Beranda / Mafia / Sentuhan Panas Tuan Mafia / 2. Dalam Genggaman Mafia Kejam

Share

2. Dalam Genggaman Mafia Kejam

Penulis: Callista_ Ivan
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-27 15:35:59

“A-apa?” Mata Anne membola lebar. Suaranya tercekat.

Leon tidak menjawab pertanyaan itu. Ia hanya menatap Anne dengan lama dan dingin, seolah tak punya waktu untuk menjawab pertanyaan yang bahkan tak perlu ia jawab.

“Lakukan,” ucapnya datar.

Udara di ruangan terasa sangat dingin dan menakutkan bagi Anne. Gadis itu masih berdiri di dekat pintu, tubuhnya kaku, dan napasnya tersendat. Tangannya menutupi dada dan daerah kewanitaannya yang nyaris terbuka seluruhnya. Ia menatap lantai, menolak menatap mata Leon yang terasa seperti pisau.

“Aku tidak mau,” ucap Anne. Suaranya lirih dan bergetar, tapi tegas. 

Alis Leon sedikit terangkat. Ia meneguk minuman di tangannya perlahan, lalu berkata dengan nada datar yang menusuk.

“Tidak mau?”

Anne menggeleng. “Tuan, tolong–”

“Aku sudah membelimu.” Suara Leon tajam, menusuk. “Dua miliar. Itu berarti, kamu milikku.”

Anne mengangkat wajah, menatapnya dengan kemarahan yang berusaha menutupi takutnya.

“Aku bukan barang, Tuan. Adanya aku di sana di luar keinginanku. Waktu itu–”

Klak!

Leon meletakkan gelas di meja kaca dengan kasar.

Suaranya nyaring, memecah jarak di antara mereka hingga membuat Anne tersentak kaget.

Pria itu berjalan mendekat. Langkahnya pelan tapi berat, membuat dada Anne terasa dihantam setiap kali telapak kaki pria itu menyentuh lantai. Anne mundur  ke belakang sampai punggungnya menempel ke dinding.

Brak!

Telapak tangan Leon menghantam dinding di samping kepalanya, hingga membuat wajah mereka sangat dekat.

“Aku tidak tertarik dengan ceritamu,” tukas Leon. “Tapi satu yang harus kamu ingat. Akulah yang membawamu keluar dari tempat itu.”

Mata Anne membulat. Ia memang ingin melarikan diri dari sana, tapi tidak seperti ini.

Ia hanya ingin pulang. Meski kamar kosnya kecil, sempit, dan agak kumuh–jelas itu lebih baik daripada mansion besar ini.

Di mana kemungkinan Anne akan dipaksa menjadi “mainan” pria di hadapannya ini.

“Terima kasih atas itu, Tuan. Sungguh. Tapi aku bukan barang.” Anne meneguhkan suaranya, meskipun degup jantungnya tidak karuan. “Mungkin … jika Tuan bersedia memberiku waktu, aku akan–” 

Leon memegang dagunya, mengangkat wajah Anne untuk menatapnya langsung.

“Mereka di aula lelang hanya melihatmu sebagai barang.” Pria itu kembali berkata. “Suka atau tidak, fakta bahwa kamu sekarang milikku tidak berubah.”

“Aku akan mengganti uangmu!” Anne meninggikan suaranya, meski dalam hati bingung bagaimana ia akan melakukannya. “Dua miliar.”

“Uang bukan masalah untukku.” Pria yang mengeluarkan uang dua miiar selayaknya sedang jajan itu berkata malas. “Baiklah. Kalau kamu tidak mau melakukannya dengan sukarela, aku punya cara lain.”

“Kamu–!”

Sebelum Anne sempat membalas, tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar.

Tok! Tok! Tok!

“Masuk!”

Seorang wanita paruh baya melangkah masuk membawa baki emas dengan sepasang pakaian malam merah menyala di atasnya.

Itu Martha, pelayan kepercayaan Leon.

“Ganti pakaiannya!” perintah Leon singkat, sebelum melangkah kembali ke sofa.

Anne menggeleng keras. “Tidak! Aku tidak mau!” Ia semakin mundur menjauh saat Martha mendekat.

Leon menghela napas. Pandangannya tetap datar dan tajam.

“Aku bisa membiarkan Martha melakukannya dengan tenang. Atau aku akan memanggil orang lain yang tidak sebaik dia. Pilihan ada di tanganmu.”

“Aku tidak mau ganti baju di depanmu!”

“Kamu sudah dilihat oleh ratusan pasang mata malam ini. Tidak akan ada bedanya,” balas Leon tanpa meninggikan suara, tapi nadanya tetap saja menakutkan.

Dengan anggukan Leon, Martha pun mulai melepas kain tipis di tubuh Anne. Gadis itu memberontak, tapi Leon hanya berdiri bersedekap, matanya mengikuti gerakan itu seperti sedang menilai properti.

“Lepaskan aku!” Suara Anne pecah. Namun, tenaganya masih kalah. 

Martha akhirnya berhasil memakaikan gaun merah tipis itu pada tubuh Anne. Kainnya benar-benar transparan, dan menempel sangat lekat pada lekuk tubuhnya yang indah.

Anne menatap Leon, napasnya memburu. “Kamu pikir aku akan melayanimu?”

“Ya,” jawab Leon datar. “Itu sudah menjadi tugasmu.”

Anne membuang muka sembari menahan air mata.

Leon mendekati gadis itu. Suaranya kini lebih rendah di telinga Anne.

“Mulai sekarang kau harus menuruti tuanmu ini. Aturanku sederhana. Kau tinggal di sini. Bicara hanya saat aku bertanya. Tidak keluar tanpa izinku. Dan .…” Ia berhenti tepat di belakang Anne.

“Kau akan menuruti kemauanku kapan pun, dan kau harus mau melayani aku jika sewaktu-waktu aku menginginkannya.”

“Dan kalau aku melanggar?” Anne menatapnya, berusaha tampak berani meski suaranya sedikit bergetar.

Mata hazelnya bertemu dengan mata bening milik Anne. Matanya dingin di satu sisi, tapi ada sesuatu yang sedikit aneh di sana. 

Sesuatu yang samar, seperti ada kekecewaan dan kemarahan yang tersirat di matanya saat pria itu menatap Anne.

Meski begitu, Leon berkata dengan suaranya yang rendah tapi terdengar jernih, “Aku akan memutuskan hukumannya.”

Dan berbahaya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sentuhan Panas Tuan Mafia   6. Permainan Leon

    “Ada apa dengan tubuhku?” bisik Anne lirih. Jemarinya menggenggam kuat sisi meja makan.Panas itu datang begitu tiba-tiba. Anne merasakan tubuhnya bergetar, seolah ada sesuatu yang menyusup dalam darahnya. Hatinya berteriak menolak, tetapi tubuhnya berkhianat, dan menggeliat tanpa bisa ia kendalikan. Nafasnya tersengal, kulitnya seperti terbakar dari dalam.Peluh menetes di pelipis. Jantungnya berdegup tak beraturan. Ia menatap piring di depannya yang baru berkurang sedikit. Ia menatap Martha yang kini berjalan semakin menjauh, bahkan hilang dari pandangannya. Mata Anne memerah.Perempuan itu menatapnya samar sebelum pergi, meninggalkannya sendirian di ruang makan besar itu.“Martha, dia pasti menaruh sesuatu di makananku.” Anne mendesis lirih.Anne menggigit bibir, menahan sesuatu yang aneh merambat di seluruh tubuhnya. Ia merasa haus, tapi bukan haus akan air, melainkan sebuah sentuhan. Tubuhnya seperti berteriak minta disentuh, sementara pikirannya menolak mentah-mentah.Dengan tan

  • Sentuhan Panas Tuan Mafia   5. Mendambakan Sebuah Sentuhan

    “Mmhh, ahh,” desahan kecil keluar dari bibir Anne tanpa bisa ditahan.Kedua matanya terpejam rapat. Jantungnya berdegup cepat, dan tubuhnya meremang. Ia merasa malu pada dirinya sendiri.Leon bergerak perlahan. Jemarinya yang kokoh itu menyentuh tali tipis di bahu Anne lalu menurunkannya dengan gerakan kasar.Sekejap kemudian, lingerie halus yang menempel di tubuh indah itu melorot, meninggalkan Anne hanya dengan underwear yang membuat kulitnya tampak putih pucat di bawah cahaya lampu. Anne membelalak dan berusaha melepaskan tali yang mengikat tangannya.“Jangan macam-macam, Leon! Lepaskan aku!” Percuma!Ia tak akan bisa lepas dari tali yang kuat itu.Anne menelan ludah susah payah. Matanya berkaca-kaca ketika Leon telah berhasil menarik tali tipis lingerie di tubuhnya. Kain satin itu meluncur pelan dari bahunya, jatuh ke lantai, menyisakan bra dan celana dalam yang nyaris tak memberi perlindungan di area intimnya.“Napasmu bergetar, Anne,” suara Leon terdengar rendah, berat, dan pen

  • Sentuhan Panas Tuan Mafia   4. Godaan Kecil dari Leon

    “Hei, apa-apaan ini?” teriak Anne meronta-ronta, tapi Leon hanya mengamati dengan pandangan malas.“Aku tidak butuh budak yang keras kepala,” ucap Leon. “Tapi kalau kamu bisa menghiburku, akan kumaafkan kamu kali ini.”Ia semakin mendekatkan wajahnya dengan wajah Anne. Ujung jarinya menyentuh rahang gadis itu, mengangkat wajahnya agar menatapnya. Tatapan itu membuat napas Anne seolah terhenti.“Takut?”Anne menahan tatapannya. “Tidak. Sama sekali tidak.”Sudut bibir Leon terangkat tipis.“Bagus..”Leon berjalan memutari tubuh Anne. Jarinya menyusuri tali yang mengikat pergelangan tangan gadis itu, lalu berhenti di belakang. Leon menunduk, mendekatkan bibir ke telinga Anne, cukup dekat untuk membuat kulitnya merinding, tapi tidak sampai menyentuh.Anne menggigit bibirnya. Jantungnya berdetak terlalu cepat. Bukan karena suka dengan sentuhan Leon, tapi karena marah dan ada sesuatu yang ia benci untuk akui. Darahnya berdesir hebat, bahkan saat membayangkan jika jemari Leon akan menyentuh

  • Sentuhan Panas Tuan Mafia   3. Kau Hanya Budakku!

    Tanpa bisa ditahan, Anne bergidik.Tiba-tiba tangan Leon terulur, menyentuh dagu Anne dan memaksanya menatap. Anne mencoba menahan napas agar tak menunjukkan rasa takut, tapi denyut jantungnya mengkhianatinya. Ia semakin berdebar saat menatap pria itu.“Kau akan belajar cepat, karena yang lambat biasanya tak bertahan lama. Jadi lakukan tugasmu dengan baik. Ingat, kau milikku.”Leon tersenyum sinis dan melepaskan sentuhannya di dagu Anne. Ia membuang muka dengan cepat, lalu menekan bel kecil di atas meja. Tak berapa lama, dua pria berseragam serba hitam masuk ke dalam kamar.“Bawa dia ke kamarnya! Mulai sekarang, dia akan tinggal di sini,” perintahnya pada kedua pengawal tersebut.“Baik, Tuan!”Tubuh Anne pun ditarik paksa. Namun, sebelum pintu tertutup, ia menoleh pada Leon yang kini segera duduk santai, seolah semuanya hanya permainan. Tapi di hati Anne, ia tahu bahwa permainan ini sangat berbahaya.Anne terus ditarik menuju ke sebuah kamar yang letaknya ada di sebelah kamar utama Le

  • Sentuhan Panas Tuan Mafia   2. Dalam Genggaman Mafia Kejam

    “A-apa?” Mata Anne membola lebar. Suaranya tercekat.Leon tidak menjawab pertanyaan itu. Ia hanya menatap Anne dengan lama dan dingin, seolah tak punya waktu untuk menjawab pertanyaan yang bahkan tak perlu ia jawab.“Lakukan,” ucapnya datar.Udara di ruangan terasa sangat dingin dan menakutkan bagi Anne. Gadis itu masih berdiri di dekat pintu, tubuhnya kaku, dan napasnya tersendat. Tangannya menutupi dada dan daerah kewanitaannya yang nyaris terbuka seluruhnya. Ia menatap lantai, menolak menatap mata Leon yang terasa seperti pisau.“Aku tidak mau,” ucap Anne. Suaranya lirih dan bergetar, tapi tegas. Alis Leon sedikit terangkat. Ia meneguk minuman di tangannya perlahan, lalu berkata dengan nada datar yang menusuk.“Tidak mau?”Anne menggeleng. “Tuan, tolong–”“Aku sudah membelimu.” Suara Leon tajam, menusuk. “Dua miliar. Itu berarti, kamu milikku.”Anne mengangkat wajah, menatapnya dengan kemarahan yang berusaha menutupi takutnya.“Aku bukan barang, Tuan. Adanya aku di sana di luar ke

  • Sentuhan Panas Tuan Mafia   1. Dijual di Aula Lelang

    “Ahh, Ohh! Sentuh tubuhku lebih dalam, Sayang.”“Nikmat sekali!”Desahan demi desahan terdengar dari segala penjuru aula lelang mewah itu. Bukan desahan yang indah di telinga, melainkan suara rakus, haus, memuakkan, dan penuh nafsu.Aroma menguar di udara, campuran antara parfum mahal, alkohol, dan cairan tubuh manusia. Kombinasi itu membuat perut Anne Valerie terasa mual.“Lepaskan aku dari sini! Siapa kalian?” Anne berteriak saat dirinya didudukkan di belakang panggung. “Melepaskanmu? Itu mustahil. Hahaha!” Suara tawa para pria itu membuat Anne semakin ketakutan, apalagi saat salah satu dari mereka mencengkeram rahangnya untuk membuat Anne meratapnya. “Untuk apa kami susah payah menculikmu kalau hanya untuk melepaskanmu?” Gadis berusia 25 tahun itu menciut. Air mata sudah membasahi pipinya yang mulus.Ia sangat takut, karena kini, beberapa pria yang sedang duduk mengitarinya tengah menatapnya dengan liar.“Lihatlah, gadis ini cantik sekali! Masih perawan pula. Dia pasti akan laku

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status