Si Badut Itu, Pangeranku!

Si Badut Itu, Pangeranku!

last updateLast Updated : 2024-10-08
By:  Siska Kurniawati Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
2 ratings. 2 reviews
46Chapters
1.2Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Synopsis

Blurb Wanita independen bukan berarti tidak membutuhkan pria atau tidak ingin menikah. Memang, secara finansial sudah mampu. Namun, mental yang terlalu berat memikul segalanya sendiri. Itulah pemicu luka yang menjadi pertimbangan. Ditakutkan akan menjadi bumerang di kehidupan pernikahannya kelak. Tania Nuraini, wanita single dan berkarir yang belum menikah diusia matang. Dia jadi tulang punggung keluarga. Satu lagi broken home, ibu meninggal saat melahirkannya. Sang ayah —Ucup Suherman menikah lagi dengan Rose Daryoto. Ibu tiri dan kakak ipar yang selalu meremehkan, merendahkan, dan menghina Tania. Semenjak, Sang ayah lumpuh dan sudah pensiun. Mereka pun gila harta, berhutang kemana-mana. Mau menikah bagaimana? Semua tugas dan kewajiban Tania yang kerjakan. Kakak tiri? Cukup membantu Tania dari menjaga mental. Dia yang terluka semakin dalam. Dia ingin lepas dari masa jomlo dengan menikahi pria mana saja. Atau menikah kontrak pun akan dilakukan. Paling terpenting membawa dia dan ayahnya pergi dari rumah itu. Jual saja rumahnya untuk membayar hutang. Namun, Ucup Suherman melarang hal itu. Hanya ayah dan kakak tirinya yang paling sayang dan peduli. Suatu hari, di sore yang indah. Tania yang menangis pilu di taman dekat rumahnya, langsung dihibur oleh sesosok badut yang lucu. Pria yang misterius dan berkharismatik. Si Badut yang memiliki banyak rahasia penuh teka-teki. Terutama rahasia tentang jati dirinya. "Halo, aku Si Ate. Badut yang imut, seperti wanita di depanku ini. Yah, ... imutnya luntur." Hibur pria badut itu, menyeka air mata Tania. (Bab 6, Si Badut itu, Pangeranku!)

View More

Chapter 1

Bab 1 Pagi Yang Membara

"Lepasin! Sakit! Tolong ...!" jerit Tania Nuraini yang terus diseret-seret dan terus dipeluk. Tiga preman itu sangat beringas.

"Diam! Stt! Jangan coba-coba kabur. Masuk ke mobil." Preman yang mengancam.

"Woy! Lepasin temanku!" Si Badut melihat jelas adegan itu dan disusul sahabatnya. Mereka berlari kencang untuk menolong.

Tania terus melawan dan berontak dari orang-orang besar dan berkulit sawo matang. Tania dan Iis dibekap kain, tubuh menjadi lemas. Preman-preman itu baru mau mengendong mereka. Si Badut dan Si Tukang Balon langsung menendang dan menarik lawannya. Baku hantam terjadi, saling serang dan bertahan begitu alot. Tania dan Iis terkulai lemah dan setengah sadar di pinggir trotoar. Tania memfokuskan matanya, melihat pertarungan dashyat. Si Badut alias Asep Saepudin mengeluarkan jurus silat, sedangkan Si Tukang Balon alias Ujang Sumarwan mengeluarkan jurus taekwondo. Preman-preman itu pun takluk dan memilih mundur.

"Tania! Iis! Sadar, ini kami." Ujang yang membawa minyak kayu putih dan sapu tangan menghapus aroma bius itu.

"Tania, lihat sini. Ini angka berapa?" tanya Asep sambil mengacungkan dua jarinya.

"Dua! Asep? Ujang?" tanya Tania yang mendekatkan wajah ke Asep.

"Enggak usah deket-deket mukanya. Nanti aku enggak tahan, loh." Asep Si Badut langsung mendorong wajah imut itu untuk menjauh.

"Aku takut!" lirih Tania. Tania dan Iis menangis pilu. Dua pria itu saling bertatapan. Masing-masing ditenangkan dengan mengelus punggung.

"Apa ini sindikat orang itu?" bisik Asep ke Ujang yang sedang berpikir. Ujang menggelengkan kepalanya.

"Belum, pasti. Amankan mereka dulu. Mereka dalam bahaya!" bisik Ujang yang menenangkan Iis.

"Ko kamu ada di sini?" tanya Tania yang terus menghirup saputangan itu.

"Hmm, aku kebetulan lewat saja. Baru pulang dari aktraksi di taman. Ada yang terluka?" Si Badut, menyodorkan tangannya.

"Aku enggak apa-apa." Tania mengelus lutut dan tangannya.

"Bohong." Asep langsung menggendong ala bride style, Tania merangkul lehernya sambil memejamkan mata. Wajah mereka sangat dekat.

"Engkelku sakit! Gendong!" rayu Iis ke Ujang sambil meringis kesakitan.

"Hah, manja! Sini!" Ujang berjongkok, Iis tak menyangka. "Mau enggak?" Iis pun memeluk leher Ujang dengan senyum-senyum sendiri.

"Malam-malam jangan berdua saja. Pulang kerja minta jemput kakakmu bisa, kan?" tegur Asep memarahi Tania yang cemberut.

"Mereka siapa? Preman mana? Rentenir?" Asep menoleh dan menatap dalam mata cokelat itu.

"Enggak, tahu. Aku juga enggak paham, kenapa? Jahat!" Tania terisak-isak lagi dan mempererat rangkulan. Kepalanya menyentuh leher Asep.

"Tutup matamu, kalau aku suruh buka. Baru buka matamu."

"Mau apa?" tanya Tania. Pria itu terdiam. Tania pun menuruti saja.

Perjalanan yang sunyi, Asep dan Ujang meletakan dua wanita itu di kursi besi. Asep dan Ujang sibuk mempersiapkan kejutan. Terdengar suara gemercik api, tercium bubuk yang terbakar. Asep berbisik ke Tania, "Buka matamu." Tania dan Iis terkejut dan terkesima dengan belasan kembang api yang dinyalakan dan disusun mengelilingi mereka. Mereka ada di sebuah taman bunga.

"Waw, indah! Sungguh indah, Asep. Terima kasih."

***

Keesokan harinya.

"Aduh, Gusti ... aku harus gimana ini? Hari ini harus beli obat, stock makanan, dan belum bayar hutang lagi!" Wanita berambut ikal sepunggung itu, mengacak-acak rambut hitamnya.

"Tabungan tinggal segini! Semoga sampai ke tanggal gajianku," lirih Tania saat melihat buku tabungan. Dia beranjak dari kasur dan mencari seseorang.

Di Perumahan Balista, Cikole, Lembang-Bandung. Begitu asri penuh perkebunan, taman bunga, dan lahan hijau sangat menyegarkan jiwa. Berbeda dengan Tania Nuraini, wanita single kebingungan. Dia sebenarnya malu untuk meminjam uang. Dia berjalan ke arah teras, memandangi sesosok pria tinggi berkulit kuning langsat yang susah payah menyalakan motor matiknya. Gema Suryo menoleh ke Tania dengan tersenyum hangat. Namun, dari arah belakang terdengar suara piring plastik dibanting ke meja makan.

"Eta Si Eneng! Baru bangun jam segini! Liat meja kosong gini, belum masak? Lapar, yeuh!" omel Cindy yang langsung melemparkan tudung saji ke Tania.

"Istighfar, Cindy! Tolong, jangan kasar. Dia kemarin baru pulang tengah malam. Tania kerja, loh! Kasian cape. Harusnya kamu bantu adikku urus rumah. Bukan, yang diurus kuku sama rambut saja!" seru Gema sambil mengambil tudung saji. Dan mengecek keadaan Tania yang meringis kesakitan.

"Ih, mulai! Belain terus. Adik tiri ini dibela! Males. Dapur itu buat pembantu!" timpal Sang istri yang memandang sinis Tania.

"Apa maksudmu? Tania itu pembantu? Gila kamu! Dia tetap adikku! Akanku bela sampai kapan pun."

"Kamu yang gila! Ya. Puas! Jadi, enggak nafsu makan. Ah!" Cindy duduk di kursi tamu.

"Akang, sudah-sudah. Nanti aku masak kok." Tania menenangkan Gema dan meletakan benda berwarna biru itu di meja tamu.

"Enggak usah, nanti beli makanan yang sudah jadi saja. Kamu sekarang berangkat kerja lagi, kan? Istirahatlah dulu. Jadi, ada apa?" tanya Gema yang menghela napas panjang.

"Uang sudah menipis. Akang, punya uang enggak? Tania mau pinjem dulu. Nanti aku ganti pas gajian, deh."

"Oh, ada. Nih, ambil semua." Gema mengelus rambut Tania, adik tirinya yang mulai berkaca-kaca. Pria itu memberi uang lebih untuk memenuhi kebutuhan yang lain.

"Ini kebanyakan. Nanti ibu sama Teh Cindy marah lagi." Tania menyodorkan lagi. Gema menggelengkan kepala.

"Terima kasih. Kang Gema jaga kesehatan juga. Mata bengkak dan merah. Lembur lagi, ya?" Kakak tirinya terdiam, terlihat mata mulai berkaca-kaca juga.

"Hutang kita banyak! Paham, kan?"

Gema menatap dalam Tania, bersyukur di keluarga masih ada tempat untuk saling bersandar. Mereka saling menggenggam tangan begitu erat. Hati Kakak-Adik tak sedarah itu sangat terluka dalam. Harus bisa mengalah demi ketenangan bersama. Apa lagi posisi Gema serba salah, satu sisi Cindy istrinya. Satu sisi lagi ibu kandungnya, Gema jadi susah mengambil keputusan. Tania dan Gema menoleh bersamaan, memfokuskan pendengaran. Terdengar suara wanita berteriak histeris dari arah kamar. Mereka syok pintu dibuka kasar, melihat foto pigura melayang dan menghantam tembok. Wanita berambut Bob Klasik hitam itu cek-cok hebat. Tidak kalah pria yang terus menarik baju daster untuk menahan kepergian sang istri.

"Teuing! Teu paduli! Aku butuh berkas ini. Aku minta uang saja susah. Makanya, jangan lumpuh!" hina Rose, sang ibu tiri, sambil membawa berkas sertifikat rumah.

"Astaghfirullah aladzim! Istighfar, Rose! Kan, uang udah dikasih. Masih kurang? Buat apa atuh?" tanya pria paruh baya yang berbaring di lantai karena jatuh dari kasur.

"Kurang! Kenapa, ya. Aku menikahi orang miskin!" Rose mencebik. "Shopping, Hangout, Manicure and Pedicure lah!" Rose menepis dan mendorong suaminya hingga tersungkur ke belakang.

"Rose Daryoto!" jerit pria berumur 60 tahun yang tak berdaya, mengejar pun harus menyeret tubuhnya.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Aik Supmiasih
romantis yang malu-malu. aku suka. tulisannya rapi. diksi yang indah tapi mudah dipahami. semangat thor
2024-07-04 09:28:59
2
user avatar
Siska Kurniawati
......... semangat ya!
2024-07-02 16:27:18
2
46 Chapters
Bab 1 Pagi Yang Membara
"Lepasin! Sakit! Tolong ...!" jerit Tania Nuraini yang terus diseret-seret dan terus dipeluk. Tiga preman itu sangat beringas. "Diam! Stt! Jangan coba-coba kabur. Masuk ke mobil." Preman yang mengancam. "Woy! Lepasin temanku!" Si Badut melihat jelas adegan itu dan disusul sahabatnya. Mereka berlari kencang untuk menolong. Tania terus melawan dan berontak dari orang-orang besar dan berkulit sawo matang. Tania dan Iis dibekap kain, tubuh menjadi lemas. Preman-preman itu baru mau mengendong mereka. Si Badut dan Si Tukang Balon langsung menendang dan menarik lawannya. Baku hantam terjadi, saling serang dan bertahan begitu alot. Tania dan Iis terkulai lemah dan setengah sadar di pinggir trotoar. Tania memfokuskan matanya, melihat pertarungan dashyat. Si Badut alias Asep Saepudin mengeluarkan jurus silat, sedangkan Si Tukang Balon alias Ujang Sumarwan mengeluarkan jurus taekwondo. Preman-preman itu pun takluk dan memilih mundur. "Tania! Iis! Sadar, ini kami." Ujang yang membawa minyak k
last updateLast Updated : 2024-05-29
Read more
Bab 2 Kenyataan Pahit
Rose menarik Cindy, mengajaknya untuk pergi ke bank. Tania dan Gema langsung berlari ke dalam untuk mencegah mereka. Tentu tenaga Gema lebih besar dan dapat merebut berkas itu. Cindy yang marah merebut kunci motor dengan cepat. Tania terkejut, tangan Rose mendarat tepat di pipi anak kandungnya. Tania ingin menampar balik, tetapi ditahan oleh Gema. Namun, Tania lengah baru mau menoleh. Tangan Cindy mendarat di pipi adik iparnya. Gema langsung memeluk adiknya yang terguncang. Anehnya, Rose masih sempat mengambil uang yang masih digenggam Tania. Gema terus menahan tubuh mungil yang terus bergetar hebat. Tania menahan amarahnya demi Gema. Rose menarik paksa merebut berkas lagi, dibantu menantunya. Gema pun bertengkar hebat, melawan dua orang yang sangat dia sayangi. Saat Tania ingin menolong ayah kandungnya, langkahnya terhenti karena mendengar satu kalimat dari Cindy Berna. "Kalau saja kamu nikah, kita bisa hidup enak! Apa susahnya sih dijodohin enggak mau." "Ulangi lagi!" murka Tania
last updateLast Updated : 2024-05-29
Read more
Bab 3 Rose, Berulah Lagi!
Tania dan Gema mencoba fokus bekerja di kantor masing-masing. Namun, karena kurang fit mengerjakan tugas pun berkali-kali melakukan kesalahan. Tania ditegur Ibu manajernya sampai di bentak-bentak. Karena salah mendesain interior diproyek selanjutnya. Gema salah meng-input barang masuk dan yang keluar. Jalur trek pengiriman barang kacau semua. Yah, Tania bekerja di perusahaan Colour Design Interior. Sedangkan, Gema di perusahaan JOE jasa ekspedisi dibagian gudang. Hari itu terasa berat dilalui, hari sial untuk mereka. Entah, memiliki firasat tidak enak sejak kejadian pertengkaran tadi pagi. Tania terus memandangi ponselnya, berulang-ulang dihubungi nomor tidak dikenal. Dia tidak ingin mengangkatnya. "Tania! Tania!" panggil seorang pria rekan kantornya. "Iya, Kang Gilang? Ada apa?" Tania menoleh ke arah pintu masuk. "Kamu punya masalah apa? Di luar banyak orang mencarimu!" Gilang berlari ketakutan. Dia menarik tangan Tania sampai berdiri. Brak! Brak! Pintu dibuka paksa, masuk serom
last updateLast Updated : 2024-05-29
Read more
Bab 4 Kenangan Di Taman Bunga
"Apaan, sih. Ah, kamu kali yang kangen sama Aa Tukang Balon. Dia kan selalu bikin bunga dari balon buat kamu. Ciee ...," rayu Tania sambil menyuapi baso. "Mending balon bunga. Lah kamu dapet pedang-pedangan dan kain warna-warni dikeluarin dari mulut. Iuhh!" sindir Iis yang membuat Tania mencubit pahanya. "Paling kocak, Aa Badut coba bikin balon bentuk pedang. Eh, malah bentuk itu ...." Tania mengingat kenangan lucu itu. Iis dan Tania tertawa terbahak-bahak lagi. "Satu lagi, Aa Tukang Balon mau masukin balon ke mulut. Malah seret dan nyangkut. Sumpah, panik tapi bikin ketawa. Mimik mukanya itu, loh." Iis berguling-guling di kasur. "Tapi, kalau dipikir-pikir agak aneh. Kenapa mereka kerja jadi badut dan tukang balon? Tania, dua orang itu ganteng banget! Enggak cocok profesi itu! Minimal model gitu." "Benar, juga. Aneh banget! Tapi, kan kita jadi dapat hiburan mata dan hati." Dua sekawan itu cekikikan, sampai Tania mengingat sesuatu. "Yuk, siap-siap. Sebelum ke taman. Kita ke apoti
last updateLast Updated : 2024-05-29
Read more
Bab 5 Si Badut Beraksi
"Oke, semua setuju, kan. Jadi, aku yang memilih tempatnya. Ada dua tempat mau ke Farm House atau Orchid Forest di Cikole. Mau yang mana?" usul Iis yang membuat semua berpikir keras. Dia berjingkrak-jingkrak kegirangan. "Orchid Forest atuh!" Serempak Ujang dan Tania menjawab kegirangan. Asep menepuk jidatnya lagi. "Tetap, kita minta ijin dulu ke keluarga kalian, kan?" ujar Asep yang membuat mereka berpikir. Dan sepakat setuju, berangkat ke rumah Tania dan Iis. Sekalian menitipkan barang-barang mereka. "Bagaimana Gema dan Abah, boleh? Ayolah ...," tanya Tania. "Pak, Bu. Boleh, kan? Ya, ya!" tanya Iis ke kedua orang tuanya yang sedang bercengkrama di teras rumah Tania. Asep dan Ujang tersenyum tetap menunggu di teras dekat gerobak. "Duh, berdebar jantungku. Seperti bertemu camer nih." Ujang menarik napas dalam-dalam. "Huhf!" Asep menahan tawanya. Asep Saepudin dan Ujang Sumarwan sudah sangat akrab dengan warga setempat. Mereka sering membantu kegiatan RT dan RW. Juga mengontrak di
last updateLast Updated : 2024-05-29
Read more
Bab 6 Cerita yang Menyesakkan Hati
"Lepas! Ibu, aku mohon!" lirih Tania yang mencoba melepaskan tangan Sang ibu. "Ah! Sialan! Siapa itu?" jerit Rose yang merasakan sakit di punggungnya sampai jatuh tersungkur. "Aku, kenapa? Lepasin Tania!" murka Iis setelah melemparkan kursi lipat itu. "Tahan!" tegas Ujang yang menarik paksa Iis yang sudah marah besar. "Kemari!" Asep menarik lengan Tania dan menghadang tangan Rose yang ingin melukai Tania lagi. "Ibu!" Gema sudah naik pitam dan menampar Rose. "Asep, Ujang. Terima kasih. Tapi, ini urusan kami. Maaf, kalian pulang saja. Mengerti, kan?" mohon Gema yang merasa malu. Dan dia menatap dalam dua pria itu. "Baik, kami paham. Semuanya, kami pamit. Assalamualaikum." Ujang menepuk bahu Asep untuk jangan ikut campur. "Hubungi aku. Jika butuh pertolongan. Oke!" bisik Asep ke Tania. Tania menarik baju Asep yang sangat berat untuk melepaskannya. Tangan kekar itu menepuk lembut tangan Tania. Dan perlahan d
last updateLast Updated : 2024-06-21
Read more
Bab 7 Harapan Tania
Tania terdiam diujung kasur, menatap langit dari jendela kamarnya. Cahaya remang-remang dari bulan menyoroti kasur itu. Tania tersenyum dan berguling-guling di kasur dengan sprei warna merah mudanya. Dia memeluk bantal, lalu cekikikan saat mengingat kejadian tadi. Tangan kanannya meraba kening dan perlahan dielus-elus. Dia tidak menyangka Asep akan melakukan hal itu. Wanita yang masih tersipu malu, merogoh ponsel di sakunya. Ibu jari terus menggeser layar, hingga berhenti di satu foto. Saat Tania dan Asep saling berpelukan. Tania mengigit bantal dan kaki menendang-nendang ke atas. Kring! Kring! Kring! "Belum tidur?" sahut Asep bersuara bass dari seberang sana. "Belum, banyak pikiran. Aa enggak tidur?" tanya Tania yang merasa meleleh saat mendengar suara pria itu dari telepon. "Belum, sama banyak pikiran juga. Soal yang tadi, aku minta maaf nyentuh sembarangan, Neng." "Kenapa minta maaf? Neng, malah senang loh! Eh ... ups!" Tania memb
last updateLast Updated : 2024-06-22
Read more
Bab 8 Keluarga Tania Terkejut
"Oke, oke. Maaf, bukan maksud yang aneh-aneh. Enggak, Akang juga tahu kita cuma sahabat dan teman saja. Aku tahu ... tapi," jelas Tania yang menunduk."Kang Gema, enggak mau aku bahagia? Begitu?""Bukan! Kamu harus bahagia, tapi aku takut kejadian yang lalu terulang lagi. Kamu yakin? Ibu pasti marah besar." Gema memegang bahu Tania hingga saling pandang."Yakin! Hatiku berkata seperti itu. Aa Asep pasti bisa menghadapi ibu. Tidak akan terulang lagi, Kang.""Apa karena pekerjaan Aa Asep, Kang? Akang jadi ragu?" tanya Tania yang duduk di pinggir kasur."Iya, tapi aku percaya Asep akan berjuang untukmu. Kamu tahu sendiri. Ibuku yang jadi masalahnya." Gema bersimpuh dan menggenggam tangan sang adik."Itulah yang ingin dibuktikan sama Aa Asep. Bahwa dia mampu dan bisa. Dan aku pun ingin buktikan tanpa pacaran bisa kok menikah.""Oke, aku paham. Ibu pasti nolak atau malah merendahkan Asep. Seperti mantanmu, Galuh. Bagaimana? Asep s
last updateLast Updated : 2024-06-23
Read more
Bab 9 Kejadian yang Parah
Dua pria itu asik menikmati santap malamnya. Namun, hanya terdengar suara sendok yang menyentuh piring saja. Tidak ada yang memulai percakapan. Asep menatap lekat calon kakak iparnya itu dengan seksama. Dia belum berani memulai, ada rasa segan ke Gema. Walau seumuran Asep merasa Gema jauh lebih dewasa daripada dirinya. Gema menyadari gestur Asep yang penasaran dengan topik pembicaraan. Dia pun menatap lama calon adik iparnya itu. Dia jauh lebih penasaran kehidupan Asep. Sejak kapan Tania dekat, mengapa memilih Tania, dan semua pertanyaan bercampur aduk di kepalanya. Gema menghela napas panjang, lalu meletakkan piring kosong di sampingnya. Dia pun duduk bersila dengan menghisap rokok. "Apa yang membuatmu tertarik dengan adikku? Kamu sudah yakin?" tanya Gema penuh dengan penekanan. "Sudah, banyak hal. Tapi, yang pasti senyumannya, kebaikannya, kesetiannya. Dalam pola pikirnya dan mengambil keputusan." Asep cepat-cepat menelan baksonya. "Tapi, kamu tahu se
last updateLast Updated : 2024-06-26
Read more
Bab 10 Hati Yang Mulai Terbuka
"Aa, sudah aku mohon!" lirih Tania yang menangis dengan memalingkan muka. Asep langsung melepaskan bibir seksinya. "Ma-maaf, aku minta maaf!" mohon Asep yang langsung menjauh dan mendekap mulut. "Apa yang aku perbuat? Kenapa? Bodoh! Aku bodoh!" batin Asep yang mengatur napasnya. "Ada apa sama Aa? Kenapa dilanggar sih?" murka Tania yang bangun, rambut yang masih berantakan langsung dirapikan. Warna lipstik yang menyebar ke semua bibirnya dan bibir Asep. "Maaf, enggak tahu kenapa! Tapi, jujur saja aku tidak bisa mengendalikannya." Asep menghapus air mata Tania. Dan Asep menghapus bekas lipstik di bibirnya. "Aku salah! Tampar! Tampar aku!" teriak Asep yang menarik telapak tangan Tania ke arah pipinya yang masih penuh lebam itu. "Enggak, aku enggak tega. Masa aku buat orang sakit makin kesakitan. Aa kenapa? Aa suka sama aku?" cecar Tania yang meletakan telapak tangannya di pipi Asep. Lalu mengelus lembut luka itu. "Iya. Aku suka sama kamu. Dari awal kita bertemu," tegas Asep yang m
last updateLast Updated : 2024-06-27
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status