แชร์

Tergila-gila

ผู้เขียน: Rainbow Rain
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-12-06 09:10:45

Valerie masih merasakan panas di kulitnya ketika pintu ruangan bosnya menutup di belakangnya. Napasnya tersengal, langkahnya linglung.

Beberapa menit lalu, Diego Stanford hampir menjeratnya dalam ketegangan. Satu gerakan kecil memutar pegangan pintu akhirnya menyelamatkannya. 

Aroma cologne Diego yang hangat, maskulin dan mahal masih menempel di kemejanya. Valerie mengusap dadanya, seakan ingin menghapus sensasi yang terlalu nyata. “Gila,” gumamnya pelan. “Kenapa harus Diego Stanford?”

Hari berjalan lambat, Diego tidak muncul lagi di depannya; jadwal rapat yang padat membuat sang CEO sibuk dari satu ruangan ke ruangan lain. 

Ketika jam pulang tiba, Valerie membereskan mejanya dengan kecepatan ingin segera kabur dari medan perang. Ia mengintip ruangan Diego. Gelap, kosong. Tidak ada bayangan lelaki itu di balik kaca.

“Syukurlah…” bisiknya

Hari itu tidak boleh diakhiri dengan insiden lain. Ia butuh mandi air panas, butuh ranjangnya, butuh melupakan semua ketegangan yang Diego ciptakan.

Di depan pintu kaca gedung, Diego berdiri bersandar pada mobil hitamnya yang berkilat. Kemeja putihnya digulung hingga siku, rahangnya tegas, dan kacamata hitam bertengger di hidungnya. Lelaki itu menurunkan kacamatanya sedikit. Tatapan mereka bertemu.

“Valerie.”

Diego memanggil dengan suara dalam yang terlalu mencolok perhatian sekitar.

Valerie menelan ludah, kemudian berbalik ke arah lain. Tanpa menunggu, ia berjalan cepat melintasi lobi, keluar melalui pintu sisi kiri gedung. Ia tidak ingin mengakhiri sorenya dengan insiden yang tidak ia inginkan. 

Di belakang, Diego tampak tidak mengejar, tetapi tatapan itu masih melihat Valerie hingga hilang dari pandangannya

***

Valerie menjatuhkan tas dan mencopot sepatu hitamnya sembarangan saat sampai di apartemen miliknya. 

Ia membuka kaleng bir murah dari kulkas dan meneguknya cepat. Uap alkohol ringan itu tidak membantu sama sekali. Bayangan Diego masih menari di benaknya. 

Ponselnya bergetar, kemudian kembali bergetar kedua, dan tiga hingga akhirnya berhenti. Kelopak matanya melebar menatap layar. Sebuah pesan dari bosnya muncul memenuhi layar.

DIEGO Oliver Stanford

 "Datang ke te apartemenku malam ini. Michigan Avenue — Emerald 07"

Valerie mengerjap membaca pesan kedua.

"Saya hanya ingin membahas laporan yang masih belum saya pahami. Datanglah, sekarang."

Pesan ketiga semakin membuat Valerie terkejut.

"Jika kamu tidak datang malam ini, jangan harap kamu bisa bekerja di Stanford Corporation atau perusahaan lainnya."

Valerie memejamkan mata, kepalanya menunduk. Denyut kepalanya kembali mengencang. “Kenapa dia selalu seperti ini? Memaksa.”

Valerie butuh pekerjaan. Satu bulan tanpa gaji, apartemen kecil ini akan hilang, begitu juga hidupnya. Dengan tangan gemetar, ia mengambil tas kecil dan mantel tipisnya.

Udara malam musim semi dingin menusuk hingga tulang. Valerie berdiri di depan pintu penthouse Diego, Emerald– 07. Valerie memegang tombol bel dengan jantung yang berdebar keras. Masuk atau kembali

Pintu terbuka.

Diego berdiri di sana dengan kemeja kusut, beberapa kancing terbuka memamerkan garis dadanya yang bidang dan kulit yang hangat. Rambutnya berantakan. Bibirnya terlihat merah, seperti baru saja meneguk sesuatu yang pahit. 

Aroma whiskey langsung menampar udara.

Valerie terpaku.

 “Tuan Stanford, saya ….”

Diego menyandarkan tubuhnya pada kusen pintu, menatapnya dengan mata yang sedikit mabuk, tetapi masih cukup tajam untuk dilewatkan. Senyuman miring muncul di bibirnya.

“Kamu datang.”

Hanya dua kata. Namun, suara itu rendah, serak, dan hangat dengan cara yang membuat Valerie tidak siap menerimanya.

“Masuk,” lanjutnya.

Valerie ragu. Ia melangkah masuk. Hal pertama yang ia lihat adalah botol whiskey setengah kosong di meja. Jas hitam dan sepatu berserakan. 

Diego menutup pintu. Lelaki itu berjalan di belakang Valerie. Mengamati setiap langkah ragu yang tampak jelas.

“Jadi,” Valerie memulai, “…laporan mana yang ingin Anda bahas?”

Diego tertawa lirih—parau, nyaris tanpa humor. Ia berjalan mendekat, satu langkah, dua. “Kenapa kamu terburu-buru. Kamu pikir saya memanggilmu hanya untuk membahas pekerjaan?”

Valerie mundur setengah langkah. “Anda bilang—”

“Saya hanya ingin melihatmu, malam ini.”

 Diego menatapnya seperti memandang sesuatu yang sudah lama ingin ia sentuh.

Lelaki itu memegang tepi kemejanya lalu menariknya lepas. Kemeja itu jatuh ke lantai, menyisakan tubuh yang membuat Valerie kagum saat melihatnya. Menyentuhnya dengan senyum kecil dan menantang.

Diego mendekatinya, meraih tangannya, menuntun jari-jari Valerie ke dada bidangnya. Sentuhan itu mengalir seperti listrik. Mengisi setiap arus dalam tubuhnya.

“Waktu itu,” katanya pelan, “kamu memberiku sesuatu sebelum kabur pagi itu.”

Valerie menggeleng cepat. “Saya tidak—”

“Kamu menyukaiku.” Diego berbisik. “Saya melihatnya di matamu.”

Valerie terdiam. Detak jantungnya seperti memukul dinding dadanya sendiri. Ia harus pergi, Ia harus mendorong Diego, Ia harus menolak. Tapi, saat ia mundur, Diego meraih pinggangnya dan memeluknya dari belakang. 

Diego menyandarkan dagunya di bahu Valerie, menutup mata sejenak seakan menemukan ketenangan hanya dari aroma wanita itu. Aroma Vanila yang begitu manis.

“Jangan pergi,” bisiknya. Suara itu membuat Valerie goyah.

Valerie meraih tangan Diego di pinggangnya, berniat melepas. Tapi justru sebaliknya, pelukan itu menguat. Diego memutar tubuhnya, membuat Valerie menghadapnya. 

“Kamu selalu membuatku ingin melakukannya.” Diego menyentuh pipinya, telapak tangannya hangat.

Valerie terpaku. Ia seharusnya menolak, tetapi ketika lelaki itu menunduk pelan, bibirnya mendekat, Valerie tidak bergerak. Ciuman pertama ringan, lalu semakin dalam. 

“Kamu membuatku gila hari ini.”

 Suara Diego rendah, hampir serak.

Diego menunduk, mencium bibir bawah Valerie, perlahan seperti mencicipi rasa yang sudah ia tahan terlalu lama. Valerie menarik napas tersengal saat Diego menurunkan ciuman ke garis rahang, lalu ke lehernya—meninggalkan jejak panas yang membuat lututnya lemas.

Valerie meraih leher Diego, menyeretnya lebih dekat. “Diego…”

Hanya itu yang mampu ia katakan sebelum ia terdorong perlahan ke atas ranjang. Diego merangkak menyusulnya, tubuhnya menaungi Valerie. Lelaki itu hanya menatapnya dari jarak beberapa jari, napas mereka saling menyentuh.

“Kamu yakin kali ini,” katanya pelan, “kamu tidak akan bisa lari lagi dariku setelah ini.”

Valerie menggigit bibir, bukan karena takut, melainkan karena ia tahu itu benar. Ia mengangkat tangannya, menyentuh pipi Diego.

“Aku tidak akan lari.”

Di mata Diego, sesuatu pecah. Ia menurunkan tubuhnya, mencium Valerie lagi—lebih dalam, lebih panas, membuatnya tenggelam dalam sensasi yang hampir membuatnya lupa siapa dirinya. 

Suara ponsel Diego berdering keras.

Diego berhenti, membeku. Melihat Valerie yang hampir mencapai puncaknya. Dering ponsel kembali mengganggu.

Ia turun dan mengambil ponselnya yang tergeletak di nakas dekat tempat tidur. Nama yang muncul di layar membuat rahangnya terkatup kencang. Wajahnya berubah.

“Apa terjadi sesuatu?” tanya Valerie menelan ludah.

Diego menatap layar itu sekali lagi, lantas mematikannya.

“Tidak ada masalah, kamu tidak perlu khawatir.” katanya pelan. “Malam ini kamu sepenuhnya milikku dan tidak ada pilihan untuk pergi,” bisiknya lembut tepat di belakang telinga Valerie.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Sepanjang Malam Di Pelukan Bosku   Hal Gila yang Diego Lakukan

    Ruangan Diego terlihat sepi tanpa aktivitas. Sepanjang pagi ruangan tersebut membuat Valerie kehilangan konsentrasi saat melihatnya. Gosip hangat tentang pernikahan Diego sudah menyebar dan tidak ada satu pun staf yang diundang dalam acara mewah tersebut.“Nona Valerie?” seseorang berdiri di depan meja membawa sebuah bingkisan besar di tangan. “Ya, saya Valerie.”“Bingkisan untuk anda.” Lelaki berjas hitam dengan penampilan necis itu menyodorkan paper bag hitam besar dengan logo salah satu butik termahal di Chicago.Valerie ragu-ragu menerimanya, tetapi lelaki itu langsung meletakkannya di meja dan pergi sebelum mengatakan siapa pengirimnya.“Apa yang harus kulakukan?” Valerie cemas.Ia mengeluarkan Box hitam berlapis gold tersebut dari paper bag. Tidak ada nama pengirim, tapi Valerie cukup tahu siapa pengirimnya. Dengan hati-hati, ia menarik pita besar berwarna keemasan, membuka tutupnya perlahan. Sebuah gaun putih terlipat rapi seperti salju. Halus, jatuh, dan mahal. Sebuah kartu

  • Sepanjang Malam Di Pelukan Bosku   Kamu Milikku, Nona Horny

    Pagi menunjukkan kekuasaannya. Pakaian terlihat berserakan di lantai dan aroma bercampur antara cologne Diego dan parfum Valerie masih menggantung di udara.Di atas ranjang besar itu, Valerie terbaring memandang wajah lelaki yang tidur di sampingnya. Diego Stanford, lelaki asing yang ia temui di bar ternyata bos barunya di kantor. Takdir membawa mereka bertemu, meskipun Valerie ingin melupakan malam labilnya bersama Diego saat pertama bertemu. Mereka malah kembali terikat dengan malam penuh gairah. “Anda terlihat lebih tampan saat tertidur. Tenang, hangat dan menarik,” gumam Valerie. Helai rambut Diego jatuh menutupi dahinya. Valerie menyingkirkannya. Cahaya pagi menangkap garis rahangnya, menonjolkan ketampanan yang selalu membuat Valerie tersipu dalam diam. Ia mengangkat sedikit tubuh, berniat bangun. Namun sebuah lengan kuat melingkar dan mengencang di pinggangnya, menahan. Tubuh Valerie terkunci tidak bisa bergerak. “Berani sekali kamu mencoba pergi lagi setelah apa yang terj

  • Sepanjang Malam Di Pelukan Bosku   Tergila-gila

    Valerie masih merasakan panas di kulitnya ketika pintu ruangan bosnya menutup di belakangnya. Napasnya tersengal, langkahnya linglung.Beberapa menit lalu, Diego Stanford hampir menjeratnya dalam ketegangan. Satu gerakan kecil memutar pegangan pintu akhirnya menyelamatkannya. Aroma cologne Diego yang hangat, maskulin dan mahal masih menempel di kemejanya. Valerie mengusap dadanya, seakan ingin menghapus sensasi yang terlalu nyata. “Gila,” gumamnya pelan. “Kenapa harus Diego Stanford?”Hari berjalan lambat, Diego tidak muncul lagi di depannya; jadwal rapat yang padat membuat sang CEO sibuk dari satu ruangan ke ruangan lain. Ketika jam pulang tiba, Valerie membereskan mejanya dengan kecepatan ingin segera kabur dari medan perang. Ia mengintip ruangan Diego. Gelap, kosong. Tidak ada bayangan lelaki itu di balik kaca.“Syukurlah…” bisiknyaHari itu tidak boleh diakhiri dengan insiden lain. Ia butuh mandi air panas, butuh ranjangnya, butuh melupakan semua ketegangan yang Diego ciptakan.

  • Sepanjang Malam Di Pelukan Bosku   Menggoda

    Ucapan Diego di ruang meeting kemarin terus bergema di kepala seperti rekaman rusak. Nona Horny… kalau kau mau, kita bisa lanjutkan sisa malam itu. Valerie menutup wajah dengan kedua telapak tangan setiap kali mengingatnya. Itu memalukan. Sangat memalukan. Malam liar itu sudah cukup membuatnya ingin menghapus diri dari muka bumi, tapi Diego Stanford, bos barunya, pewaris Stanford Corporation yang dingin dan berwibawa itu, justru menyeret rasa malu Valerie ke level yang lebih brutal.“Apa yang harusnya kulakukan saat bertemu Tuan Stanford?” Valerie menutup wajahnya. Ia kehilangan percaya diri dan keberanian.Seharusnya Valerie menemani Diego meeting di luar kantor hari ini. Namun, karena tidak nyaman dengan yang terjadi kemarin membuat Valerie memilih menghindari bosnya. Akhirnya ia meminta staf lain menggantikan posisinya dengan alasan sakit kepala. Alasan aman dan Valerie bisa menghindari Diego walau sesaat. Setidaknya jadwal bosnya meeting di luar hingga sore nanti. Sayangnya, se

  • Sepanjang Malam Di Pelukan Bosku   Nona Horny

    Valerie keluar ruangan dengan wajah pucat pasi. Ia masih berusaha mengatur napasnya agar stabil. Lila mendekat dan menarik tangannya.“Bagaimana? Apa yang terjadi?” tanya Lila berbisik.Valerie berjalan menuju kabin tempatnya. Ucapan Diego benar-benar membuatnya tidak tenang. Dan panggilannya pada Valerie sangat memalukan.“Valerie, apa dia memecatmu?” tanya Lila penasaran.Wanita berambut pendek dengan make up tebal itu sangat penasaran. Mendekati Valerie dan terus memburunya dengan pertanyaan.“Dia bos yang sangat menakutkan.” Valerie berkata spontan.Lila membelalakkan kedua bola matanya dengan mulut sedikit terbuka. Di saat lainnya menganggap Diego lelaki tampan dengan sejuta pesona, Valerie malah menganggapnya menakutkan.“Dia …kenapa harus dia?” kesal Valerie.“Kenapa? Ada apa dengan Tuan Stanford?” tanya Lila penasaran.Valerie melirik Lila kesal. Kepala bagian itu terlalu ingin tahu. Valerie memalingkan muka dan kembali mengecek agendanya.“Valerie, kamu belum menjawab pertany

  • Sepanjang Malam Di Pelukan Bosku   Percikan Yang Memabukkan

    “Kamu yakin?”Seorang pria asing menarik pinggang Valerie erat. Pria itu melihat tajam penuh perhitungan.Valerie mengangguk, matanya gelap dan basah. “Ya.” Wanita berkacamata itu pasrah dengan apa yang terjadi.Langkah mereka terhuyung kecil menuju kamar hotel, masih dengan bibir yang sesekali bertemu. Pintu menutup dengan bunyi lembut di belakang mereka. Cahaya kamar yang redup membuat semuanya terasa lebih dekat dan intim.“Bertahanlah, ini tidak akan lama,” bisiknya lembut.Lelaki itu membopong Valerie ke tempat tidur. Ujung jarinya mengayun lembut menyisir tubuh Valerie yang memanas. Tatapannya mulai liar tak terkendali, begitu pula dengan desahan napasnya yang membuat Valerie mengerang pelan, menarik leher pria tersebut lebih dekat dan begitu dekat tanpa batas.Malam habis tanpa hitungan waktu. Dua orang asing yang saling menemukan menukar hasrat yang tertahan. Tiap sentuhan pria itu tak terburu-buru, menyisakan Valerie yang tersenggal dalam balutan gairah yang membara.Kepala

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status