“Mama puas sekarang?” tanya Kenan.
Ia dan Lea baru saja keluar dari ruangan Dokter Hans. Nyonya Eliana yang menunggunya di luar hanya diam sambil menatap tajam.
“Belum. Selama hasilnya belum keluar, Mama belum puas.”
Jawaban Nyonya Eliana sepertinya membuat kesal Kenan. Pria itu hanya mendengkus sambil menatap sinis ibunya. Lea yang memperhatikan reaksi itu, tidak berani bersuara. Sepertinya kini dia tahu sifat keras kepala suaminya diturunkan langsung dari ibunya.
Tak lama pintu ruangan dokter terbuka. Tampak seorang pria berusia paruh baya mengenakan baju serba putih keluar dari dalam sana. Pria itu tersenyum sambil menatap satu persatu orang yang menunggu di luar ruangannya.
“Bagaimana, Dok? Kapan hasilnya bisa saya terima?”
Nyonya Eliana antusias dan berdiri lebih dulu menyambut Dokter Hans.
“Sabar, Bu. Hasil pemeriksaan baru akan dibawa ke lab hari ini. Mungkin tujuh hari dari sekarang ha
“Untuk apa mereka ke sini? Bukannya makan malamnya gak jadi,” gumam Ghalib.Pak Jonas hanya menggelengkan kepala sambil menatap Ghalib.“Saya tidak tahu, Tuan.”Ghalib mendengkus, meraup wajahnya dengan kasar. Ia sangat kesal dengan intervensi neneknya belakangan ini. Kalau saja neneknya tidak sakit tempo hari, pasti saat ini dia sudah menghabiskan waktu dengan Lea.“Eng … bukannya Deasy, wanita yang mau dijadikan istri kedua Kenan tempo hari. Pilihan ibu mertua Lea. Mau apa dia bertemu kamu, Ghalib?”Tiba-tiba Ghea yang terdiam sedari tadi menyeletuk. Ghalib hanya diam meliriknya dengan kesal. Sedangkan Pak Jonas langsung mengatupkan rapat bibirnya.“Bukan urusanmu. Sudah, jangan banyak tanya.”Ghalib langsung meminta Ghea berhenti bertanya soal Deasy. Ghea hanya manggut-manggut menuruti Ghalib.“Mungkin lebih baik Anda kembali saja, Tuan. Saya takut Nyonya bingung m
“Jadi dia percaya jika aku tidak terlibat dengan menghilangnya Lea?” tanya Kenan.Tuan Kris tersenyum sambil menganggukkan kepala. “Sepertinya begitu.”Kenan tersenyum lebar dan semakin senang dengan semua ini. Dari dulu dia memang sangat suka dengan pamannya. Adik dari ayahnya ini memang sepemikiran dengannya. Mungkin kalau boleh memilih, dia lebih suka menjadi anak dari Tuan Kris daripada Tuan Eliot.“Lalu … apa Lea baik-baik saja?”Tiba-tiba Tuan Kris mengajukan pertanyaan. Kenan tampak terkejut, tapi berusaha sebisa mungkin menutupinya.Tuan Kris memang tahu tujuan Kenan terhadap Lea dan Ghalib. Ia juga tahu jika Kenan yang menculik Lea dari rumah sakit. Hanya saja, dia tidak tahu jika Lea telah kabur dari Kenan. Kenan sengaja merahasiakannya bahkan sopir suruhannya juga diminta tutup mulut tentang hal ini.“Iya, dia baik-baik saja, Om. Aku … aku baru saja menemuinya.”
Ghalib hanya diam, tapi mata pekatnya terus menatap Tuan Kris tanpa jeda. Tuan Kris tersenyum, menepuk bahunya berulang sambil bangkit dari duduknya.“Aku rasa tidak ada yang bisa kita bicarakan lagi, Ghalib.”Ghalib belum menjawab, ia belum puas dengan semua penjelasan Tuan Kris. Namun, pria paruh baya itu terlihat sibuk dan bersiap untuk aktivitas selanjutnya.“Lebih baik kamu pulang. Menghilangnya Lea tidak ada sangkut pautnya dengan Kenan. Aku berani jamin itu.”Ghalib mendengkus. Entah mengapa ia sama sekali tidak percaya ucapan Tuan Kris, tapi lidahnya terasa kelu untuk menyangkal penjelasannya.“Baik. Aku akan pergi, tapi jika sampai Kenan adalah dalang di balik semua ini. Jangan salahkan jika aku bertindak tegas, Om.”Tuan Kris tidak berkomentar hanya mengatupkan rapat bibirnya dengan wajah tegang menatap Ghalib.Ghalib bangkit dan bersiap pergi meninggalkan ruangan itu, tapi baru satu langk
BUK!! BUK!! BUK!!Tidak hanya sekali Tuan Kris melayangkan bogemannya, tetapi berkali-kali membuat Tuan Fandi terhuyung hingga akhirnya terjatuh di lantai.Ghalib yang berdiri di sampingnya terkejut setengah mati. Ia berusaha melerai mereka, tapi malah dia yang terkena pukulan Tuan Kris dan terhuyung ke belakang.Ghalib terpaksa menjauh dan membiarkan dua pria itu bersiteru. Sementara itu Tuan Fandi tampak duduk bersimpuh di lantai dengan beberapa luka di wajah dan tubuhnya.“Tuan … apa yang Anda lakukan?” tanya sekretaris Tuan Kris.Pastinya pria itu sama terkejut dengan Ghalib, hanya saja Ghalib belum sempat mengajukan pertanyaan lebih dulu.Tuan Kris mendengkus sambil menyeka tangannya dengan tisu. Mata tuanya tampak menatap Tuan Fandi dengan penuh kebencian.“Dia tahu kenapa aku melakukan hal ini,” jawabnya kemudian.Jakun Ghalib naik turun menelan ludah kemudian bergegas merunduk dan membantu ayahnya untuk bangun. Tuan Fan
“Silakan tunggu sebentar, Tuan!!”Suara wanita penerima tamu membuyarkan lamunan Tuan Fandi. Pria paruh baya yang masih terlihat tampan itu hanya mengangguk sambil tersenyum datar. Sedangkan Ghalib sudah masuk lebih dulu ke ruangan yang disiapkan.Ghalib juga sudah duduk di salah satu sofa, menunggu dengan tenang kedatangan Tuan Kris.“Ayah tidak duduk?”Ghalib sontak bertanya saat melihat Tuan Fandi hanya berdiri diam di belakang pintu tanpa mencoba mendekat ke arah Ghalib.Tuan Fandi mendongak, membuat matanya bertemu dengan mata pekat Ghalib. Kemudian perlahan pria itu tersenyum.“Iya, hanya saja … sepertinya Ayah harus ke toilet sebentar, Ghalib.”Ghalib mengulum senyum sambil menganggukkan kepala mendengar ucapan ayahnya.“Ayah tinggal dulu.” Tuan Fandi menambahkan kalimatnya.Entah mengapa ide ke toilet tiba-tiba muncul di benaknya. Ghalib hanya tersenyum sambi
“Bisa saya bertemu Tuan Kris, Nona?” tanya Ghalib siang itu.Ia sudah tiba di perusahaan milik Tuan Eliot yang kini diambil alih oleh adiknya, Tuan Kris Husein. Ghalib datang bersama Tuan Fandi kali ini. Usai makan siang, mereka langsung meluncur ke tempat ini.“Apa sudah membuat janji sebelumnya, Tuan?” Wanita manis yang berhadapan dengan Ghalib malah mengajukan pertanyaan balik.“Sudah, Nona. Asisten saya yang membuatkan janji bertemu.”“Kalau boleh tahu dengan Tuan siapa?”“Saya Ghalib. Ghalib Haykal.”Wanita manis itu tersenyum, menganggukkan kepala kemudian tampak sedang melakukan panggilan. Sepertinya dia sedang mengkonfirmasi janji yang baru saja dibuat Ghalib tadi.Setelah beberapa saat akhirnya wanita resepsionis itu bersuara lagi.“Silakan langsung ke lantai 17, Tuan. Anda sudah ditunggu.”Ghalib tersenyum, ia langsung berpamitan kemudian b