Home / Mafia / Sentuhan Panas Tuan Mafia / 6. Permainan Leon

Share

6. Permainan Leon

last update Last Updated: 2025-08-28 11:37:27

Cermin tinggi di kamar itu memantulkan bayangan seorang gadis dengan gaun elegan berwarna merah maroon. Belahan dada gaun itu cukup dalam, memperlihatkan dada kencang Anne yang dibalut oleh kulit pucatnya. Sementara punggungnya terbuka hingga ke pinggang. Anne menatap dirinya sendiri, tapi yang ia lihat hanyalah sebuah boneka yang siap dipamerkan.

“Miris sekali.” Anne tersenyum miring, pedih.

Di belakangnya, Martha menyematkan sebuah kalung berlian di lehernya. Permata itu indah dan berkilau, tapi di mata Anne, kilauan itu tidak lebih dari sebuah rantai besi yang merupakan tanda kepemilikan.

“Itu perintah Tuan Leon. Dia ingin semua orang melihatmu malam ini,” kata Martha dingin, sembari merapikan rambut panjang Anne ke samping bahu.

Anne hanya menahan napas dan menghembuskannya pelan tanpa bersuara. Ia tahu bahwa Leon memang berniat untuk memamerkannya, dan bukan melindunginya. Ia merasa jijik dengan semua ini, tapi untuk berontak pun juga tak akan ada gunanya.

Dalam hati, ia hanya bisa berbisik getir pada dirinya sendiri.

“Kalau aku akan ditunjukkan ke dunia luar, berarti ada peluang untuk kabur.”

Setelah persiapan selesai, Martha membawa Anne menghadap Leon yang sudah menunggu di halaman, tepat di sebelah mobil mewahnya.

“Kenapa kau lama sekali? Apa kau tidak tahu kalau pertemuanku ini sangat penting?” bentak Leon sambil menoleh cepat ke arah Anne.

Namun, begitu melihat gadis itu, tiba-tiba Leon terdiam. Mulutnya seolah terkunci, dan matanya membelalak takjub menatap Anne. Gadis itu terlihat sangat cantik, sangat fresh, glamour, dan sangat familiar di mata Leon.

“Elle,” gumam Leon lirih, nyaris tak terdengar.

“Maaf, Tuan. Tadi Martha harus mengambil kalung berlian ini untukku, jadi itu membutuhkan sedikit waktu lagi.” Anne menundukkan kepalanya.

Mendengar Anne memanggilnya dengan sebutan Tuan, membuat Leon cepat-cepat tersadar. Matanya mengerjap cepat, dan ia memalingkan wajah sesegera mungkin. Kenyataan menghantam dirinya, bahwa gadis di hadapannya ini bukanlah Elle, tetapi Anne.

“Cepat masuk! Aku tidak punya waktu lagi untuk berlama-lama,” ujar Leon kasar, sambil membukakan pintu mobil untuk Anne.

Anne mengangguk. Sambil mengangkat rok gaun panjangnya, gadis itu melangkah masuk ke dalam mobil. Leon menutup pintu mobil, dan bergegas masuk di sebelah drivernya.

Mobil pun segera melaju meninggalkan mansion, meninggalkan Martha bersama beberapa pelayan yang terlihat saling berbisik.

“Ini aneh. Bagaimana mungkin Tuan Leon mau membukakan pintu mobil hanya untuk seorang budak?”

*

Malam itu, sebuah mobil sport hitam mewah, melaju menembus jalan kota menuju sebuah cafe mewah yang dipenuhi penjaga bersenjata. Begitu pintu mobil dibuka, Leon keluar lebih dulu. Tubuh tegapnya dibalut jas hitamnya yang rapi, auranya dingin dan penuh wibawa. Anne mengikuti dari belakang, dan tetap menunduk dalam, seolah ingin lenyap dari pandangan.

Dengan dikawal oleh beberapa anak buahnya, Leon dan Anne berjalan melalui beberapa lorong panjang.

Lorong menuju ruang privat itu dilapisi karpet merah. Begitu tiba di depan sebuah pintu besar, dua pria berjas hitam memeriksa Leon dengan scanner, lalu menunduk memberi hormat. 

Namun saat melihat Anne, tatapan mereka singgah lebih lama, membuat gadis itu merasa seperti sedang ditelanjangi. Mereka bahkan menatap tubuh Anne dengan lekat dari atas sampai bawah, terutama di bagian dada dan paha yang tak tertutup sempurna.

“Jaga langkahmu,” gumam Leon dengan suara penuh penekanan.

Anne hanya mengangguk.

Mereka pun masuk ke ruangan. Ruang pertemuan itu tampak seperti sarang naga. Lampu gantung kristal berkilauan samar di balik asap rokok yang tebal. Meja bundar besar memenuhi ruangan. Di atasnya tergeletak botol anggur mahal, laptop, dan dokumen-dokumen yang berisi kontrak hitam.

Begitu Leon masuk, semua pria yang ada di ruangan itu berdiri. Mereka bukan orang sembarangan. Mereka merupakan pedagang senjata, penyelundup berlian, bos kartel narkoba, hingga broker manusia. Masing-masing membawa aura kekerasan dan uang kotor.

“Leon Dominic.” Salah satu pria botak besar menyapanya dengan hormat. “Akhirnya datang juga penguasa pasar gelap kita.”

Leon hanya mengangguk tipis, lalu menarik kursi di ujung meja, tempat tersendiri yang khusus untuk seorang pemimpin.

Anne berdiri di sampingnya dengan menunduk, menyembunyikan wajah. Tapi tatapan semua pria segera tertuju padanya.

“Cantik sekali,” salah satu pria berkomentar.

“Iya, seperti boneka yang masih baru keluar dari kotaknya.”

“Dia juga sangat seksi. Lihat saja tubuhnya. Sangat indah,” ujar yang lain.

Telinga Anne terasa memanas mendengar itu. Wajahnya semakin tertunduk dalam, tangannya berusaha menutupi belahan gaun di pahanya. Dia benar-benar merasa ditelanjangi mentah-mentah.

Leon hanya tersenyum miring. Ia sama sekali tidak membela Anne, justru membiarkan komentar-komentar itu mengganggu Anne.

Beberapa saat, obrolan bisnis mereka pun dimulai. Suara mereka rendah tapi penuh ancaman dan keseriusan.

“Apa topik kita malam ini? Apakah ada berita penting yang kalian bawa?” tanya Leon sambil memegang dagunya dan menatap mereka semua.

“Leon, pengiriman senjata ke Afrika harus tiba sebelum perang pecah.”

“Harga heroin di Eropa naik dua kali lipat.”

“Pasar organ tubuh makin panas, hati dan ginjal jadi rebutan.”

“Ada jaringan kecil yang memberontak, Leon. Mereka harus ditumpas.”

Anne mendengarkan dengan jantung berdegup cepat. Kata-kata itu menusuk telinganya. Dunia yang selama ini membuatnya muak, kini terungkap jelas di hadapannya. Leon bukan sekadar pria kaya yang kejam. Ia adalah penguasa pasar gelap internasional.

Leon menyesap anggurnya dengan tenang, lalu berkata datar.

“Semua pengiriman tetap berjalan. Siapapun yang berani melawan, lenyapkan mereka tanpa sisa. Pasar harus tetap bersih dari pengkhianat. Tapi ingat, semua harus dilakukan dengan bersih agar tak ada yang curiga.”

“Baik, Leon.”

Semua pria mengangguk. Tak seorang pun berani membantah.

Anne menunduk lebih dalam, tetapi hatinya berguncang.

“Jadi ini wajah asli Leon Dominic, si penguasa kegelapan.”

*

Saat obrolan mereka telah selesai, topik berubah. Satu per satu tatapan para pria itu kembali terarah ke Anne. Senyum-senyum cabul bermunculan, dan obrolan mulai bernada lain.

“Leon, kau benar-benar tahu cara memanjakan mata kami,” kata si pria botak tadi sambil mengedipkan matanya pada Anne.

“Dia seperti permata. Dari mana kau menemukannya?” tanya pria yang sepertinya berusia beberapa tahun di atas Leon.

Leon hanya menyandarkan punggung, dan kembali menyesap anggurnya dengan nikmat.

“Tidak penting aku dapat darimana. Kalian nikmati saja pemandangan itu. Dia memang cantik, tapi sayangnya sangat rapuh.”

Anne merasakan tubuhnya kaku. Jemarinya saling meremas di balik gaun. Ia ingin mundur, tapi takut tatapan Leon berubah marah. Ia takut jika dirinya akan habis dan hancur di sini.

Seorang pria jangkung dengan tato di lehernya pun maju. Ia mengulurkan tangan ke wajah Anne. Jari kasarnya menyusuri dagu gadis itu.

“Lembut sekali,” gumamnya.

Anne menahan napas, tubuhnya gemetar. Ia ingin menepis, tapi tiba-tiba ingat peringatan Martha.

Sedangkan Leon tetap diam dan menatap dengan santai seperti sedang menonton pertunjukan.

Pria yang lain pun tertawa. Mereka ikut mendekat dan menepuk bahu Anne. Jari-jarinya dengan sengaja menyelusup turun ke lengannya.

“Boneka kecil, berapa hargamu?”

Anne menggigit bibir, menahan air mata. Ia ingin menangis saat itu juga.

Leon tersenyum tipis.

“Kalau kalian suka, silakan lihat. Tapi ingat, dia milikku.”

Kata-kata itu membuat Anne hampir muntah. Ia bukan manusia di mata Leon, melainkan barang pameran.

Suasana semakin memanas. Para pria itu berdiri mengitari Anne. Satu tangan kasar bahkan meraih pinggang Anne dan menariknya mendekat. Gadis itu nyaris menjerit, dan tubuhnya bergetar hebat.

“Lepaskan aku!” sentak Anne yang mulai marah.

Mereka hanya tertawa, dan Leon tidak menghentikan itu. Ia hanya mengangkat gelas, meneguk anggur, dan terlihat sangat menikmati penderitaan Anne.

“Aku ingin tahu seberapa lama dia bisa bertahan.”

Anne membelalak mendengar ucapan Leon.

“Kamu jahat, Leon! Aku sangat membencimu,” rutuknya dalam hati.

“Jangan malu-malu seperti itu, Cantik. Katakan saja berapa hargamu, maka kami akan membelimu dengan harga sepuluh kali lipat,” ujar si pria botak, yang kini dengan berani merobek belahan dress di paha Anne.

Krak!

“Akh!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sentuhan Panas Tuan Mafia   111. Pergi dari Hidupku, Selamanya!

    Satu detik kemudian, Leon kehilangan kendali. Sisi gelapnya kembali mengambil alih. Tamparan itu mendarat dengan keras dan kasar.Begitu kuatnya tamparan Leon hingga membuat Anne terjerembab. Air matanya seketika jatuh. Ia memegang pipinya yang memerah, dengan rasa terkejut dan tak percaya atas apa yang sudah dilakukan oleh suaminya barusan.“Leon,” lirih Anne dengan suaranya yang pecah.Namun, Leon tak memberi kesempatan sedikit pun pada Anne untuk berkata lebih banyak. Ia mengambil sebuah dress dari lemari, dress tipis yang bahkan Anne tak pernah mengenakannya. Leon melemparkan dress itu ke Anne dengan kasar, membuangnya tepat hingga menampar wajah Anne.“Pakai ini!” Suaranya datar, dingin, mematikan.“Dan setelah itu, keluar kau dari rumahku!” “Leon, tolong dengarkan aku dulu. Aku juga tidak tahu apa yang terjadi. Aku bahkan ….”“Pakai! Sebelum aku melenyapkanmu dengan tanganku sendiri!”“Bukankah aku sudah bilang, kalau aku sangat membenci penghianatan!” sentak Leon lagi, suarany

  • Sentuhan Panas Tuan Mafia   110. Kejutan Menyakitkan

    “Ini … ini tidak mungkin.”Isi dalam kotak itu membuat tubuh Leon rasanya membeku. Di dalamnya terdapat begitu banyak foto-foto, bahkan sangat banyak.“Foto Anne?” ucapnya lirih, suaranya bahkan terdengar bergetar.Ia raih foto-foto itu dan dilihatnya satu per satu.Ya, semua foto-foto Anne itu diambil saat bulan madu mereka di Paris. Tetapi anehnya, hanya ada foto Anne saja di dalamnya. Anne sedang berjalan sendirian di depan villa, Anne sedang memandang ke arah laut, dan masih banyak lagi foto-foto yang lain. Hanya Anne seorang diri, tanpa adanya Leon sama sekali.Dan semua foto itu seolah diambil dari sudut yang mencurigakan. Angle nya bahkan sangat tak tertebak, seperti ada seseorang yang menguntitnya dari jarak jauh.Namun bukan itu yang membuat darah Leon mendidih. Tepat di dekat foto-foto itu, ada sebuah surat yang ditulis dengan tulisan tangan. Leon mengambil kertas itu dengan cepat. Kerta tipis itu beraroma parfum yang asing, dan bukan dari siapa pun yang Leon kenal.Dengan c

  • Sentuhan Panas Tuan Mafia   109. Aku Ingin Punya Anak (21++)

    Beberapa hari berlalu, tak terasa malam ini merayap dengan pelan, membawa hawa dingin yang menempel di jendela kamar Leon dan Anne. Lampu kamar itu temaram, cukup redup untuk memberi rasa nyaman. Namun cukup terang untuk memperlihatkan betapa lelahnya Anne secara batin.Sejak Valerie ditemukan dalam kondisi mengenaskan, tubuh Anne seperti kehilangan tenaga. Tapi malam ini, Leon tampak berbeda. Ada sesuatu dalam sorot matanya. Sesuatu yang menginginkan kedekatan, kehangatan dan mungkin pelarian dari stres yang menumpuk.Ketika Anne sedang berdiri di depan jendela dan menatap ke luar sana, Leon tiba-tiba saja memeluk pinggang istrinya itu dari belakang.“Sayang,” bisiknya rendah, tepat di telinga Anne.Leon meletakkan dagunya di pundak Anne, dan perlahan bibirnya mulai menjamah tengkuk sang istri, membuat tubuh Anne meremang.Anne menoleh perlahan dengan tak bersemangat. Ia sebenarnya tidak sedang ingin disentuh, karena pikirannya masih kacau oleh kondisi mamanya. Tapi ia juga tahu, ia

  • Sentuhan Panas Tuan Mafia   108. Hasrat dan Amarah Leon

    “Ma! Mama!” Anne mengguncang tubuh Valerie dengan panik saat ibunya itu tiba-tiba jatuh pingsan.“Megan, ambilkan selimut! Jonathan, ambil air dingin!” seru Leon tegas.Namun tidak ada satu pun tindakan yang mampu menenangkan Anne yang sudah histeris.“Leon, mama kenapa? Apa yang terjadi pada mama kenapa?” tangisnya sudah pecah begitu saja.Leon segera mengeluarkan ponsel dari saku celana dan menekan nomor dengan cepat. Dengan panik, ia menghubungi seseorang di seberang sana.“Dokter Ethan, datang ke mansion sekarang juga. Ini darurat,” suara Leon tajam dan tergesa, ia tidak memberi ruang untuk pertanyaan sedikit pun.Tak butuh waktu lama. Dalam hitungan menit, dokter pribadi keluarga Dominic itu sudah datang dengan membawa tas medis. Valerie dipindahkan ke kamar utama untuk tamu. Tangannya terpasang infus, dan diletakkan alat monitor kecil di sisi tempat tidur.“Kondisi Nyonya Valerie masih lemah. Dia harus istirahat total,” kata Dokter Ethan setelah semua tugasnya selesai.Anne dudu

  • Sentuhan Panas Tuan Mafia   107. Ada yang Bermain di Belakang

    Leon menatap kotak hitam itu dengan hati-hati. Pita emasnya sudah ia pegang dan separuh sudah terlepas. Anne berdiri di sampingnya dengan napas tertahan, seolah kotak itu bisa saja berisi sesuatu yang Mengejutkan dan mengubah hidup mereka.Namun sebelum Leon sempat membuka kotak itu sepenuhnya, tiba-tiba saja ….Drttt! Drrtt!Ponselnya bergetar cukup kuat. Nada dering itu memecah keheningan di antara Anne dan Leon yang terlihat tegang. Leon mengurungkan niat untuk membuka kotak itu. Ia meraih ponsel dan melirik layarnya.Anne pun ikut melihat ponsel suaminya tersebut.“Dari Adrian,” ujar Leon sambil melirik pada Anne.“Adrian? Ada apa? Tumben sekali dia menelfon?” Anne bertanya-tanya dengan cemas.“Dia tidak mungkin sampai menelfon kalau tidak ada sesuatu yang penting. Dia tidak akan seberani itu untuk mengganggu bulan madu kita.” Leon setengah bergumam.Secara bersamaan, Anne dan Leon merasakan hal yang sama. Mereka punya firasat buruk yang cukup mengusik pikiran. Leon mengangkat tel

  • Sentuhan Panas Tuan Mafia   106. Adegan Panas di Kamar Mandi 21+

    Suasana kamar mandi yang seharusnya dingin, kini perlahan berubah menjadi panas. Leon sudah melucuti seluruh pakaian istrinya, begitu juga Anne yang sudah membuat suaminya itu kini telan*j*ng bulat. Saat Anne duduk di pangkuannya, Leon perlahan mulai mengarahkan juniornya yang sudah tegang itu ke dalam milik sang istri. Jleb! Milik Leon lesap sepenuhnya ditelan oleh kehangatan lembah milik Anne yang membuatnya ketagihan. Leon segera melahap bibir sang istri, sambil tangannya meremas-remas kedua payudara Anne yang besar dan berguncang. “Ahh! Ahh! Ahh.” Anne mendesah-desah sambil menggenjot milik suaminya naik turun. “Ohh, ohh, terus sayang. Mmm, nikmat sekali.” Leon sampai terpejam karena keenakan. Kedua pasangan baru itu terus melakukan percintaan panas tersebut hingga akhirnya mereka mencapai pelepasannya. Dan cairan cinta mereka pun tumpah di mana-mana. Setelah puas dengan adegan mandi bersama, Leon dan Anne pun segera bersiap-siap. Mereka lantas menuju ke ruang makan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status