Share

Setiap Momen adalah Kamu
Setiap Momen adalah Kamu
Penulis: Jane Lestari

Bab 1

Penulis: Jane Lestari
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-28 08:59:35

Suasana tampak mencekam. Ke dua orang itu saling menatap tajam, penuh amarah. Sedang bocah laki-laki itu terdiam di pojok, juga dengan tatapan penuh benci.

ā€œWanita sialan! Aku sudah melarangmu membawa anak bodoh ini. Kamu lihat apa yang sudah dilakukannya?ā€ ucap pria itu.

Wanita itu menggerenyotkan bibir, tak percaya pada apa yang didengarnya. ā€œKamu tidak pernah sadar ya, otaknya itu turunan dari siapa? Dari kamu!ā€ sahut wanita itu, memaki.

Kembali, pria itu mendaratkan tamparan kerasnya. Hidung wanita itu akhirnya mengeluarkan darah segar.

Bocah laki-laki itu menangis dan melemparkan botol minuman yang sedari tadi ada di tangannya.

ā€œKamu memang pria berengsek!!ā€ teriak wanita itu lantas melemparkan asbak yang ada di atas meja di sampingnya.

Suasana benar-benar hilang kendali.

ā€œJangan!!ā€ Dia membuka mata, dan tersadar. Sekujur tubuhnya basah oleh keringat. Napasnya terputus-putus, serasa baru saja berlari dari kejaran binatang buas.

Dia menenangkan diri.

Dia melihat jam di meja samping tempat tidurnya. Dia lantas mengambil handuk menuju kamar mandi.

---

Big Land, pukul 09.00.

Seorang wanita muda, penampilan sangat rapi, dengan blazer cokelat dipadukan dengan rok panjang warna senada, melangkah dengan tegap menuju ruangan Direktur Keuangan.

ā€œBu, sudah ditunggu di ruangan Pak Dimas,ā€ ucapnya setelah membuka pintu. Dia adalah sekretaris Direktur Keuangan, Asti Ayuningtyas.

Seorang wanita di balik meja bertuliskan Direktur Keuangan menoleh dan menatap, ā€œMemangnya ada jadwal pertemuan hari ini?ā€ tanyanya. Dia adalah Direktur Keuangan Big Land, Indah Efrina.

ā€œIya Bu, kemarin saya sudah serahkan jadwalnya.ā€

Indah buru-buru membuka berkas yang terpampang di atas mejanya. Dia lantas menarik napas panjang.

ā€œMengapa aku bisa lalai seperti ini?ā€ sesalnya.

Asti hanya tersenyum.

Indah lantas bergegas menyusun dokumen yang harus dibawa ke ruang rapat, dan segera berlalu dari pandangan Asti.

Di ruang rapat, tampak Dimas bersama dua orang pria.

Dimas Aryaguna adalah CEO Big Land, salah satu perusahaan konstruksi terbesar di Jakarta. Pria berusia 55 tahun yang selalu terlihat lebih muda dari usianya.

Menyadari kehadiran dua orang pria asing di ruangan itu, langkah Indah terhenti, tepat di ambang pintu ruang rapat. Tiga pasang mata, bersamaan menatap ke arahnya.

Mata Indah membelalak, dan dia menelan ludah, mendapati wajah seseorang yang baru saja ditemuinya pagi tadi.

---

Terjadi keributan di perempatan jalan. Sebuah sedan kuning bertabrakan dengan sepeda motor Sport, pun berwana kuning.

Tampak wanita pengendara mobil turun dengan wajah menahan marah. ā€œMaaf, apa Mas punya mata?ā€ ucapnya, menatap tajam.

Pria di hadapannya, pun, seketika memberikan tatapan yang sama. Pria muda itu turun dari kendaraannya.

ā€œLampu jalan jelas menandakan jalur ini berhenti! Motor aja yang mahal, otak gak kepake!ā€ sambung Indah, menohok.

ā€œHei, hati-hati dengan mulut Mbak yang manis itu! Coba Mbak lihat baik-baik. Saya atau Mbak yang gak punya mata?!ā€ sahut pria itu, tak kalah tajam, menunjuk Indah.

Indah menoleh ke arah lampu jalan. Raut wajah Indah seketika berubah. Dia menarik napas panjang.

Ya Allah, kenapa aku ini?

ā€œMa—"

Belum sempat Indah menyelesaikan kalimatnya, pria itu kembali naik ke atas motor, dengan sorot mata emosi. Tanpa kata, meninggalkan Indah yang masih terdiam di tempatnya.

ā€œAku belum minta maaf, dia sudah pergi.ā€ Indah terus bergumam, menyadari kesalahan besar yang dia perbuat.

---

Tower Electrics Mahakarya

ā€œKamu kenapa? Pagi-pagi sudah gak mood gitu?ā€ tanya Aditya, mendapati pria yang baru saja masuk ke ruangannya, dengan wajah tegang.

Perkenalkan, Rakha Langit Ahmad, usianya 32 tahun. Salah satu Direktur di Tower Electrics Mahakarya. Dia salah satu penerima penghargaan Best Young Executive dari Majalah Bisnis terkemuka tahun 2020.

ā€œBenar-benar pagi yang memuakkan! Udah bad mood dari rumah, di jalan, ketemu cewek stres!ā€

Mata Aditya melebar. Ya seperti biasa, mana ada yang membuatmu nyaman, selain dirimu sendiri, batinnya.

ā€œPasti—"

Aditya belum menyelesaikan kalimatnya, Rakha memotong seperti biasa, ā€œKok, ada ya cewek seperti itu? Tampak terpelajar, tapi membedakan lampu lalu lintas aja gak bisa?ā€

Aditya kembali menarik napas panjang. Sebaiknya aku diam, gumamnya.

ā€œKamu lagi sakit gigi ya?ā€

ā€œHa?ā€ jawab Aditya, heran. ā€œSakit gigi?ā€ Rakha mengulang. Aditya menggeleng.

Rakha menarik napas panjang. Dia berbalik dan keluar dari ruangan itu.

ā€œAda apa sih dengan pria ini. Pagi-pagi sudah menyebalkan!ā€ ucap Aditya, melihat sikap Rakha yang berlalu begitu saja tanpa permisi.

Tampak dua wanita muda, berjalan lebih cepat menuju ruangannya. ā€œCepat, Pak Rakha sudah menuju ke sini,ā€ ujarnya pada rekan di sampingnya. Mereka terus mempercepat langkah.

Keduanya langsung sigap berdiri di meja masing-masing, dan beberapa detik kemudian Rakha sudah melintas di hadapan mereka.

ā€œUntunglah,ā€ ujar Rani, setelah pria itu masuk ke ruangannya. ā€œHampir saja,ā€ sambung Nilam, membuang napas.

ā€œUdah aku bilang, kamu jangan lama-lama. Hampir saja, kita dapat kalimat manis dari Direktur manis itu,ā€ sambung Rani.

ā€œDokumen yang diminta pak Rakha, sudah kamu siapkan?ā€ tanya Nilam, pelan. Rani terpaku. ā€œOh my god,ā€ ucapnya, sambil mengambil semua dokumen di laci mejanya.

Nilam hanya tersenyum dan berucap, ā€œSemoga selamat ya.ā€

Rani menarik napas panjang, menatap pasrah.

Beberapa menit kemudian, Aditya sudah berada di ruangan Rakha.

ā€œBos, ingat kan, kita ada janji ke om Dimas siang ini?ā€ tanya Aditya. Rakha menarik napas panjang. ā€œMeeting dengan Cakra Tunggal?ā€

ā€œSore!ā€ jawab Aditya. ā€œKenapa lagi?ā€ sambungnya, melihat Rakha hanya diam.

ā€œKamu kan tahu, aku menghindari kontrak bisnis dengan om Dimas. Aku gak cocok!ā€ ungkap Rakha.

ā€œTerus, ngapaian kamu setujui kontraknya?ā€

ā€œGak enak nolak!ā€

Adit terkekeh. Mata Rakha membelalak, menghentikan tawa Aditya seketika.

Selalu saja aku salah.

ā€œAyo!ā€ Rakha seketika berdiri, dan berjalan meninggalkan ruangannya. ā€œBetul-betul, jika dia bukan bos, sudah akuā€”ā€ 

ā€œGak mau ikut?ā€

Aditya tersentak, mendapati Rakha kembali ke hadapannya.

ā€œAyo.ā€ Aditya salah tingkah, dan berbalik meninggalkan Rakha.

Rakha menarik bibir tanda tak percaya. ā€œYang bos ini siapa? Aku atau dia?ā€

Aditya Utama adalah sahabat Rakha. Dia adalah sekretaris merangkap sopir. Dia yang selalu setia mendampingi Rakha di seluruh aktivitasnya. Mulai urusan kantor sampai urusan pribadi.

ā€œTante Rosa nginap semalam?ā€ Aditya memulai percakapan.

Rakha hanya diam, menatap, ke luar jendela mobilnya.

Dia kenapa lagi? Aditya membatin, sambil menarik napas panjang. Dia selalu serba salah memulai percakapan dengan sahabatnya itu.

ā€œMama, lagi, bertanya tentang pernikahan!ā€

Aditya kembali tersenyum, tetap fokus membawa kendaraannya.

Pasti, jelas. Pria yang hanya fokus pada dirinya, akan terganggu dengan kata pernikahan, ucap Adit, dalam hati.

Rakha, belum pernah dekat dengan seorang wanita. Kalaupun ada wanita yang dekat dengannya, itu hanya demi menjaga gengsinya sebagai seorang eksekutif muda. Tapi, tidak ada yang benar-benar membuatnya jatuh hati.

ā€œAku bingung, menjawab pertanyaan yang sama setiap hari.ā€

ā€œMakanya nikah!ā€ sahut Adit, tanpa sadar. Rakha kembali menatap tajam. ā€œYa itu, maksud aku. Ehmā€”ā€ Tak ada kalimat lanjutan. Selalu salah, gumam Aditya.

ā€œApakah tidak cukup, memiliki anak yang keren, karier cemerlang, idaman semua wanita, seperti aku ini?ā€ ucap Rakha, memanaskan telinga Adit.

Mulai deh!

Beberapa menit sisa perjalanan, suasana menjadi hening. Sampai mereka memasuki gedung Big Land.

Rakha dan Aditya menyusuri gedung kantor bertingkat sepuluh itu.

ā€œRakha Langit Ahmad?ā€ bisik seorang wanita muda pada rekannya, melihat ke dua pria itu melintas.

ā€œKamu kenal?ā€

ā€œKamu gak baca Majalah Indonesia Business Daily?ā€

ā€œEmang kenapa?ā€

ā€œRakha itu, paling populer tahun ini sebagai Young Executif. Udah keren, tampan, kaya, uhhh sempurna.ā€

Keduanya berlanjut hening, saling menatap.

----

ā€œWah, Rakha Langit Ahmad. Keponakan terkeren, akhirnya datang juga,ā€ sambut Dimas, mendekap Rakha.

ā€œAditya, apa kabar?ā€

ā€œBaik, Om.ā€

ā€œSilakan duduk,ā€ ucap Dimas, diikuti oleh Rakha dan Aditya. ā€œAkhirnya, sekian lama, kamu mau juga berkunjung ke sini,ā€ sambung Dimas.

Dimas menatap Aditya, setelah mendapati sikap Rakha yang dingin seperti biasa. Aditya hanya tersenyum, dan Dimas jelas paham komunikasi itu.

ā€œJadi, kamu bersedia kan, berkantor sementara di sini? Selama Om menemani tante kamu?ā€ tanya Dimas.

ā€œMemang ada pilihan lain?ā€ jawab Rakha, masih sinis.

ā€œOke kalau begitu, Om ucapkan selamat datang di Big Land,ā€ sambung Dimas, kembali memeluk Rakha, dengan respons yang masih sama dinginnya.

Dimas hanya tersenyum melihat sikap keponakannya itu.

ā€œOke, saya akan perkenalkan kamu, dengan orang kepercayaan Om. Dia staf terbaik yang selalu mendampingi Om selama ini. Om pastikan, kalian cocok. Dia cerdas, disiplin, dan sangat bisa diandalkan.ā€

ā€œMana ada yang bisa selevel dengan Rakha Langit Ahmad?ā€ sahut Rakha. Aditya kembali mengedipkan mata dengan cepat. Dimas pun hanya tersenyum.

----

ā€œDia… ,ā€ ujar Rakha sambil menunjuk ke arah Indah, yang masih berdiri kaku di depan pintu.

ā€œMbak Indah, silakan masuk,ā€ ucap Dimas.

Ya Allah…

Indah berusaha menenangkan diri. Perasaan bersalah masih menguasai dirinya. Dia menarik napas panjang, dan mendekat ke tempat Dimas.

ā€œRakha, kamu kenapa?ā€ Dimas merasa aneh dengan sikap Rakha. Dia terus menatap dengan mata tajam ke arah Indah.

ā€œGak apa-apa Om,ā€ jawabnya, masih dengan sikap yang sama.

ā€œMbak Indah, saya mau kenalkan, Direktur sementara yang akan memimpin perusahaan, selama saya dan ibu tidak berada di Jakarta.ā€

Indah menggangguk dengan senyuman dipaksakan.

ā€œRakha Langit Ahmad. Dia selama ini di Tower Electrics Mahakarya. Saya yakin kamu kenal baik dengan perusahaan itu. Dan ini Aditya Utama, yang akan mendampingi Rakha.ā€

ā€œSalam kenal Mbak Indah,ā€ ucap Aditya, ramah. ā€œIya, Pak,ā€ sahut Indah, berusaha tersenyum.

Dimas makin merasa ada yang aneh, dengan sikap Rakha dan Indah yang berbeda.

ā€œKalian sudah pernah bertemu sebelumnya?ā€ tanya Dimas mulai curiga.

ā€œI—" Kalimat Indah terpotong oleh Rakha. ā€œTidak kok Om. Saya belum pernah bertemu dengan dia. Waktu saya itu habis bekerja, jadi jelas saya tidak punya waktu untuk bertemu dengan orang baru, apalagi wanita bodoh!ā€

Indah tersentak. Dia mengangkat wajahnya, menatap tajam ke arah Rakha. Akhirnya kedua pasang mata yang diliputi amarah itu, bertemu.

Terpaku beberapa detik, Indah akhirnya sadar. Dia segera kembali ke ruangannya. Dimas mendapati mata Rakha terus mengamati Indah, sampai wanita itu menghilang dari ruangan itu.

ā€œRakha, kamu kenapa? Tatapanmu sedari tadi selalu sinis pada Indah?ā€ tanya Dimas. ā€œGak kok Om. Perasaam Om saja,ā€ jawab Rakha singkat.

ā€œOke, kalau begitu kita kembali ke pembahasan sebelumnya. Kamu dan Aditya mulai bekerja di sini, besok. Om sudah sampaikan ke mama kamu. Sementara ini, kamu fokus ke Big Land. Kamu satu-satunya, yang bisa Om andalkan.ā€

ā€œPasti!ā€ sahut Rakha.

Suasana jeda sedikit terasa. Ketiganya terdiam, sibuk dengan pikirannya masing-masing. Wanita itu, tidak meminta maaf kejadian pagi tadi? Benar-benar ya, wanita tidak beretika!! batin Rakha.

Ada apa ini? Ini orang pada mikirin apa? Aditya pun merasa aneh, membaca sikap diam Dimas dan Rakha.

----

Indah tiba di ruangannya dengan suasana hati yang tidak nyaman. Dia membuang berkas ke sofa. ā€œAda ya pria seperti itu? Sombong gak ketulungan!!!ā€

Asti yang mendapati Indah  dengan sikap tak biasa, langsung bergegas mendekat.

ā€œBu, ada masalah?ā€

Indah menarik napas panjang. Dia menjatuhkan badannya di kursi kerjanya.

ā€œGimana berkas ET, sudah siap?ā€ lanjut Indah. ā€œSudah Bu. Apa saya siapkan sekarang?ā€

Indah tidak menjawab, dia menatap kosong. ā€œIbu, baik-baik saja, kan?ā€ tanya Asti, yang makin yakin, atasannya itu sedang tidak baik-baik saja.

ā€œGak tau Asti. Hari ini saya seperti tidak bisa fokus.ā€

ā€œIni sudah jam makan siang Bu. Saya siapkan makan siang?ā€ Asti mengingatkan. ā€œOke.ā€

Asti bersegera menyiapkan makan siang. Seperti biasa, Indah menyukai makan siang di ruangannya. Sambil menatap bebas ke luar jendela ruangannya, di lantai sepuluh Big Land.

Setelah dua tahun kepergian Bapak, hari ini, entah mengapa aku sangat merindukannya, Indah membatin.

Tak lama, Asti sudah kembali bersama sajian makan siang.

ā€œKamu temani saya, ya. Saya gak enak makan sendiri,ā€ pinta Indah. ā€œBaik Bu.ā€

Asti lantas menata meja, dan menyajikan makan siang untuk atasannya itu. Asti semakin merasa berbeda dengan sikap Indah hari ini.

ā€œBu….ā€

ā€œIya, Asti. Ada apa?ā€

ā€œSekarang, kan, saya sudah punya tabungan yang cukup, Bu. Saya dan ibu merasa kurang enak kalau masih merepotkan Ibu Indah.ā€

ā€œMaksudnya?ā€

ā€œSaya dan ibu berencana pindah ke rumah kontrakan saja.ā€

ā€œKamu tidak lagi menganggap saya ada?ā€ Indah menatap serius. ā€œBukan begitu maksud saya, Bu.ā€

ā€œOke kalau begitu. Ini bukan hal penting yang harus dibicarakan. Rumah itu masih kosong, jadi kamu tinggal di sana saja. Kalau memang punya banyak uang, disiapkan untuk masa depan kamu!ā€

ā€œTapi Bu—"

ā€œApa yang saya sampaikan, belum jelas?!ā€

ā€œIya Bu, jelas.ā€ Asti menutup kalimatnya, dengan senyuman setengah dipaksakan.

Makan siang berakhir. Asti langsung membersihkan kembali meja kerja atasannya. Indah tampak meninggalkan ruangannya.

ā€œAduh, aku membuat kesalahan. Kondisi ibu Indah sedang tidak baik-baik saja, aku malah membicarakan hal ini,ā€ sesal Asti.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Setiap Momen adalah KamuĀ Ā Ā Bab 40

    Tatapan enam orang itu terbuka lebar. Pria-pria itu menelan ludah, serentak. Kalimat Indah seperti menghentikan detak jam dinding Liebe Box. Terasa tidak ada kehidupan. Semuanya berubah kaku. Pria-pria itu lanjut menatap serius Rakha. Mereka tampak menunggu jawaban pria itu. Dona terus tersenyum. Dia pun tidak menyangka, Indah akan menjadi wanita penuh percaya diri hari ini. Belum lagi, Indah dan Rakha punya masa lalu yang tidak baik. ā€œTidak usah dijawab sekarang!ā€ jelas Indah. ā€œAduh!ā€ Sikap rekan-rekannya serentak kecewa. Mereka ingin mendengarkan langsung jawaban Rakha, namun kalimat Indah membuyarkan harapan mereka. Giliran Yusuf yang menatap serius Dona. Dona yang mendapati tatapan yang begitu dalam, mulai berpikir maksud tatapan itu. Dona akhirnya mengerti. Dia tersenyum lagi. ā€œAda yang cemburu, ya?ā€ ucapnya, sambil tersenyum. Yusuf tidak merespons. Dia masih menatap Dona, menunggu jawaban atas tata

  • Setiap Momen adalah KamuĀ Ā Ā Bab 39

    Pukul delapan malam, Aditya ditemani Asti sudah terlihat di apartemen Indah. Berselang tak begitu lama, Rakha pun tampak sudah hadir. ā€œTerima kasih atas kehadirannya semua, malam ini. Perlu aku perjelas, ini dokumen-dokumen yang harus diselesaikan dalam dua hari ini,ā€ ungkap Indah menunjuk tumpukan proposal proyek yang sedari pagi membebani pikirannya. Rakha menoleh ke Aditya. ā€œApakah kamu siap, Bung?ā€ tanyanya. ā€œPasti!ā€ sahut Aditya, penuh semangat. ā€œTunggu, tunggu,ā€ sela Asti. ā€œBapak-bapak perlu tahu dulu, informasi apa yang kami butuhkan. Agar hasilnya bisa dipahami lebih mudah dan keputusan yang diambil bisa adil untuk semua.ā€ ā€œSerius banget sih, Sayang,ā€ goda Aditya, menarik Asti dalam pelukannya. Rakha dan Indah yang mendapati sikap Aditya, hanya bisa tersenyum, geli. ā€œEhm, gak kenal tempat ya,ā€ singgung Rakha. ā€œHanya depan kalian berdua. Makanya, segera punya pasangan,ā€ ujar Aditya. Lagi, menggoda Rakha dan Indah.

  • Setiap Momen adalah KamuĀ Ā Ā Bab 38

    Asti berdiri terpaku, setelah mendapati sosok di depan pintu. Aditya menyusul istrinya. ā€œMama,ā€ ujar Aditya, terkejut. Asti tak kalah kaget. Bertemu dengan ibu suaminya selalu menghadirkan ketegangan, yang membuat lidahnya kaku. Tidak tahu menempatkan diri. Aditya yang paham, langsung menggandeng tangan istrinya. ā€œMasuk, Ma,ā€ pinta Aditya, bersikap santun. Dewi melangkah masuk ke dalam apartemen anaknya. Sorot matanya tak seperti biasa. Dia terlihat lelah, wajahnya tidak sesempurna biasanya. Hening. Asti menuju dapur menyiapkan minuman. ā€œMama, apa kabar?ā€ Aditya memecah sunyi. ā€œMama, baik. Sehat. Kamu dan Asti apa kabar?ā€ sambung Dewi. ā€œBaik, Ma,ā€ jawab Aditya. Tak berselang lama, Asti sudah kembali dengan secangkir teh hangat. Dihidangkannya dan duduk di samping suaminya. ā€œMama ke sini….ā€ Dewi menghentikan kalimatnya. Terdengar berat setiap kata yang diucapkannya. ā€œSering-seringlah main ke rum

  • Setiap Momen adalah KamuĀ Ā Ā Bab 37

    Indah berdiri membatu. Wajahnya tak sanggup memandang pria yang terlihat begitu lemah di hadapannya. ā€œMasuk, Indah,ā€ pinta Dimas. Dimas lantas duduk di sofa, diikuti Indah dan Adrian. ā€œAdrian sudah cerita beberapa hari yang lalu, bahwa kamu datang mencari saya. Tapi, seperti yang Adrian sudah sampaikan, saya lagi berduka. Hidup saya kehilangan gairah sejak ibu pergi untuk selama-lamanya,ā€ lanjut Dimas, matanya berkaca-kaca. Ingatan tentang sang istri kembali membawa keharuan yang tak berjeda. Kasih sayangnya yang utuh, tampak dari roman wajah dan matanya yang tak kunjung melahirkan cahaya, seperti yang biasa bersamanya. Indah tak lagi bisa menahan diri. Air matanya kembali mengalir, pelan. Napasnya sesak. Serasa seluruh ruang dalam dadanya tertutup tanpa cela. ā€œP-pak, saya turut berduka cita….ā€ Perasaan Indah berkecamuk duka. Dia tidak mampu mengangkat wajahnya. Dia terus menunduk, tak berani menatap Dimas. ā€œIya. Inilah keh

  • Setiap Momen adalah KamuĀ Ā Ā Bab 36

    Tyas masih terpaku di hadapan Asti dan Aditya. Pembicaraan tentang restu orangtuanya pada pernikahan Aditya dan Asti, belum juga menemui titik terang. ā€œAku akan menuruti permintaan mama, Mbak. Beliau mengusirku dari rumah. Dan meminta aku tidak lagi menampakkan wajah di hadapannya. Aku patuh pada itu, Mbak!ā€ jelas Aditya. ā€œTapi, papa kurang sehat, Dit. Dia ingin ketemu kamu dan istri kamu. Cobalah rendahkan gengsimu sedikit. Mbak mohon,ā€ pinta Tyas. Aditya tidak menjawab. Dia mengalihkan pandangannya, mengelus-ngelus kakinya yang perbannya telah dilepas. Menurut dokter hanya butuh beberapa treatment lagi, Aditya sudah bisa keluar dari rumah sakit. ā€œApakah mama pernah mengatakan, dia menyesal atas sikap dan ucapannya tentang Asti?ā€ sambung Aditya, mencari kepastian. Tyas terpaku. Dia tidak bisa memberikan kejelasan, karena semua hanya sekedar dugaannya saat ini. ā€œTuh kan. Mbak pun tidak bisa memastikan penerimaan mama. Aku t

  • Setiap Momen adalah KamuĀ Ā Ā Bab 35

    Hendra duduk bersama Rizal di ruangannya. Terlihat sangat serius. ā€œApakah semua akan baik-baik saja?ā€ tanyanya. ā€œAku akan mengupayakan, Indah tidak mendengar semua percakapan kita tadi, Pak,ā€ sahut Rizal. ā€œJangan sampai COO beralih darimu. Jika Indah tak jadi bergabung dan dia kembali ke Big Land, semua selesai. Kamu pun kehilangan posisimu!ā€ jelas Hendra. Pria itu berlalu dan meninggalkan Rizal di ruangannya. ā€œHuff. Kenapa dia harus mendengar semuanya!ā€ sesalnya pada dirinya sendiri. Rizal tampak berpikir. ā€œApakah mbak Intan, bisa kembali jadi penolongku sekarang?ā€ gumamnya. --- Liebe Box Dona kembali menatap Indah dari jauh. Kembali, Indah duduk termenung sendiri di pojok ruangan Liebe Box. Menikmati suasana lebih sunyi Liebe Box di sore yang tak biasa. Dona mengambil secangkir kopi hitam dari Romi. Membawanya ke meja Indah. ā€œApakah kamu keberatan jika aku bergabung?ā€ tanya Dona, menunggu jawaban. ā€œDud

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status