Suasana tampak mencekam. Ke dua orang itu saling menatap tajam, penuh amarah. Sedang bocah laki-laki itu terdiam di pojok, juga dengan tatapan penuh benci.
āWanita sialan! Aku sudah melarangmu membawa anak bodoh ini. Kamu lihat apa yang sudah dilakukannya?ā ucap pria itu.
Wanita itu menggerenyotkan bibir, tak percaya pada apa yang didengarnya. āKamu tidak pernah sadar ya, otaknya itu turunan dari siapa? Dari kamu!ā sahut wanita itu, memaki.
Kembali, pria itu mendaratkan tamparan kerasnya. Hidung wanita itu akhirnya mengeluarkan darah segar.
Bocah laki-laki itu menangis dan melemparkan botol minuman yang sedari tadi ada di tangannya.
āKamu memang pria berengsek!!ā teriak wanita itu lantas melemparkan asbak yang ada di atas meja di sampingnya.
Suasana benar-benar hilang kendali.
āJangan!!ā Dia membuka mata, dan tersadar. Sekujur tubuhnya basah oleh keringat. Napasnya terputus-putus, serasa baru saja berlari dari kejaran binatang buas.
Dia menenangkan diri.
Dia melihat jam di meja samping tempat tidurnya. Dia lantas mengambil handuk menuju kamar mandi.
---
Big Land, pukul 09.00.
Seorang wanita muda, penampilan sangat rapi, dengan blazer cokelat dipadukan dengan rok panjang warna senada, melangkah dengan tegap menuju ruangan Direktur Keuangan.
āBu, sudah ditunggu di ruangan Pak Dimas,ā ucapnya setelah membuka pintu. Dia adalah sekretaris Direktur Keuangan, Asti Ayuningtyas.
Seorang wanita di balik meja bertuliskan Direktur Keuangan menoleh dan menatap, āMemangnya ada jadwal pertemuan hari ini?ā tanyanya. Dia adalah Direktur Keuangan Big Land, Indah Efrina.
āIya Bu, kemarin saya sudah serahkan jadwalnya.ā
Indah buru-buru membuka berkas yang terpampang di atas mejanya. Dia lantas menarik napas panjang.
āMengapa aku bisa lalai seperti ini?ā sesalnya.
Asti hanya tersenyum.
Indah lantas bergegas menyusun dokumen yang harus dibawa ke ruang rapat, dan segera berlalu dari pandangan Asti.
Di ruang rapat, tampak Dimas bersama dua orang pria.
Dimas Aryaguna adalah CEO Big Land, salah satu perusahaan konstruksi terbesar di Jakarta. Pria berusia 55 tahun yang selalu terlihat lebih muda dari usianya.
Menyadari kehadiran dua orang pria asing di ruangan itu, langkah Indah terhenti, tepat di ambang pintu ruang rapat. Tiga pasang mata, bersamaan menatap ke arahnya.
Mata Indah membelalak, dan dia menelan ludah, mendapati wajah seseorang yang baru saja ditemuinya pagi tadi.
---
Terjadi keributan di perempatan jalan. Sebuah sedan kuning bertabrakan dengan sepeda motor Sport, pun berwana kuning.
Tampak wanita pengendara mobil turun dengan wajah menahan marah. āMaaf, apa Mas punya mata?ā ucapnya, menatap tajam.
Pria di hadapannya, pun, seketika memberikan tatapan yang sama. Pria muda itu turun dari kendaraannya.
āLampu jalan jelas menandakan jalur ini berhenti! Motor aja yang mahal, otak gak kepake!ā sambung Indah, menohok.
āHei, hati-hati dengan mulut Mbak yang manis itu! Coba Mbak lihat baik-baik. Saya atau Mbak yang gak punya mata?!ā sahut pria itu, tak kalah tajam, menunjuk Indah.
Indah menoleh ke arah lampu jalan. Raut wajah Indah seketika berubah. Dia menarik napas panjang.
Ya Allah, kenapa aku ini?
āMaā"
Belum sempat Indah menyelesaikan kalimatnya, pria itu kembali naik ke atas motor, dengan sorot mata emosi. Tanpa kata, meninggalkan Indah yang masih terdiam di tempatnya.
āAku belum minta maaf, dia sudah pergi.ā Indah terus bergumam, menyadari kesalahan besar yang dia perbuat.
---
Tower Electrics Mahakarya
āKamu kenapa? Pagi-pagi sudah gak mood gitu?ā tanya Aditya, mendapati pria yang baru saja masuk ke ruangannya, dengan wajah tegang.
Perkenalkan, Rakha Langit Ahmad, usianya 32 tahun. Salah satu Direktur di Tower Electrics Mahakarya. Dia salah satu penerima penghargaan Best Young Executive dari Majalah Bisnis terkemuka tahun 2020.
āBenar-benar pagi yang memuakkan! Udah bad mood dari rumah, di jalan, ketemu cewek stres!ā
Mata Aditya melebar. Ya seperti biasa, mana ada yang membuatmu nyaman, selain dirimu sendiri, batinnya.
āPastiā"
Aditya belum menyelesaikan kalimatnya, Rakha memotong seperti biasa, āKok, ada ya cewek seperti itu? Tampak terpelajar, tapi membedakan lampu lalu lintas aja gak bisa?ā
Aditya kembali menarik napas panjang. Sebaiknya aku diam, gumamnya.
āKamu lagi sakit gigi ya?ā
āHa?ā jawab Aditya, heran. āSakit gigi?ā Rakha mengulang. Aditya menggeleng.
Rakha menarik napas panjang. Dia berbalik dan keluar dari ruangan itu.
āAda apa sih dengan pria ini. Pagi-pagi sudah menyebalkan!ā ucap Aditya, melihat sikap Rakha yang berlalu begitu saja tanpa permisi.
Tampak dua wanita muda, berjalan lebih cepat menuju ruangannya. āCepat, Pak Rakha sudah menuju ke sini,ā ujarnya pada rekan di sampingnya. Mereka terus mempercepat langkah.
Keduanya langsung sigap berdiri di meja masing-masing, dan beberapa detik kemudian Rakha sudah melintas di hadapan mereka.
āUntunglah,ā ujar Rani, setelah pria itu masuk ke ruangannya. āHampir saja,ā sambung Nilam, membuang napas.
āUdah aku bilang, kamu jangan lama-lama. Hampir saja, kita dapat kalimat manis dari Direktur manis itu,ā sambung Rani.
āDokumen yang diminta pak Rakha, sudah kamu siapkan?ā tanya Nilam, pelan. Rani terpaku. āOh my god,ā ucapnya, sambil mengambil semua dokumen di laci mejanya.
Nilam hanya tersenyum dan berucap, āSemoga selamat ya.ā
Rani menarik napas panjang, menatap pasrah.
Beberapa menit kemudian, Aditya sudah berada di ruangan Rakha.
āBos, ingat kan, kita ada janji ke om Dimas siang ini?ā tanya Aditya. Rakha menarik napas panjang. āMeeting dengan Cakra Tunggal?ā
āSore!ā jawab Aditya. āKenapa lagi?ā sambungnya, melihat Rakha hanya diam.
āKamu kan tahu, aku menghindari kontrak bisnis dengan om Dimas. Aku gak cocok!ā ungkap Rakha.
āTerus, ngapaian kamu setujui kontraknya?ā
āGak enak nolak!ā
Adit terkekeh. Mata Rakha membelalak, menghentikan tawa Aditya seketika.
Selalu saja aku salah.
āAyo!ā Rakha seketika berdiri, dan berjalan meninggalkan ruangannya. āBetul-betul, jika dia bukan bos, sudah akuāā
āGak mau ikut?ā
Aditya tersentak, mendapati Rakha kembali ke hadapannya.
āAyo.ā Aditya salah tingkah, dan berbalik meninggalkan Rakha.
Rakha menarik bibir tanda tak percaya. āYang bos ini siapa? Aku atau dia?ā
Aditya Utama adalah sahabat Rakha. Dia adalah sekretaris merangkap sopir. Dia yang selalu setia mendampingi Rakha di seluruh aktivitasnya. Mulai urusan kantor sampai urusan pribadi.
āTante Rosa nginap semalam?ā Aditya memulai percakapan.
Rakha hanya diam, menatap, ke luar jendela mobilnya.
Dia kenapa lagi? Aditya membatin, sambil menarik napas panjang. Dia selalu serba salah memulai percakapan dengan sahabatnya itu.
āMama, lagi, bertanya tentang pernikahan!ā
Aditya kembali tersenyum, tetap fokus membawa kendaraannya.
Pasti, jelas. Pria yang hanya fokus pada dirinya, akan terganggu dengan kata pernikahan, ucap Adit, dalam hati.
Rakha, belum pernah dekat dengan seorang wanita. Kalaupun ada wanita yang dekat dengannya, itu hanya demi menjaga gengsinya sebagai seorang eksekutif muda. Tapi, tidak ada yang benar-benar membuatnya jatuh hati.
āAku bingung, menjawab pertanyaan yang sama setiap hari.ā
āMakanya nikah!ā sahut Adit, tanpa sadar. Rakha kembali menatap tajam. āYa itu, maksud aku. Ehmāā Tak ada kalimat lanjutan. Selalu salah, gumam Aditya.
āApakah tidak cukup, memiliki anak yang keren, karier cemerlang, idaman semua wanita, seperti aku ini?ā ucap Rakha, memanaskan telinga Adit.
Mulai deh!
Beberapa menit sisa perjalanan, suasana menjadi hening. Sampai mereka memasuki gedung Big Land.
Rakha dan Aditya menyusuri gedung kantor bertingkat sepuluh itu.
āRakha Langit Ahmad?ā bisik seorang wanita muda pada rekannya, melihat ke dua pria itu melintas.
āKamu kenal?ā
āKamu gak baca Majalah Indonesia Business Daily?ā
āEmang kenapa?ā
āRakha itu, paling populer tahun ini sebagai Young Executif. Udah keren, tampan, kaya, uhhh sempurna.ā
Keduanya berlanjut hening, saling menatap.
----
āWah, Rakha Langit Ahmad. Keponakan terkeren, akhirnya datang juga,ā sambut Dimas, mendekap Rakha.
āAditya, apa kabar?ā
āBaik, Om.ā
āSilakan duduk,ā ucap Dimas, diikuti oleh Rakha dan Aditya. āAkhirnya, sekian lama, kamu mau juga berkunjung ke sini,ā sambung Dimas.
Dimas menatap Aditya, setelah mendapati sikap Rakha yang dingin seperti biasa. Aditya hanya tersenyum, dan Dimas jelas paham komunikasi itu.
āJadi, kamu bersedia kan, berkantor sementara di sini? Selama Om menemani tante kamu?ā tanya Dimas.
āMemang ada pilihan lain?ā jawab Rakha, masih sinis.
āOke kalau begitu, Om ucapkan selamat datang di Big Land,ā sambung Dimas, kembali memeluk Rakha, dengan respons yang masih sama dinginnya.
Dimas hanya tersenyum melihat sikap keponakannya itu.
āOke, saya akan perkenalkan kamu, dengan orang kepercayaan Om. Dia staf terbaik yang selalu mendampingi Om selama ini. Om pastikan, kalian cocok. Dia cerdas, disiplin, dan sangat bisa diandalkan.ā
āMana ada yang bisa selevel dengan Rakha Langit Ahmad?ā sahut Rakha. Aditya kembali mengedipkan mata dengan cepat. Dimas pun hanya tersenyum.
----
āDia⦠,ā ujar Rakha sambil menunjuk ke arah Indah, yang masih berdiri kaku di depan pintu.
āMbak Indah, silakan masuk,ā ucap Dimas.
Ya Allahā¦
Indah berusaha menenangkan diri. Perasaan bersalah masih menguasai dirinya. Dia menarik napas panjang, dan mendekat ke tempat Dimas.
āRakha, kamu kenapa?ā Dimas merasa aneh dengan sikap Rakha. Dia terus menatap dengan mata tajam ke arah Indah.
āGak apa-apa Om,ā jawabnya, masih dengan sikap yang sama.
āMbak Indah, saya mau kenalkan, Direktur sementara yang akan memimpin perusahaan, selama saya dan ibu tidak berada di Jakarta.ā
Indah menggangguk dengan senyuman dipaksakan.
āRakha Langit Ahmad. Dia selama ini di Tower Electrics Mahakarya. Saya yakin kamu kenal baik dengan perusahaan itu. Dan ini Aditya Utama, yang akan mendampingi Rakha.ā
āSalam kenal Mbak Indah,ā ucap Aditya, ramah. āIya, Pak,ā sahut Indah, berusaha tersenyum.
Dimas makin merasa ada yang aneh, dengan sikap Rakha dan Indah yang berbeda.
āKalian sudah pernah bertemu sebelumnya?ā tanya Dimas mulai curiga.
āIā" Kalimat Indah terpotong oleh Rakha. āTidak kok Om. Saya belum pernah bertemu dengan dia. Waktu saya itu habis bekerja, jadi jelas saya tidak punya waktu untuk bertemu dengan orang baru, apalagi wanita bodoh!ā
Indah tersentak. Dia mengangkat wajahnya, menatap tajam ke arah Rakha. Akhirnya kedua pasang mata yang diliputi amarah itu, bertemu.
Terpaku beberapa detik, Indah akhirnya sadar. Dia segera kembali ke ruangannya. Dimas mendapati mata Rakha terus mengamati Indah, sampai wanita itu menghilang dari ruangan itu.
āRakha, kamu kenapa? Tatapanmu sedari tadi selalu sinis pada Indah?ā tanya Dimas. āGak kok Om. Perasaam Om saja,ā jawab Rakha singkat.
āOke, kalau begitu kita kembali ke pembahasan sebelumnya. Kamu dan Aditya mulai bekerja di sini, besok. Om sudah sampaikan ke mama kamu. Sementara ini, kamu fokus ke Big Land. Kamu satu-satunya, yang bisa Om andalkan.ā
āPasti!ā sahut Rakha.
Suasana jeda sedikit terasa. Ketiganya terdiam, sibuk dengan pikirannya masing-masing. Wanita itu, tidak meminta maaf kejadian pagi tadi? Benar-benar ya, wanita tidak beretika!! batin Rakha.
Ada apa ini? Ini orang pada mikirin apa? Aditya pun merasa aneh, membaca sikap diam Dimas dan Rakha.
----
Indah tiba di ruangannya dengan suasana hati yang tidak nyaman. Dia membuang berkas ke sofa. āAda ya pria seperti itu? Sombong gak ketulungan!!!ā
Asti yang mendapati Indah dengan sikap tak biasa, langsung bergegas mendekat.
āBu, ada masalah?ā
Indah menarik napas panjang. Dia menjatuhkan badannya di kursi kerjanya.
āGimana berkas ET, sudah siap?ā lanjut Indah. āSudah Bu. Apa saya siapkan sekarang?ā
Indah tidak menjawab, dia menatap kosong. āIbu, baik-baik saja, kan?ā tanya Asti, yang makin yakin, atasannya itu sedang tidak baik-baik saja.
āGak tau Asti. Hari ini saya seperti tidak bisa fokus.ā
āIni sudah jam makan siang Bu. Saya siapkan makan siang?ā Asti mengingatkan. āOke.ā
Asti bersegera menyiapkan makan siang. Seperti biasa, Indah menyukai makan siang di ruangannya. Sambil menatap bebas ke luar jendela ruangannya, di lantai sepuluh Big Land.
Setelah dua tahun kepergian Bapak, hari ini, entah mengapa aku sangat merindukannya, Indah membatin.
Tak lama, Asti sudah kembali bersama sajian makan siang.
āKamu temani saya, ya. Saya gak enak makan sendiri,ā pinta Indah. āBaik Bu.ā
Asti lantas menata meja, dan menyajikan makan siang untuk atasannya itu. Asti semakin merasa berbeda dengan sikap Indah hari ini.
āBuā¦.ā
āIya, Asti. Ada apa?ā
āSekarang, kan, saya sudah punya tabungan yang cukup, Bu. Saya dan ibu merasa kurang enak kalau masih merepotkan Ibu Indah.ā
āMaksudnya?ā
āSaya dan ibu berencana pindah ke rumah kontrakan saja.ā
āKamu tidak lagi menganggap saya ada?ā Indah menatap serius. āBukan begitu maksud saya, Bu.ā
āOke kalau begitu. Ini bukan hal penting yang harus dibicarakan. Rumah itu masih kosong, jadi kamu tinggal di sana saja. Kalau memang punya banyak uang, disiapkan untuk masa depan kamu!ā
āTapi Buā"
āApa yang saya sampaikan, belum jelas?!ā
āIya Bu, jelas.ā Asti menutup kalimatnya, dengan senyuman setengah dipaksakan.
Makan siang berakhir. Asti langsung membersihkan kembali meja kerja atasannya. Indah tampak meninggalkan ruangannya.
āAduh, aku membuat kesalahan. Kondisi ibu Indah sedang tidak baik-baik saja, aku malah membicarakan hal ini,ā sesal Asti.
Tatapan enam orang itu terbuka lebar. Pria-pria itu menelan ludah, serentak. Kalimat Indah seperti menghentikan detak jam dinding Liebe Box. Terasa tidak ada kehidupan. Semuanya berubah kaku. Pria-pria itu lanjut menatap serius Rakha. Mereka tampak menunggu jawaban pria itu. Dona terus tersenyum. Dia pun tidak menyangka, Indah akan menjadi wanita penuh percaya diri hari ini. Belum lagi, Indah dan Rakha punya masa lalu yang tidak baik. āTidak usah dijawab sekarang!ā jelas Indah. āAduh!ā Sikap rekan-rekannya serentak kecewa. Mereka ingin mendengarkan langsung jawaban Rakha, namun kalimat Indah membuyarkan harapan mereka. Giliran Yusuf yang menatap serius Dona. Dona yang mendapati tatapan yang begitu dalam, mulai berpikir maksud tatapan itu. Dona akhirnya mengerti. Dia tersenyum lagi. āAda yang cemburu, ya?ā ucapnya, sambil tersenyum. Yusuf tidak merespons. Dia masih menatap Dona, menunggu jawaban atas tata
Pukul delapan malam, Aditya ditemani Asti sudah terlihat di apartemen Indah. Berselang tak begitu lama, Rakha pun tampak sudah hadir. āTerima kasih atas kehadirannya semua, malam ini. Perlu aku perjelas, ini dokumen-dokumen yang harus diselesaikan dalam dua hari ini,ā ungkap Indah menunjuk tumpukan proposal proyek yang sedari pagi membebani pikirannya. Rakha menoleh ke Aditya. āApakah kamu siap, Bung?ā tanyanya. āPasti!ā sahut Aditya, penuh semangat. āTunggu, tunggu,ā sela Asti. āBapak-bapak perlu tahu dulu, informasi apa yang kami butuhkan. Agar hasilnya bisa dipahami lebih mudah dan keputusan yang diambil bisa adil untuk semua.ā āSerius banget sih, Sayang,ā goda Aditya, menarik Asti dalam pelukannya. Rakha dan Indah yang mendapati sikap Aditya, hanya bisa tersenyum, geli. āEhm, gak kenal tempat ya,ā singgung Rakha. āHanya depan kalian berdua. Makanya, segera punya pasangan,ā ujar Aditya. Lagi, menggoda Rakha dan Indah.
Asti berdiri terpaku, setelah mendapati sosok di depan pintu. Aditya menyusul istrinya. āMama,ā ujar Aditya, terkejut. Asti tak kalah kaget. Bertemu dengan ibu suaminya selalu menghadirkan ketegangan, yang membuat lidahnya kaku. Tidak tahu menempatkan diri. Aditya yang paham, langsung menggandeng tangan istrinya. āMasuk, Ma,ā pinta Aditya, bersikap santun. Dewi melangkah masuk ke dalam apartemen anaknya. Sorot matanya tak seperti biasa. Dia terlihat lelah, wajahnya tidak sesempurna biasanya. Hening. Asti menuju dapur menyiapkan minuman. āMama, apa kabar?ā Aditya memecah sunyi. āMama, baik. Sehat. Kamu dan Asti apa kabar?ā sambung Dewi. āBaik, Ma,ā jawab Aditya. Tak berselang lama, Asti sudah kembali dengan secangkir teh hangat. Dihidangkannya dan duduk di samping suaminya. āMama ke siniā¦.ā Dewi menghentikan kalimatnya. Terdengar berat setiap kata yang diucapkannya. āSering-seringlah main ke rum
Indah berdiri membatu. Wajahnya tak sanggup memandang pria yang terlihat begitu lemah di hadapannya. āMasuk, Indah,ā pinta Dimas. Dimas lantas duduk di sofa, diikuti Indah dan Adrian. āAdrian sudah cerita beberapa hari yang lalu, bahwa kamu datang mencari saya. Tapi, seperti yang Adrian sudah sampaikan, saya lagi berduka. Hidup saya kehilangan gairah sejak ibu pergi untuk selama-lamanya,ā lanjut Dimas, matanya berkaca-kaca. Ingatan tentang sang istri kembali membawa keharuan yang tak berjeda. Kasih sayangnya yang utuh, tampak dari roman wajah dan matanya yang tak kunjung melahirkan cahaya, seperti yang biasa bersamanya. Indah tak lagi bisa menahan diri. Air matanya kembali mengalir, pelan. Napasnya sesak. Serasa seluruh ruang dalam dadanya tertutup tanpa cela. āP-pak, saya turut berduka citaā¦.ā Perasaan Indah berkecamuk duka. Dia tidak mampu mengangkat wajahnya. Dia terus menunduk, tak berani menatap Dimas. āIya. Inilah keh
Tyas masih terpaku di hadapan Asti dan Aditya. Pembicaraan tentang restu orangtuanya pada pernikahan Aditya dan Asti, belum juga menemui titik terang. āAku akan menuruti permintaan mama, Mbak. Beliau mengusirku dari rumah. Dan meminta aku tidak lagi menampakkan wajah di hadapannya. Aku patuh pada itu, Mbak!ā jelas Aditya. āTapi, papa kurang sehat, Dit. Dia ingin ketemu kamu dan istri kamu. Cobalah rendahkan gengsimu sedikit. Mbak mohon,ā pinta Tyas. Aditya tidak menjawab. Dia mengalihkan pandangannya, mengelus-ngelus kakinya yang perbannya telah dilepas. Menurut dokter hanya butuh beberapa treatment lagi, Aditya sudah bisa keluar dari rumah sakit. āApakah mama pernah mengatakan, dia menyesal atas sikap dan ucapannya tentang Asti?ā sambung Aditya, mencari kepastian. Tyas terpaku. Dia tidak bisa memberikan kejelasan, karena semua hanya sekedar dugaannya saat ini. āTuh kan. Mbak pun tidak bisa memastikan penerimaan mama. Aku t
Hendra duduk bersama Rizal di ruangannya. Terlihat sangat serius. āApakah semua akan baik-baik saja?ā tanyanya. āAku akan mengupayakan, Indah tidak mendengar semua percakapan kita tadi, Pak,ā sahut Rizal. āJangan sampai COO beralih darimu. Jika Indah tak jadi bergabung dan dia kembali ke Big Land, semua selesai. Kamu pun kehilangan posisimu!ā jelas Hendra. Pria itu berlalu dan meninggalkan Rizal di ruangannya. āHuff. Kenapa dia harus mendengar semuanya!ā sesalnya pada dirinya sendiri. Rizal tampak berpikir. āApakah mbak Intan, bisa kembali jadi penolongku sekarang?ā gumamnya. --- Liebe Box Dona kembali menatap Indah dari jauh. Kembali, Indah duduk termenung sendiri di pojok ruangan Liebe Box. Menikmati suasana lebih sunyi Liebe Box di sore yang tak biasa. Dona mengambil secangkir kopi hitam dari Romi. Membawanya ke meja Indah. āApakah kamu keberatan jika aku bergabung?ā tanya Dona, menunggu jawaban. āDud