Bagian 26
"Apa maksud kalian?" ucap Ari yang sudah terlanjur masuk ke dalam apartemen Arya. Ari ingin memastikan apa yang dia dengarkan.
"Kau tidak sopan sekali, masuk tanpa permisi," geram Arya. "Salah sendiri password masih sama," sangkal Ari. "Amara, jelaskan kepadaku apa yang kau katakan tadi, apakah benar Shinta telah pergi dengan keadaan hamil?" Amara terdiam. Dia melirik selembar kertas yang tergeletak di meja. Ari yang mengikuti gerakan mata Amara juga melihat kertas itu. Dengan cekatan Ari mengambilnya."Kenapa kalian tidak mengatakan hal ini kepadaku?" "Kami juga baru menemukannya," kilah Amara bahkan dia nampak shock dengan kenyataan yang baru saja dia ketahui. Apakah kau melakukan itu dengan suka sama suka, atau kau memang memperdaya Shinta?" Pertanyaan menohok yang membuat Ari bungkam. Sejujurnya, Ari setengah memaksa Shinta dan memperdaya kepBagian 27Setelah mengantarkan Aisyah dan Azam pulang ke rumah terlebih dahulu, Shinta dan Udin kini melanjutkan perjalanan menuju pabrik."Barang sudah dikirimkan, tapi kenapa kita masih diminta untuk datang? Apakah ada kesalahan? Ataukah barang kita tidak sesuai dengan permintaan mereka?" tanya Shinta yang sambil memeriksa laporan yang dikirim oleh anak buahnya di desa. Semua data sudah menunjukkan jika sudah sesuai dengan permintaan."Kurang tahu, Ta!" jujur Udin. "Kita kesana saja dulu, dan positif thinking saja! Semoga tidak ada suatu hal yang buruk" ucap Udin berusaha tenang. Sebenarnya Udin juga tidak tahu banget tentang bagaimana berbisnis. Dia hanya tahu cara jual beli dan memasarkan barang dagangannya. Tapi sejak adanya Shinta, Udin mulai menyetujui tawaran Shinta untuk menjadi partner bisnis sekaligus supir pribadi Shinta. Dan menjual belikan barang dalam jumlah yang lebih besar."Kau nampak tegang sekali Ta." Shinta membenarkan di dalam
Episode 28Shinta masih betah di dalam mobil, melihat kondisi bagian luar pabrik yang lumayan lengang. "Udin, kira-kira apa yang akan dibahas nanti?" Sumpah, sebetulnya bukan itu yang mengganjal di hati Shinta. Dia merasa belum siap jika harus dipertemukan dengan kekasihnya kembali. Kalau bertemu, apa yang harus dia lakukan? Itulah yang membuatnya dilema saat ini."Tata, aku yakin semua baik-baik saja. Aku malah berharap pak Adi puas dengan kualitas barang yang kita kirimkan, sehingga pabrik menambah permintaannya." Berbeda sekali dengan Shinta, Udin kali ini begitu antusias. Pikirannya dikuasai oleh energi positif."Udin, apa kau yakin?""Tentu!"Udin turun dari mobil dengan semangat, sedangkan Shinta sebenarnya begitu gundah gulana. Entah kenapa bayangan pria yang tidur dengannya di kamar hotel selalu terlintas dipikirannya. Dan sentuhan-sentuhan itu, dia begitu mengenalnya, tapi mengapa Ar, meninggalkan dirinya send
Episode 29"Kenapa katamu?" lirih Shinta hampir tidak terdengar.Kau anggap aku ini apa Ar, kau memilih berkhianat dan membiarkan aku pergi tanpa ingin menghentikan langkahku waktu itu. Kau juga tak bicara apapun kepadaku saat kita bertemu di kafe. Dan setelah tadi malam, kau meninggalkanku di kamar hotel. Aku seperti jalang yang hanya dinikmati satu malam, lalu ditinggal pergi. Namun semua itu hanya mampu Shinta ucapkan di dalam hati."Kau sudah tahu jawabannya!" ketus Shinta yang kemudian pergi tanpa permisi. Sedangkan Ari masih diam mematung, mencoba mencerna kata-kata Shinta."Hai, Shinta, kau banyak melamun sekarang ya?"Udin mengelus rambut Shinta dengan lembut."Kau tanya apa tadi?""Aku lihat kau dan Tuan Ari keluar dari toilet. Dan kalian seperti berbicara serius. Apakah ada masalah antara kau dan dirinya? Apa dia berbuat sesuatu terhadapmu, sepertinya kau nampak tidak suka bertemu dengan dir
Episode 30.Ari berjalan pelan memasuki rumahnya, dia melewati ruang tamu begitu saja, sebab kondisinya memanglah sepi. Seorang pelayan nampak tergopoh-gopoh melewatinya begitu saja. "Bik, kenapa lari-lari," suara Ari menegur seorang pelayan yang sudah tua. Dia adalah Bik Irah, pelayan senior yang sudah mengabdi kepada keluarga Wijaya sebelum Ari dilahirkan."Anu Den, ini mau suruh orang untuk buat susu lagi buat si kecil, takutnya nanti kalau menangis!""Si kecil siapa Bik? Bukankah Amara belum melahirkan?" tanya Ari. Setahunya, saudara dekat mereka juga tidak ada yang memiliki anak kecil."Den Anton tadi pulang dari taman jalan-jalan dengan Nyonya, eh tak tahunya ketika sudah sampai di rumah, ada bayi perempuan di dalam mobilnya Den."Ari, mengernyit heran. "Bayi!" Bik Irah mengangguk mengiyakan."Bagaimana bisa?""Kurang tahu, Den! Yang pasti anak itu cantik banget, wajahnya mirip sama Den Ari da
Episode 31Sore itu, di sebuah taman kota, Aisyah dan Azam juga Mirna pergi ke taman untuk mencari udara segar. Menjelang sore seperti itu, keadaan taman cukup ramai. Banyak juga pedagang kaki lima menjajakan dagangannya di pinggir jalan taman.Beberapa keluarga juga menggelar tikar untuk mereka bersantai melepas penat juga aktivitas yang membuat urat saraf mereka tegang. Aby dan Anin bermain dengan riangnya. Anin yang sudah bisa berjalan terlebih dahulu, tidak mau diam di tempat, ingin selalu kabur."Azam, aku pergi ke sana sebentar ya, tolong kamu jaga Anin," ucap Aisyah sambil membawa Aby. Azam yang sedang asyik bermain game itupun hanya mengangguk. Sebab setahunya masih ada Mirna di dekatnya."Den Azam, aku ingin ke toilet sebentar Den, perutku sepertinya mules ini.""Iya, jangan lama-lama bik!" Azam memegang gadjet tapi juga memegang Anin. Namun sepertinya dia lebih sayang dengan gadjetnya daripada Ani
Bagian 32"Udin, itu suara Anin," teriak Shinta dengan secara dia membuka pintu mobil tanpa menutupnya kembali. Dengan berlari Shinta segera memasuki rumah besar itu tanpa salam ataupun permisi. Udin yang berada di belakangnya, jauh tertinggal."Tata, tunggu Ta," teriak Udin mengikuti langkah kaki Shinta yang begitu cepat. Udin khawatir akan respon sang pemilik rumah nantinya. Shinta bahkan tidak mengucap kata salam ataupun permisi.Flashback"Siapa Udin?" Aisyah nampak curiga, sebab Udin tidak juga mengangkat ponselnya."Ini, ada apa malam-malam begini Joe menelpon," Udin memperlihatkan layar ponselnya kepada Aisyah."Joe!" Cengo Shinta."Angkat saja Udin, siapa tahu itu penting," ucap Aisyah. Udin mengalihkan pandangannya, meminta persetujuan Shinta, yang dibalas dengan anggukan lemah."Hallo, selamat malam Tuan!""Selamat malam Tuan Joe, emmh maaf sebelumnya, kenapa Anda mengh
Bagian 33Ari keluar dari ruang kerja Anton. Tujuan utamanya adalah memperbaiki hubungannya dengan Shinta. Cukup sudah akan segala penderitaan yang ditanggung oleh gadis itu sendirian. Sebenarnya, bukan maksud hati untuk melukai gadis itu, rasa cintanya yang begitu besar, membuatnya harus memilih jalan berliku. Rela berkorban perasaan demi pemilik jiwa yang begitu dia cintai.Ari membuka perlahan pintu kamar tamu yang menjadi tempat Shinta menidurkan anaknya."Shin Shin, bolehkah aku masuk?" Ingin rasanya Ari menubruk gadis ini dan membawanya kedalam pelukan. Namun sepertinya dia harus urungkan niat itu, tatapan Shinta selalu tidak bersahabat, membuat Ari mengurung niatnya di dalam hati."Aku tidak punya wewenang untuk melarang bukan?" Shinta tentu tahu pasti sifat Ari, pemaksa yang handal. Bahkan Ari dulu sering membuat Shinta melakukan yang bertentangan dengan hati, tentu saja kerena menuruti kemauan Ari. Sayangnya, sampai sekarang Shinta be
Bagian 34Jika semua kau anggap permainan, maka aku akan memilih menangguhkan. Cinta yang ku punya telah pecah menjadi serpihan hati yang ku benci.Aku memberikan ketulusan hati dan pengorbanan dengan sepenuhnya, namun yang kurasakan hanyalah goresan luka yang membuatku enggan merasakan cinta lagi. ~Shinta~Pagi terlihat cerah, secerah mentari pagi yang tersenyum ceria. Tapi tidak dengan Shinta yang terlihat tidak bergairah.Kejadian semalam masih membekas di ingatannya. Perhatian dan kekhawatiran yang ditunjukkan oleh Ari, membuatnya semakin merana. Shinta bahkan tidak bisa membedakan antara benci dan cinta. Rindu dan sakit hadir bersamaan. Shinta membenci hatinya yang masih memiliki rasa, juga benci akan ingatannya yang masih menyimpan luka.Udin menyetir dengan kecepatan sedang. Mungkin perjalanan tinggal satu jam lagi kini mereka sudah memasuki k