"Halwa ... " panggil seseorang dari arah belakangnya, membuat langkah Halwa terhenti.
Aroma yang pernah sangat Halwa kenali dulu menyeruak masuk memenuhi indra penciumannya, membuat Halwa seolah-olah Tersihir hingga punggungnya seketika itu juga membeku."Aku sangat merindukanmu," ujar Edzhar setelah sampai di samping Halwa."Edzhar ... " desah Halwa. Ia menatap penuh wajah yang tidak pernah ia lihat lagi selama tiga tahun ini, lalu hatinya kembali merasa sakit, hingga Halwa bergegas meninggalkannya.Halwa berpikir setelah bertahun-tahun terlewati, ia akan bisa menatap Edzhar tanpa merasakan kesakitannya yang dulu, dan menganggap pria itu layaknya sahabat Victor yang lainnya.Tapi ternyata ia salah ... Cukup melihat wajah itu satu kali, dan luka di hatinya langsung kembali terbuka lebar. Pria itu adalah sumber dari segala kesakitannya."Halwa tunggu!" cegah Edzhar sambil menahan lengannya."Lepas, Ed!" teriak Halwa samb"Jadi insiden kapal pesiar itu sengaja direncanakan Tita untuk menjebak Aira?" tanya Victor setelah Edzhar selesai menceritakan semuanya.Tragedi itulah awal dari penderitaan Halwa. Ia lolos dari perangkap jahat Tita, tapi malah jatuh ke dalam jerat Edzhar. Victor yakin betul, saat mengetahui semua kebenaran itu, pasti Edzhar tersiksa oleh rasa bersalahnya.Bagaimana tidak? pria itu dengan kejam telah melakukan hal buruk pada Halwa, membuat Halwa tersiksa lahir dan batin, menjadikan dua bulan hidup wanita itu laksana berada di dalam neraka."Ya ... Kalian pasti menertawakan kebodohanku, ya kan? Tertawa dan hina saja aku, kalian tidak salah, aku memang terlalu mudah dibodohi wanita itu," desah Edzhar sambil menatap sendu satu-persatu sahabatnya itu."Tidak ada satupun dari kami yang akan menertawakanmu, Ed. Di banding orang lain, kami yang paling tahu betapa pandai dan cakapnya kau dalam hal apapun, ya kecuali dalam hal asmara. Kau pintar dengan se
Edson baru akan menghampiri Victor ketika Halwa menggendongnya, dan tanpa repot basa-basi lagi, ia langsung membawa putranya itu kembali masuk ke dalam Villa. "Aku akan bicara dengan Aira sebentar!" seru Victor lalu berdiri dan segera menyusul tunangannya itu. "Ay, tunggu Ay!" Halwa menghentikan langkahnya, ia memberikan tatapan dongkolnya pada Victor, "Kenapa pria itu masih berada di sini? Kenapa kamu bersikap baik padanya?" cecarnya. "Kalian di sini rupanya? Tamu-tamu sudah mencari kalian, ayo ke belakang lagi!" seru mama sambil menarik lengan Halwa. "Poppa ... " rengek Edson mengangkat kedua tangannya minta digendong Victor. "Berikan Edson padaku, kamu temani tamu-tamu saja terlebih dahulu yaa," bujuk Victor. "Sebentar, Ma. Ada yang ingin aku bicarakan pada Victor dulu," ujar Halwa sambil melepaskan lengannya dari genggaman mamanya itu. "Tapi tamu-tamu ... "
"Poppa ... Aku punya dedek!" pekiknya dengan riang dan Victor mengangguk, ia pun menghapus air mata di sudut matanya. Ia dan juga sahabatnya yang lain, sama terharunya saat melihat pertemuan ayah dan anak itu yang mengharu biru. Edson kembali ,mengalihkan perhatiannya ke Edzhar, "Jadi kapan aku bisa ketemu sama dedek Vanessa?" tanyanya dengan nada tidak sabar. "Secepatnya ... " jawab Edzhar. Ia tidak bisa menjanjikan kapannya, karena ia juga belum tahu Halwa bersedia bertemu dengannya atau tidak. Tapi seandainya pun Halwa tidak mau bertemu dengannya, ia akan tetap mempertemukan Edson dengan saudarinya, meski putranya itu tidak mengetahui kalau Vanessa adalah adik kandungnya. Edzhar mengangkat dan menggendong Edson, lalu beralih menatap Victor, "Apa Halwa bersedia bicara denganku?" tanyanya. "Satu-satu, Ed. Membawa Edson padamu saja sudah membuatku d
"Membicarakan apa? Menjelaskan apa?" tanya Halwa bingung."Vanessamu dan Edzhar masih hidup, Ay ... "Halwa mengerutkan keningny, ia merasa sangat bingung, luar biasa bingung. Ia menatap penuh mata tunangannya itu,"Vic, jangan becanda ini tidak lucu!" keluhnya.Meski bibirnya mengeluarkan keluhan itu, jantungnya mulai berdebar dengan sangat cepat selama ia menunggu balasan dari tunangannya itu."Apa aku terlihat tengah becanda, Ay? Apa aku pernah becanda jika menyangkut orang yang aku kasihi? Yang kamu sayangi?" tanya Victor dengan nada lembut, tidak sedikitpun ia marah dengan kecurigaan Halwa padanya.Halwa menggelengkan kepalanya, ia munduru beberapa langkah ke belakangnya,"Itu tidak mungkin ... Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri vanessaku itu sudah tidak bernapas, Vic!" sangkalnya, ia menangkup mulutnya dengan kedua mata yang membola,"Itu tidak mungkin ... " lanjutnya, air mata mulai membasahi kedua
Edzhar menahan pintu kamar tempat Vanessa tertidur, dengan plester kompres demam yang menempel pada keningnya. Dengan langkah pelan dan kedua mata yang sudah dibanjiri air matanya itu, Halwa mendekati putrinya yang entah kenapa terlihat rapuh itu,"Vanessa ... " gumamnya lirih.Halwa nangis sesengukan sambil berlutut di samping tempat tidur Vanessa, tangannya yang gemetar meraih tangan mungil putrinya itu, yang terlihat jauh lebih kecil dari tangan putranya, Edson."Vanessa, putriku ... " desahnya sambil menciumi punggung tangan putrinya itu yang masih terasa hangat.Ia menempelkannya di pipinya, merasakan hawa panas yang mengalir dari telapak tangan Vanessa ke pipinya. Sementara tangan lainnya membelai lembut rambut putrinya itu.Tadi di sepanjang jalan Halwa sudah menyiapkan dirinya untuk tidak nangis, untuk terus terlihat kuat saat bertemu dengan putrinya nanti. Karena seorang anak bisa merasakan juga kesedihan ibunya, terutama anak ba
Kontak skin to skin, dan dekapan lembut Halwa itu memiliki efek psikologis menenangkan, dan memberikan rasa nyaman pada Vanessa, hingga putrinya itu pun tidur dengan sangat nyenyaknya.Ibu dan anak itu sama-sama tertidur lelap hingga Halwa terbangun karena sentuhan tangan lembut seseorang di pipinya,"Anne ... " sapa Vanessa saat Halwa membuka kedua matanya.Selama ini Vanessa hanya bisa melihat foto-foto Halwa yang terpajang di rumahnya saja. Dan saat bisa melihat Annenya itu secara langsung, membuat anak itu terlihat ragu-ragu, antara Halwa nyata ada atau hanya ia bermimpi seperti biasanya saja.Kedua bola matanya seketika berkaca-kaca saat melihat senyum hangat Halwa,"Hai, cantik ... " sapa Halwa dengan suara parau, dan seketika itu juga tangis Vanessa pecah,"Anne ... Anne ... " isaknya sambil memeluk erat Halwa, seolah-olah takut kalau ia melepasnya Halwa akan kembali menghilang."Iya, Sayang. Ini Anne ... " ujar
"Bisa kita bicara di kamarmu, Neya?" tanya mommy Rycca.Anne Neya melirik sekilas Edzhar yang masih termenung di balkon sambil melihat icon Paris itu, sebelum akhirnya mengangguk."Apa yang ingin kamu bicarakan?" tanyanya setelah menutup pintu kamarnya."Aku yang telah membocorkan pertunangan Halwa denganputraku pada Edzhar," aku mommy Rycca sambil duduk salah satu sofa santai yang berada di dalam kamar itu.Sambil mengerutkan keningnya, anne Neya bergegas menghampiri dan duduk di sofa sebelahnya,"Jadi kamu yang mengirim pesan itu? Kenapa?" tanyanya lagi.Mommy Rycca mengurut keningnya sambil menyandarkan punggungnya di sofa, ia pun masih tidak habis pikir dengan tindakan impulsifnya itu,"Entahlah ... " hanya itu jawaban yang keluar dari mulutnya."Jangan bilang kamu sebenarnya tidak merestui hubungan putramu dengan Halwa?" tebak anne Neya sambil menyipitkan kedua matanya.Melihat sahabatnya yang tida
"Apa yang ingin kau bicarakan, Ed?" tanya Victor sesampainya mereka di Balkon.Sahabatnya itu terlihat sangat kacau, tidak Edzhar yang selama ini ia kenal, yang selalu terlihat rapi dan penuh percaya diri. Malam ini, pria itu jauh lebih kacau dari saat di Villa tadi.Kedua tangan Edzhar berpegangan pada pagar balkon, sementara matanya menatap nanar ke arah Menara Eiffel, yang menampakkan cahaya warna-warni. Efek jingga keemasan yang sangat indah terlihat dari tigaratus tigapuluh enam lampu sorot natrium yang dipasang di struktur menara itu.Ya, itulah Paris ... Terlihat jauh lebih indah dan romantis saat malam hari. Romantis bagi mereka yang sedang dimabuk cinta, tapi terasa hampa bagi Edzhar, pria yang akan menyerahkan dua orang wanita yang paling ia cintai itu pada sahabatnya, Victor."Ed ... " panggil Victor lagi.Dengan enggan Edzhar mengalihkan perhatiannya dari icon Paris itu ke sahabatnya, ia menguatkan dirinya saat mengatakan deng
"Kamu bicarakan dulu berdua sama Edzhar, yaa ... " bujuk Victor setelah menceritakan niat Edzhar tadi."Tapi, Vic ... ""Ay ... Bagaimanapun juga kalian harus tetap membahas masalah pengasuhan Edson dan Vanessa. Daripada terus menundanya lebih baik kalian selesaikan sekarang, biar kalian sama-sama enak."Halwa mendesah pelan, ia melirik Edzhar yang tengah berbincang serius dengan anne Neya, sementara Vanessa sedang disuapi suster Mia."Aku takut Edzhar akan membujukku lagi seperti semalam, Vic.""Ya, Edzhar sudah mengatakannya padaku. Dan kamu tenang saja, niatnya sudah bulat untuk tidak mengusik hubungan kita, dan bersedia menyerahkan hak asuh penuh anak-anak padamu.""Benarkah?" tanya Halwa, dan Victor menganggukkan kepalanya tanpa keraguan sedikitpun."Baiklah aku percaya padamu.," ujarnya.Setelah matanya bertemu mata dengan Edzhar, lewat isyarat matanya, Halwa meminta pria itu untuk ikut ke balkon bersamany
"Apa yang ingin kau bicarakan, Ed?" tanya Victor sesampainya mereka di Balkon.Sahabatnya itu terlihat sangat kacau, tidak Edzhar yang selama ini ia kenal, yang selalu terlihat rapi dan penuh percaya diri. Malam ini, pria itu jauh lebih kacau dari saat di Villa tadi.Kedua tangan Edzhar berpegangan pada pagar balkon, sementara matanya menatap nanar ke arah Menara Eiffel, yang menampakkan cahaya warna-warni. Efek jingga keemasan yang sangat indah terlihat dari tigaratus tigapuluh enam lampu sorot natrium yang dipasang di struktur menara itu.Ya, itulah Paris ... Terlihat jauh lebih indah dan romantis saat malam hari. Romantis bagi mereka yang sedang dimabuk cinta, tapi terasa hampa bagi Edzhar, pria yang akan menyerahkan dua orang wanita yang paling ia cintai itu pada sahabatnya, Victor."Ed ... " panggil Victor lagi.Dengan enggan Edzhar mengalihkan perhatiannya dari icon Paris itu ke sahabatnya, ia menguatkan dirinya saat mengatakan deng
"Bisa kita bicara di kamarmu, Neya?" tanya mommy Rycca.Anne Neya melirik sekilas Edzhar yang masih termenung di balkon sambil melihat icon Paris itu, sebelum akhirnya mengangguk."Apa yang ingin kamu bicarakan?" tanyanya setelah menutup pintu kamarnya."Aku yang telah membocorkan pertunangan Halwa denganputraku pada Edzhar," aku mommy Rycca sambil duduk salah satu sofa santai yang berada di dalam kamar itu.Sambil mengerutkan keningnya, anne Neya bergegas menghampiri dan duduk di sofa sebelahnya,"Jadi kamu yang mengirim pesan itu? Kenapa?" tanyanya lagi.Mommy Rycca mengurut keningnya sambil menyandarkan punggungnya di sofa, ia pun masih tidak habis pikir dengan tindakan impulsifnya itu,"Entahlah ... " hanya itu jawaban yang keluar dari mulutnya."Jangan bilang kamu sebenarnya tidak merestui hubungan putramu dengan Halwa?" tebak anne Neya sambil menyipitkan kedua matanya.Melihat sahabatnya yang tida
Kontak skin to skin, dan dekapan lembut Halwa itu memiliki efek psikologis menenangkan, dan memberikan rasa nyaman pada Vanessa, hingga putrinya itu pun tidur dengan sangat nyenyaknya.Ibu dan anak itu sama-sama tertidur lelap hingga Halwa terbangun karena sentuhan tangan lembut seseorang di pipinya,"Anne ... " sapa Vanessa saat Halwa membuka kedua matanya.Selama ini Vanessa hanya bisa melihat foto-foto Halwa yang terpajang di rumahnya saja. Dan saat bisa melihat Annenya itu secara langsung, membuat anak itu terlihat ragu-ragu, antara Halwa nyata ada atau hanya ia bermimpi seperti biasanya saja.Kedua bola matanya seketika berkaca-kaca saat melihat senyum hangat Halwa,"Hai, cantik ... " sapa Halwa dengan suara parau, dan seketika itu juga tangis Vanessa pecah,"Anne ... Anne ... " isaknya sambil memeluk erat Halwa, seolah-olah takut kalau ia melepasnya Halwa akan kembali menghilang."Iya, Sayang. Ini Anne ... " ujar
Edzhar menahan pintu kamar tempat Vanessa tertidur, dengan plester kompres demam yang menempel pada keningnya. Dengan langkah pelan dan kedua mata yang sudah dibanjiri air matanya itu, Halwa mendekati putrinya yang entah kenapa terlihat rapuh itu,"Vanessa ... " gumamnya lirih.Halwa nangis sesengukan sambil berlutut di samping tempat tidur Vanessa, tangannya yang gemetar meraih tangan mungil putrinya itu, yang terlihat jauh lebih kecil dari tangan putranya, Edson."Vanessa, putriku ... " desahnya sambil menciumi punggung tangan putrinya itu yang masih terasa hangat.Ia menempelkannya di pipinya, merasakan hawa panas yang mengalir dari telapak tangan Vanessa ke pipinya. Sementara tangan lainnya membelai lembut rambut putrinya itu.Tadi di sepanjang jalan Halwa sudah menyiapkan dirinya untuk tidak nangis, untuk terus terlihat kuat saat bertemu dengan putrinya nanti. Karena seorang anak bisa merasakan juga kesedihan ibunya, terutama anak ba
"Membicarakan apa? Menjelaskan apa?" tanya Halwa bingung."Vanessamu dan Edzhar masih hidup, Ay ... "Halwa mengerutkan keningny, ia merasa sangat bingung, luar biasa bingung. Ia menatap penuh mata tunangannya itu,"Vic, jangan becanda ini tidak lucu!" keluhnya.Meski bibirnya mengeluarkan keluhan itu, jantungnya mulai berdebar dengan sangat cepat selama ia menunggu balasan dari tunangannya itu."Apa aku terlihat tengah becanda, Ay? Apa aku pernah becanda jika menyangkut orang yang aku kasihi? Yang kamu sayangi?" tanya Victor dengan nada lembut, tidak sedikitpun ia marah dengan kecurigaan Halwa padanya.Halwa menggelengkan kepalanya, ia munduru beberapa langkah ke belakangnya,"Itu tidak mungkin ... Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri vanessaku itu sudah tidak bernapas, Vic!" sangkalnya, ia menangkup mulutnya dengan kedua mata yang membola,"Itu tidak mungkin ... " lanjutnya, air mata mulai membasahi kedua
"Poppa ... Aku punya dedek!" pekiknya dengan riang dan Victor mengangguk, ia pun menghapus air mata di sudut matanya. Ia dan juga sahabatnya yang lain, sama terharunya saat melihat pertemuan ayah dan anak itu yang mengharu biru. Edson kembali ,mengalihkan perhatiannya ke Edzhar, "Jadi kapan aku bisa ketemu sama dedek Vanessa?" tanyanya dengan nada tidak sabar. "Secepatnya ... " jawab Edzhar. Ia tidak bisa menjanjikan kapannya, karena ia juga belum tahu Halwa bersedia bertemu dengannya atau tidak. Tapi seandainya pun Halwa tidak mau bertemu dengannya, ia akan tetap mempertemukan Edson dengan saudarinya, meski putranya itu tidak mengetahui kalau Vanessa adalah adik kandungnya. Edzhar mengangkat dan menggendong Edson, lalu beralih menatap Victor, "Apa Halwa bersedia bicara denganku?" tanyanya. "Satu-satu, Ed. Membawa Edson padamu saja sudah membuatku d
Edson baru akan menghampiri Victor ketika Halwa menggendongnya, dan tanpa repot basa-basi lagi, ia langsung membawa putranya itu kembali masuk ke dalam Villa. "Aku akan bicara dengan Aira sebentar!" seru Victor lalu berdiri dan segera menyusul tunangannya itu. "Ay, tunggu Ay!" Halwa menghentikan langkahnya, ia memberikan tatapan dongkolnya pada Victor, "Kenapa pria itu masih berada di sini? Kenapa kamu bersikap baik padanya?" cecarnya. "Kalian di sini rupanya? Tamu-tamu sudah mencari kalian, ayo ke belakang lagi!" seru mama sambil menarik lengan Halwa. "Poppa ... " rengek Edson mengangkat kedua tangannya minta digendong Victor. "Berikan Edson padaku, kamu temani tamu-tamu saja terlebih dahulu yaa," bujuk Victor. "Sebentar, Ma. Ada yang ingin aku bicarakan pada Victor dulu," ujar Halwa sambil melepaskan lengannya dari genggaman mamanya itu. "Tapi tamu-tamu ... "
"Jadi insiden kapal pesiar itu sengaja direncanakan Tita untuk menjebak Aira?" tanya Victor setelah Edzhar selesai menceritakan semuanya.Tragedi itulah awal dari penderitaan Halwa. Ia lolos dari perangkap jahat Tita, tapi malah jatuh ke dalam jerat Edzhar. Victor yakin betul, saat mengetahui semua kebenaran itu, pasti Edzhar tersiksa oleh rasa bersalahnya.Bagaimana tidak? pria itu dengan kejam telah melakukan hal buruk pada Halwa, membuat Halwa tersiksa lahir dan batin, menjadikan dua bulan hidup wanita itu laksana berada di dalam neraka."Ya ... Kalian pasti menertawakan kebodohanku, ya kan? Tertawa dan hina saja aku, kalian tidak salah, aku memang terlalu mudah dibodohi wanita itu," desah Edzhar sambil menatap sendu satu-persatu sahabatnya itu."Tidak ada satupun dari kami yang akan menertawakanmu, Ed. Di banding orang lain, kami yang paling tahu betapa pandai dan cakapnya kau dalam hal apapun, ya kecuali dalam hal asmara. Kau pintar dengan se