disentuh, sementara pikirannya menolak mentah-mentah.Dengan tan

  • Sentuhan Panas Tuan Mafia   5. Mendambakan Sebuah Sentuhan

    “Mmhh, ahh,” desahan kecil keluar dari bibir Anne tanpa bisa ditahan.Kedua matanya terpejam rapat. Jantungnya berdegup cepat, dan tubuhnya meremang. Ia merasa malu pada dirinya sendiri.Leon bergerak perlahan. Jemarinya yang kokoh itu menyentuh tali tipis di bahu Anne lalu menurunkannya dengan gerakan kasar.Sekejap kemudian, lingerie halus yang menempel di tubuh indah itu melorot, meninggalkan Anne hanya dengan underwear yang membuat kulitnya tampak putih pucat di bawah cahaya lampu. Anne membelalak dan berusaha melepaskan tali yang mengikat tangannya.“Jangan macam-macam, Leon! Lepaskan aku!” Percuma!Ia tak akan bisa lepas dari tali yang kuat itu.Anne menelan ludah susah payah. Matanya berkaca-kaca ketika Leon telah berhasil menarik tali tipis lingerie di tubuhnya. Kain satin itu meluncur pelan dari bahunya, jatuh ke lantai, menyisakan bra dan celana dalam yang nyaris tak memberi perlindungan di area intimnya.“Napasmu bergetar, Anne,” suara Leon terdengar rendah, berat, dan pen

  • Sentuhan Panas Tuan Mafia   4. Godaan Kecil dari Leon

    “Hei, apa-apaan ini?” teriak Anne meronta-ronta, tapi Leon hanya mengamati dengan pandangan malas.“Aku tidak butuh budak yang keras kepala,” ucap Leon. “Tapi kalau kamu bisa menghiburku, akan kumaafkan kamu kali ini.”Ia semakin mendekatkan wajahnya dengan wajah Anne. Ujung jarinya menyentuh rahang gadis itu, mengangkat wajahnya agar menatapnya. Tatapan itu membuat napas Anne seolah terhenti.“Takut?”Anne menahan tatapannya. “Tidak. Sama sekali tidak.”Sudut bibir Leon terangkat tipis.“Bagus..”Leon berjalan memutari tubuh Anne. Jarinya menyusuri tali yang mengikat pergelangan tangan gadis itu, lalu berhenti di belakang. Leon menunduk, mendekatkan bibir ke telinga Anne, cukup dekat untuk membuat kulitnya merinding, tapi tidak sampai menyentuh.Anne menggigit bibirnya. Jantungnya berdetak terlalu cepat. Bukan karena suka dengan sentuhan Leon, tapi karena marah dan ada sesuatu yang ia benci untuk akui. Darahnya berdesir hebat, bahkan saat membayangkan jika jemari Leon akan menyentuh

  • Sentuhan Panas Tuan Mafia   3. Kau Hanya Budakku!

    Tanpa bisa ditahan, Anne bergidik.Tiba-tiba tangan Leon terulur, menyentuh dagu Anne dan memaksanya menatap. Anne mencoba menahan napas agar tak menunjukkan rasa takut, tapi denyut jantungnya mengkhianatinya. Ia semakin berdebar saat menatap pria itu.“Kau akan belajar cepat, karena yang lambat biasanya tak bertahan lama. Jadi lakukan tugasmu dengan baik. Ingat, kau milikku.”Leon tersenyum sinis dan melepaskan sentuhannya di dagu Anne. Ia membuang muka dengan cepat, lalu menekan bel kecil di atas meja. Tak berapa lama, dua pria berseragam serba hitam masuk ke dalam kamar.“Bawa dia ke kamarnya! Mulai sekarang, dia akan tinggal di sini,” perintahnya pada kedua pengawal tersebut.“Baik, Tuan!”Tubuh Anne pun ditarik paksa. Namun, sebelum pintu tertutup, ia menoleh pada Leon yang kini segera duduk santai, seolah semuanya hanya permainan. Tapi di hati Anne, ia tahu bahwa permainan ini sangat berbahaya.Anne terus ditarik menuju ke sebuah kamar yang letaknya ada di sebelah kamar utama Le

  • Sentuhan Panas Tuan Mafia   2. Dalam Genggaman Mafia Kejam

    “A-apa?” Mata Anne membola lebar. Suaranya tercekat.Leon tidak menjawab pertanyaan itu. Ia hanya menatap Anne dengan lama dan dingin, seolah tak punya waktu untuk menjawab pertanyaan yang bahkan tak perlu ia jawab.“Lakukan,” ucapnya datar.Udara di ruangan terasa sangat dingin dan menakutkan bagi Anne. Gadis itu masih berdiri di dekat pintu, tubuhnya kaku, dan napasnya tersendat. Tangannya menutupi dada dan daerah kewanitaannya yang nyaris terbuka seluruhnya. Ia menatap lantai, menolak menatap mata Leon yang terasa seperti pisau.“Aku tidak mau,” ucap Anne. Suaranya lirih dan bergetar, tapi tegas. Alis Leon sedikit terangkat. Ia meneguk minuman di tangannya perlahan, lalu berkata dengan nada datar yang menusuk.“Tidak mau?”Anne menggeleng. “Tuan, tolong–”“Aku sudah membelimu.” Suara Leon tajam, menusuk. “Dua miliar. Itu berarti, kamu milikku.”Anne mengangkat wajah, menatapnya dengan kemarahan yang berusaha menutupi takutnya.“Aku bukan barang, Tuan. Adanya aku di sana di luar ke

  • Sentuhan Panas Tuan Mafia   1. Dijual di Aula Lelang

    “Ahh, Ohh! Sentuh tubuhku lebih dalam, Sayang.”“Nikmat sekali!”Desahan demi desahan terdengar dari segala penjuru aula lelang mewah itu. Bukan desahan yang indah di telinga, melainkan suara rakus, haus, memuakkan, dan penuh nafsu.Aroma menguar di udara, campuran antara parfum mahal, alkohol, dan cairan tubuh manusia. Kombinasi itu membuat perut Anne Valerie terasa mual.“Lepaskan aku dari sini! Siapa kalian?” Anne berteriak saat dirinya didudukkan di belakang panggung. “Melepaskanmu? Itu mustahil. Hahaha!” Suara tawa para pria itu membuat Anne semakin ketakutan, apalagi saat salah satu dari mereka mencengkeram rahangnya untuk membuat Anne meratapnya. “Untuk apa kami susah payah menculikmu kalau hanya untuk melepaskanmu?” Gadis berusia 25 tahun itu menciut. Air mata sudah membasahi pipinya yang mulus.Ia sangat takut, karena kini, beberapa pria yang sedang duduk mengitarinya tengah menatapnya dengan liar.“Lihatlah, gadis ini cantik sekali! Masih perawan pula. Dia pasti akan laku

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status