Home / Mafia / Sentuhan Panas Tuan Mafia / 2. Dalam Genggaman Mafia Kejam

Share

2. Dalam Genggaman Mafia Kejam

last update Huling Na-update: 2025-08-27 15:35:59

“A-apa?” Mata Anne membola lebar. Suaranya tercekat.

Leon tidak menjawab pertanyaan itu. Ia hanya menatap Anne dengan lama dan dingin, seolah tak punya waktu untuk menjawab pertanyaan yang bahkan tak perlu ia jawab.

“Aku tidak suka mengulang perintah,” ucapnya datar.

Udara di ruangan terasa sangat dingin dan menakutkan bagi Anne. 

Gadis itu masih berdiri di dekat pintu, tubuhnya kaku, dan napasnya tersendat. Tangannya menutupi dada dan daerah kewanitaannya yang nyaris terbuka seluruhnya. Ia menatap lantai, menolak menatap mata Leon yang terasa seperti pisau.

Belum juga Anne menuruti apa yang dikatakan oleh Leon, tiba-tiba seorang wanita paruh baya melangkah masuk membawa baki emas dengan sepasang pakaian malam merah menyala di atasnya.

Itu Martha, pelayan kepercayaan Leon.

“Permisi, Tuan.” Martha, seraya membungkuk pada Leon.

“Ganti pakaiannya!” perintah Leon singkat.

"Tu-tunggu!” Anne melangkah mundur saat Martha mendekat. Sepasang matanya yang jernih tampak berkaca-kaca. 

Ia tahu pakaiannya sekarang ini tidak layak, tapi ditelanjangi di depan Leon membuat Anne merasa tidak nyaman. Sekalipun pria itu adalah orang yang sudah membayar atas dirinya dan merupakan orang paling berbahaya dari dunia bawah.

“Kau sudah dilihat oleh ratusan pasang mata malam ini,” Leon kembali berkata. Nadanya rendah, membuat bulu kuduk Anne berdiri. “Apakah kau berniat menggodaku dengan tetap berpenampilan begitu?”

Anne menggigit bibir.

Apa yang dikatakan oleh Leon tidak salah. Sejak diseret ke aula lelang itu, harga diri Anne sudah nyaris tidak bersisa. Toh, pakaian yang ia kenakan ini tidak bisa menyembunyikan apa pun.

Tatapan Anne kemudian jatuh pada pakaian di atas baki emas yang dibawa Martha.

“Martha,” panggil Leon. “Paksa–”

“Saya akan lakukan sendiri.” 

Leon tampak tersenyum miring sebelumnya. Namun, melihat Anne yang menurut, pria itu justru mengernyit. Seperti merasa asing.

Belum juga setengah jalan, pria itu sudahpergi meninggalkan kamar.

Anne sempat terhenyak, karena ia pikir Leon sengaja menyuruhnya buka baju karena ingin melihat tubuhnya. Sepertinya dia salah besar.

Kain tipis yang sejak tadi menempel di tubuh Anne perlahan diganti. Martha menyerahkan sehelai gaun lembut berwarna pastel. Tidak mewah berlebihan, tapi tetap berkelas.

“Pakailah ini, Nona. Tuan tidak suka sesuatu yang murahan,” ucap Martha dengan nada tegas, tapi tidak kasar.

"Martha, apa aku harus melakukan semua ini?" Anne bertanya pelan.

“Nona Anne, kalau kau ingin bertahan, dengarkan aku baik-baik. Di rumah ini, satu-satunya jalan adalah menurut. Kalau tidak, maka nyawamu bisa berada dalam bahaya.”

Anne menerima gaun itu tanpa perlawanan. Gerakannya tenang dan pasrah, meski matanya menyiratkan ribuan pikiran. Ia berganti pakaian di ruang ganti kecil di kamar itu. Ia menutupi tubuh yang sebelumnya terekspos, lalu keluar dengan langkah pelan.

Gaun itu membungkus tubuhnya dengan anggun. Bahunya kini tertutup, meski lekuk tubuhnya tetap terlihat jelas. Martha menatapnya sejenak, lalu mengangguk.

“Lebih baik. Ingat, jangan pernah menentang Tuan Leon. Kau pasti tahu siapa dia kan? Dia adalah Leon Dominic.”

"Kau jangan pernah memanggilnya sembarangan. Biasakan memanggil dengan sebutan Tuan Leon, karena dia sangat benci pada orang yang tidak menghormatinya."

Anne menunduk singkat sebagai jawaban.

Begitu Martha keluar, barulah Anne punya kesempatan mengamati ruangan itu dengan saksama. Matanya berkeliling, menelusuri setiap sudut mansion megah ini.

Langit-langit kamar menjulang tinggi, dihiasi lampu gantung kristal yang berkilauan. Dindingnya dilapisi panel kayu mahoni gelap yang mengeluarkan aroma khas, berpadu dengan karpet Persia lembut yang menutupi lantai marmer. Di dekat jendela, tirai putih tipis melambai ringan diterpa angin, memperlihatkan taman luas dengan air mancur yang bersinar keemasan.

Meja kaca bundar di sudut ruangan dipenuhi vas-vas bunga segar, dan di sisi lain, sebuah rak buku tinggi berdiri dengan deretan buku berkulit mewah. Setiap detail interior memancarkan kekayaan. Terlalu indah dan terlalu sempurna.

Anne tidak bisa menahan diri untuk berdecak kagum kecil.

“Mansion ini benar-benar seperti istana,” bisiknya pelan, lebih kepada dirinya sendiri. Tapi segera setelah itu, senyum getir menghiasi wajahnya.

"Hanya saja, istana ini adalah sangkar emas. Dan aku … burung yang terjebak di dalamnya."

Ia melangkah pelan menuju sofa panjang dekat jendela, lalu menjatuhkan tubuhnya dengan hati-hati. Pikirannya mulai berputar.

"Aku tidak boleh tinggal di sini terlalu lama. Aku tahu persis dunia macam apa ini. Aku sudah berjanji untuk tidak kembali, dan aku harus menemukan jalan keluar sebelum semuanya terlambat."

Namun, harapan itu tiba-tiba sirna seketika ketika pintu besar di kamarnya itu berderit terbuka.

Langkah kaki berat dan berwibawa masuk ke dalam. Anne tidak perlu melihat untuk tahu siapa yang datang. Gadis itu tetap terdiam, sambil matanya menatap ke luar jendela.

Leon Dominic.

Pria itu melangkah santai, jas hitamnya masih terpasang sempurna, menandakan bahwa ia adalah raja di istananya sendiri. Sorot mata hazel yang tajam langsung mengunci tubuh Anne, membuat udara di sekitarnya terasa semakin menegangkan.

Anne tetap duduk di sofa. Ia mencoba menahan napas dan menatap lantai agar tidak terlalu lama terjebak dalam tatapan pria itu.

“Siapa yang menyuruhmu duduk?” suara Leon terdengar datar, tapi tegas.

Anne mendongak sejenak, sebelum akhirnya bangkit berdiri.

“Kemari!” panggil Leon sambil melambai pada Anne.

Gadis itu menghela nafas pelan. Ia ingat kata-kata Martha, bahwa agar bisa bertahan disini maka ia tidak boleh melawan.

Ia berjalan mendekat. Langkahnya terasa ringan tapi penuh tekanan saat menghampiri Leon.

“Berlutut di hadapanku!”

Anne diam sesaat, lalu perlahan menuruti tanpa berucap sepatah kata pun. Gaunnya menyapu lantai marmer, kedua tangannya terlipat di pangkuan, kepalanya sedikit menunduk. Tidak ada protes, dan hanya keheningan yang pasrah.

Leon menatapnya lama, lalu menyeringai tipis. Ada aura kemenangan yang tercipta di wajahnya.

“Aku hanya punya satu pertanyaan malam ini.” Ia menurunkan gelasnya ke meja, lalu mencondongkan tubuh tepat di hadapan Anne.

"Pertanyaan?" Mata Anne memicing, kebingungan.

"Aku ingin kau menjawabnya." Leon mencengkram kedua pipi Anne, membuat wajah gadis itu mendongak menatapnya.

“Apa hubunganmu dengan Elle Valerie?”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Sentuhan Panas Tuan Mafia   111. Pergi dari Hidupku, Selamanya!

    Satu detik kemudian, Leon kehilangan kendali. Sisi gelapnya kembali mengambil alih. Tamparan itu mendarat dengan keras dan kasar.Begitu kuatnya tamparan Leon hingga membuat Anne terjerembab. Air matanya seketika jatuh. Ia memegang pipinya yang memerah, dengan rasa terkejut dan tak percaya atas apa yang sudah dilakukan oleh suaminya barusan.“Leon,” lirih Anne dengan suaranya yang pecah.Namun, Leon tak memberi kesempatan sedikit pun pada Anne untuk berkata lebih banyak. Ia mengambil sebuah dress dari lemari, dress tipis yang bahkan Anne tak pernah mengenakannya. Leon melemparkan dress itu ke Anne dengan kasar, membuangnya tepat hingga menampar wajah Anne.“Pakai ini!” Suaranya datar, dingin, mematikan.“Dan setelah itu, keluar kau dari rumahku!” “Leon, tolong dengarkan aku dulu. Aku juga tidak tahu apa yang terjadi. Aku bahkan ….”“Pakai! Sebelum aku melenyapkanmu dengan tanganku sendiri!”“Bukankah aku sudah bilang, kalau aku sangat membenci penghianatan!” sentak Leon lagi, suarany

  • Sentuhan Panas Tuan Mafia   110. Kejutan Menyakitkan

    “Ini … ini tidak mungkin.”Isi dalam kotak itu membuat tubuh Leon rasanya membeku. Di dalamnya terdapat begitu banyak foto-foto, bahkan sangat banyak.“Foto Anne?” ucapnya lirih, suaranya bahkan terdengar bergetar.Ia raih foto-foto itu dan dilihatnya satu per satu.Ya, semua foto-foto Anne itu diambil saat bulan madu mereka di Paris. Tetapi anehnya, hanya ada foto Anne saja di dalamnya. Anne sedang berjalan sendirian di depan villa, Anne sedang memandang ke arah laut, dan masih banyak lagi foto-foto yang lain. Hanya Anne seorang diri, tanpa adanya Leon sama sekali.Dan semua foto itu seolah diambil dari sudut yang mencurigakan. Angle nya bahkan sangat tak tertebak, seperti ada seseorang yang menguntitnya dari jarak jauh.Namun bukan itu yang membuat darah Leon mendidih. Tepat di dekat foto-foto itu, ada sebuah surat yang ditulis dengan tulisan tangan. Leon mengambil kertas itu dengan cepat. Kerta tipis itu beraroma parfum yang asing, dan bukan dari siapa pun yang Leon kenal.Dengan c

  • Sentuhan Panas Tuan Mafia   109. Aku Ingin Punya Anak (21++)

    Beberapa hari berlalu, tak terasa malam ini merayap dengan pelan, membawa hawa dingin yang menempel di jendela kamar Leon dan Anne. Lampu kamar itu temaram, cukup redup untuk memberi rasa nyaman. Namun cukup terang untuk memperlihatkan betapa lelahnya Anne secara batin.Sejak Valerie ditemukan dalam kondisi mengenaskan, tubuh Anne seperti kehilangan tenaga. Tapi malam ini, Leon tampak berbeda. Ada sesuatu dalam sorot matanya. Sesuatu yang menginginkan kedekatan, kehangatan dan mungkin pelarian dari stres yang menumpuk.Ketika Anne sedang berdiri di depan jendela dan menatap ke luar sana, Leon tiba-tiba saja memeluk pinggang istrinya itu dari belakang.“Sayang,” bisiknya rendah, tepat di telinga Anne.Leon meletakkan dagunya di pundak Anne, dan perlahan bibirnya mulai menjamah tengkuk sang istri, membuat tubuh Anne meremang.Anne menoleh perlahan dengan tak bersemangat. Ia sebenarnya tidak sedang ingin disentuh, karena pikirannya masih kacau oleh kondisi mamanya. Tapi ia juga tahu, ia

  • Sentuhan Panas Tuan Mafia   108. Hasrat dan Amarah Leon

    “Ma! Mama!” Anne mengguncang tubuh Valerie dengan panik saat ibunya itu tiba-tiba jatuh pingsan.“Megan, ambilkan selimut! Jonathan, ambil air dingin!” seru Leon tegas.Namun tidak ada satu pun tindakan yang mampu menenangkan Anne yang sudah histeris.“Leon, mama kenapa? Apa yang terjadi pada mama kenapa?” tangisnya sudah pecah begitu saja.Leon segera mengeluarkan ponsel dari saku celana dan menekan nomor dengan cepat. Dengan panik, ia menghubungi seseorang di seberang sana.“Dokter Ethan, datang ke mansion sekarang juga. Ini darurat,” suara Leon tajam dan tergesa, ia tidak memberi ruang untuk pertanyaan sedikit pun.Tak butuh waktu lama. Dalam hitungan menit, dokter pribadi keluarga Dominic itu sudah datang dengan membawa tas medis. Valerie dipindahkan ke kamar utama untuk tamu. Tangannya terpasang infus, dan diletakkan alat monitor kecil di sisi tempat tidur.“Kondisi Nyonya Valerie masih lemah. Dia harus istirahat total,” kata Dokter Ethan setelah semua tugasnya selesai.Anne dudu

  • Sentuhan Panas Tuan Mafia   107. Ada yang Bermain di Belakang

    Leon menatap kotak hitam itu dengan hati-hati. Pita emasnya sudah ia pegang dan separuh sudah terlepas. Anne berdiri di sampingnya dengan napas tertahan, seolah kotak itu bisa saja berisi sesuatu yang Mengejutkan dan mengubah hidup mereka.Namun sebelum Leon sempat membuka kotak itu sepenuhnya, tiba-tiba saja ….Drttt! Drrtt!Ponselnya bergetar cukup kuat. Nada dering itu memecah keheningan di antara Anne dan Leon yang terlihat tegang. Leon mengurungkan niat untuk membuka kotak itu. Ia meraih ponsel dan melirik layarnya.Anne pun ikut melihat ponsel suaminya tersebut.“Dari Adrian,” ujar Leon sambil melirik pada Anne.“Adrian? Ada apa? Tumben sekali dia menelfon?” Anne bertanya-tanya dengan cemas.“Dia tidak mungkin sampai menelfon kalau tidak ada sesuatu yang penting. Dia tidak akan seberani itu untuk mengganggu bulan madu kita.” Leon setengah bergumam.Secara bersamaan, Anne dan Leon merasakan hal yang sama. Mereka punya firasat buruk yang cukup mengusik pikiran. Leon mengangkat tel

  • Sentuhan Panas Tuan Mafia   106. Adegan Panas di Kamar Mandi 21+

    Suasana kamar mandi yang seharusnya dingin, kini perlahan berubah menjadi panas. Leon sudah melucuti seluruh pakaian istrinya, begitu juga Anne yang sudah membuat suaminya itu kini telan*j*ng bulat. Saat Anne duduk di pangkuannya, Leon perlahan mulai mengarahkan juniornya yang sudah tegang itu ke dalam milik sang istri. Jleb! Milik Leon lesap sepenuhnya ditelan oleh kehangatan lembah milik Anne yang membuatnya ketagihan. Leon segera melahap bibir sang istri, sambil tangannya meremas-remas kedua payudara Anne yang besar dan berguncang. “Ahh! Ahh! Ahh.” Anne mendesah-desah sambil menggenjot milik suaminya naik turun. “Ohh, ohh, terus sayang. Mmm, nikmat sekali.” Leon sampai terpejam karena keenakan. Kedua pasangan baru itu terus melakukan percintaan panas tersebut hingga akhirnya mereka mencapai pelepasannya. Dan cairan cinta mereka pun tumpah di mana-mana. Setelah puas dengan adegan mandi bersama, Leon dan Anne pun segera bersiap-siap. Mereka lantas menuju ke ruang makan

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status