Valerie masih merasakan panas di kulitnya ketika pintu ruangan bosnya menutup di belakangnya. Napasnya tersengal, langkahnya linglung.Beberapa menit lalu, Diego Stanford hampir menjeratnya dalam ketegangan. Satu gerakan kecil memutar pegangan pintu akhirnya menyelamatkannya. Aroma cologne Diego yang hangat, maskulin dan mahal masih menempel di kemejanya. Valerie mengusap dadanya, seakan ingin menghapus sensasi yang terlalu nyata. “Gila,” gumamnya pelan. “Kenapa harus Diego Stanford?”Hari berjalan lambat, Diego tidak muncul lagi di depannya; jadwal rapat yang padat membuat sang CEO sibuk dari satu ruangan ke ruangan lain. Ketika jam pulang tiba, Valerie membereskan mejanya dengan kecepatan ingin segera kabur dari medan perang. Ia mengintip ruangan Diego. Gelap, kosong. Tidak ada bayangan lelaki itu di balik kaca.“Syukurlah…” bisiknyaHari itu tidak boleh diakhiri dengan insiden lain. Ia butuh mandi air panas, butuh ranjangnya, butuh melupakan semua ketegangan yang Diego ciptakan.
ปรับปรุงล่าสุด : 2025-12-06 อ่านเพิ่มเติม