Keheningan membetang mendengar apa yang Claudia katakan. Kesunyian menyelimuti, hingga membuat iris mata Christian terhunus tajam. Ya, perkataan Claudia jelas saja membuat suasana yang tadinya hangat seolah tersudut oleh api panas.
“Hal apa yang ingin kau katakan, Claudia?” Ella bertanya seraya menatap Claudia. Dia merasa ada yang aneh dan janggal pada adiknya itu. Padahal sebelumnya sang adik dalam keadaan baik-baik saja.
Napas Claudia memberat. Pikiran gadis itu berkecamuk. Lidahnya masih kelu belum mampu mengeluarkan sepatah kata pun. Debar jantungnya berpacu lebih kencang seolah ingin melompat dari tempatnya. Senyar gugup dan ketakutan, mulai menyelimuti dirinya. Pun tangannya sedikit berkeringat dingin—akibat otaknya mendorongnya untuk memikirkan hal berat.
“A-aku hanya sedih karena sebentar lagi kau akan menjadi istri orang, dan pasti kita tidak memiliki waktu banyak bersama. Tapi aku turut bahagia untukmu dan Christian.” Sebuah kalimat yang Claudia ucapkan dengan susah payah.
Claudia tak mungkin memberi tahu kakaknya. Gadis itu tak menginginkan kakaknya hancur. Apa yang terjadi tadi malam biarlah dia pendam selamanya. Dia tak ingin membuat hati kakaknya terluka. Jika posisi dibalik, maka tak mungkin Claudia bisa sanggup mendengar berita itu.
Senyuman di wajah Ella terlukis mendengar apa yang Claudia katakan. Wanita itu bangkit berdiri dan memberikan pelukan erat pada adiknya sambil menciumi sang adik. “Aku pasti akan selalu meluangkan banyak waktu untukmu, Claudia. Kau adalah adik kesayanganku. Terima kasih kau sudah turut berbahagia atas pernikahanku. Aku menyayangimu, Claudia.”
“Aku juga menyayangimu, Kak.” Claudia membalas pelukan Ella, dan tak mengatakan apa pun mesk tak dipungkiri bahwa wajah gadis itu masih tetap muram dan sedih.
Christian menatap dingin dan tajam adegan di mana Claudia dan Ella berpelukan. Pria itu sempat berpikir, Claudia akan memberi tahu apa yang terjadi tadi malam, namun ternyata apa yang dirinya pikirkan salah. Gadis itu masih menggunakan otaknya dengan baik sebelum bertindak.
***
Sebuah pernikahan megah dihadiri oleh ribuan tamu undangan. Janji suci yang terucap sebagai bukti di mana dua insan yang berdiri di altar telah resmi menjadi sepasang suami istri. Musik instrument menjadi pendukung nuansa romantis pernikahan megah itu.
Lampu kilat kamera menyorot pada pasangan yang baru saja menikah. Tamu undangan yang hadir memeriahkan acara pun, nampak sangat bahagia. Seakan menunjukkan bahwa semua orang di sana turut senang.
Namun, di sisi lain, Claudia duduk menjauh dari kerumunan banyak orang di sana, karena enggan untuk saling menyapa para tamu undangan yang hadir. Raut wajah Claudia nampak berusaha tersenyum di hadapan lautan manusia yang tengah menikmati pesta.
Hari ini adalah hari yang telah diimpikan oleh kakaknya. Hari di mana Ella telah resmi menjadi istri Christian. Sesuai dengan apa yang Claudia janjikan pada dirinya sendiri, gadis itu memang tak sama sekali berniat merusak pernikahan kakaknya.
Malam semakin larut. Suasana pesta semakin meriah. Banyak pasangan tengah berdansa di lantai dansa. Sedangkan Claudia memilih untuk menjauh, seakan menghindari banyak orang.
Saat pesta pernikahan selesai, Claudia segera bergegas masuk ke dalam hotel khusus para keluarga. Gadis itu menghindari seluruh keluarganya. Sebenarnya, Claudia ingin sekali pulang, namun keluarganya sudah memesan kabar hotel khusus para keluarga, jadi mau tak mau Claudia harus menginap di hotel.
Di sisi lain, Ella melangkah masuk ke dalam kamar pengantin bersama dengan Christian. Wanita itu langsung mencium bibir pria yang kini resmi menjadi suaminya, melumat dengan agresif dan liar. Pun Christian membalas pagutan bibir Ella.
Christian membuka pengait gaun pengantin Ella, menanggalkan hingga terjatuh di lantai. Pria itu mendorong sang istri hingga tergeletak di ranjang. Dia melempar jasnya ke sembarangan arah, dan menindih tubuh Ella.
“Ah.” Desahan Ella terdengar di kala Christian menciumnya dengan hebat.
Christian melepaskan pagutannya, lalu tiba-tiba wajah Ella berganti dengan wajah Claudia. Sontak, Christian begitu terkejut dan langsung bangkit berdiri menghindar dari Ella.
“Sayang? Kenapa?” tanya Ella menatap bingung akan sikap Christian.
Christian memejamkan mata singkat, mengumpat dalam hati. “Ella, kau istirahatlah. Kepalaku sedikit pusing. Sepertinya ini karena tadi aku terlalu banyak minum alkohol.”
“Sayang, tapi—”
“Istirahatlah. Aku keluar sebentar. Aku butuh udara segar.” Christian mengecup bibir Ella, lalu melangkah pergi meninggalkan Ella yang nampak sangat kesal.
Malam pengantin yang tak sesuai dengan harapan.
Di taman, Christian berdiri seraya mengumpati dirinya sendiri. Entah kenapa wajah Claudia malah muncul di kala dirinya tengah mencumbu istrinya. Itu yang akhirnya membuat Christian menghindar dari malam pertama dengan sang istri.
Christian melangkah ke sisi kanan, namun langkah Christian terhenti melihat Claudia duduk di taman sendirian tengah melamun melihat ke langit. Malam sudah larut seperti ini, seharusnya Claudia berada di kamar.
“Kenapa kau di sini?” tegur Christian yang sontak membuat Claudia terbalalak terkejut.
Claudia menatap Christian yang ada di hadapannya. “K-kau kenapa di sini?” Alih-alih menjawab, malah Claudia balik bertanya. Dia bingung luar biasa melihat Christian berkeliaran di tengah malam.
“Aku lebih dulu bertanya padamu, Claudia,” ucap Christian dingin dan tegas.
Claudia bangkit berdiri. “Aku tidak bisa tidur. Aku mencari udara di sini. Kau sendiri kenapa di sini?” serunya dengan sorot mata menuntut penjelasan.
“Aku juga butuh udara.”
“Di mana kakakku?”
“Di kamar.”
“Kenapa kau meninggalkan kakakku sendirian? Ini adalah malam pengantin kalian.”
Christian terdiam mendengar pertanyaan Claudia. Pria itu melangkah mendekat sambil berkata dingin, “Bukankah tadi aku bilang padamu, aku sedang mencari udara segar?”
Claudia ingin lagi menjawab, namun dia mengurungkan niatnya. Gadis itu tak mau berlama-lama berada di dekat Christian. “Aku harus pergi.”
Claudia melangkah terburu-buru meninggalkan tempat itu, namun kakinya tersandung, dan nyaris terjatuh. Refleks, Christian menangkap tubuh Claudia, melingkarkan tangannya di pinggang gadis itu.
Claudia terdiam di dalam pelukan Christian. Manik mata gadis itu saling bertatapan dengan mata Christian. Aroma mint bercampur alkohol tercium dari napas Christian, dan membuat bulu kuduk di seluruh tubuh Claudia meremang.
Tanpa sadar, Christian membelai bibir ranum Claudia. Gadis di hadapannya itu memiliki bibir sedikit tebal dan terlihat seksi, membuatnya seakan terpaku akan keindahan itu.
Claudia dan Christian hanyut akan tatapan dalam satu sama lain, seolah mereka terjebak di dalam lautan luas. Tatapan yang tersirat percikan-percikan api membara di keduanya—menyengat layaknya terkena aliran listrik kuat.
Hingga kemudian, Claudia mulai sadar bahwa dirinya telah begitu intim dengan Christian. Dengan cepat, Claudia mendorong tubuh Christian, menghindar dari pria itu.
Tanpa mengatakan apa pun, Claudia berlari pergi meninggalkan Christian yang bergeming di tempatnya. Raut wajah Christian begitu dingin. Kilat mata tajam pria tampan itu terus melihat Claudia yang berlari masuk ke dalam hotel.
Pagi buta Claudia sudah terbangun. Kedua anaknya sudah menunggu di depan semangat karena akan diajak jalan-jalan. Entah jalan-jalan ke mana. Claudia tak tahu, karena Christian tidak bilang padanya. Yang pasti Claudia percaya bahwa sang suami akan membawanya ke tempat yang indah.Barang-barang yang dibawa telah dimasukan ke dalam mobil. Claudia dibantu pelayan untuk packing. Untungnya dia mendapatkan bantuan dari pelayan. Jika tidak, maka pastinya dia akan sangat kerepotan. Namun memang selama ini Claudia selalu dibantu oleh pelayan.“Claudia, apa kau sudah siap?” tanya Christian sambil memakai arloji.Claudia mengoleskan lipstick di bibirnya. “Sudah, Sayang. Aku sudah siap.”“Kita keluar sekarang. Anak-anak sudah menunggu kita.” Christian merengkuh bahu Claudia—mengajak sang istri ke luar kamar.“Mommy, Daddy, ayo kita jalan-jalan.” Caleb dan Cambrie memekik kegirangan tak sabar.Christian dan Claudia tersenyum samar. “Oke, let’s go. Kita berangkat sekarang.”Christian menggendong Cam
Mansion Claudia dan Christian dipuji oleh Nicole. Mansion megah yang telah didesain khusus oleh Claudia. Mansion ini adalah hadiah dari Christian untuk Claudia. Pria itu mencuri gambar rumah megah yang pernah digambar oleh Claudia. Sekarang hasil curian gambar itu, telah menjelma menjadi sebuah mansion mewah.Saat ini Claudia dan Christian tengah duduk di ruang tengah bersama dengan Nicole, Oliver, Ella, dan Elan. Mereka baru saja selesai makan siang bersama. Anak-anak mereka tengah bermain di taman belakang. Tentunya diawasi oleh para pengasuh mereka. “Claudia, rumahmu benar-benar indah. Rumah ini kau yang desain, kan?” tanya Nicole lembut—dan direspon anggukkan oleh Claudia.“Iya. Aku yang merancang rumah ini. Tadinya aku ingin mengumpulkan uang dari hasil kerja kerasku dan membangun rumah ini.” Claudia tersenyum malu.“Tapi akhirnya suamimu yang membangun rumah indah yang ada di kertas gambarmu.” Nicole menjawab lembut. Sebelumnya, dia sudah pernah diceritakan tentang gambar Clau
*Claudia, aku dan Oliver serta anak-anak kami siang ini akan main ke tempatmu. Apa kau ada di rumah?* Claudia yang baru saja membuka mata, di kala pagi menyapa, dikejutkan dengan pesan yang dikirimkan oleh Nicole. Detik itu juga, Claudia menyibak selimut—turun dari ranjang seraya mengikat asal rambutnya. “Christian, Christian.” Claudia memanggil sang suami, karena suami tercintanya itu tidak ada di ranjang. Itu menandakan sang suami sudah bangun.“Iya, Claudia.” Christian melangkah keluar dari walk-in closet—tengah memakai dasi. Pria tampan itu sudah bersiap ingin ke kantor.Claudia mendekat dan melepaskan dasi Christian. Sontak, Christian terkejut akan tindakan Claudia—yang melepas dasinya begitu saja.“Claudia, apa yang—”“Hari ini kau tidak usah ke kantor. Nicole, Oliver, dan dua anaknya datang.”“Claudia, aku ada meeting penting.”“Kau CEO dari Hastings Group. Kau memiliki kuasa. Aku yakin kau bisa mengatur meeting dilain waktu.”Suara dering ponsel Christian terdengar. Buru-bu
“Oh, Tuhan. Elyana! Efraim! Kenapa bisa kalian merusak lukisan Mommy yang sudah Mommy pesan untuk Grandma?” Ella mengomel seraya memijat keningnya merasakan pusing luar biasa. Anak perempuan dan anak laki-lakinya merusak lukisan yang baru saja dia pesan di pelelangan seni. Lukisan harga fantastis itu sengaja Ella beli untuk dia hadiahkan pada ibunya.“Mommy, aku tidak salah. Efraim yang salah. Aku tidak salah.” Elyana membela diri, karena tidak mau disalahkan oleh ibunya. Pun dia memang tak sepenuhnya salah. Efraim—adiknya yang terlibat.Efraim mendelik, menatap tajam sang kakak. “Kak, kenapa kau menyalahkanku? Kau yang berlari mengejarku sampai wine jatuh ke atas lukisan Mommy.”Elyana berdecak kesal. “Kau menyembunyikan barbie yang dibelikan Grandpa!”“Aku tidak menyembunyikannya.”“Kau bohong! Kau menyembunyikan barbie pemberian dari Grandpa.” “Astaga! Kenapa kalian sekarang berdebat? Ini bagaimana lukisan Mommy? Besok Mommy akan memberikan lukisan ini pada Grandma Grania. Tapi ka
Caleb duduk di ranjang sambil memeluk bantal dengan raut wajah kesal. Bocah laki-laki itu kesal dengan Oscar, dan juga kesal dengan ibunya yang tak membelanya. Yang dia inginkan adalah ibunya membelanya. Tapi sayang, ibunya malah tak membela dirinya. “Sepertinya, kau baru saja melalui hari buruk.” Christian masuk ke dalam kamar putra sulungnya—dan duduk di samping putranya itu. Dia sudah melihat raut wajah Caleb menunjukkan jelas rasa kesal.Caleb mengembuskan napas kesal. “Dad, aku sudah diomeli Mom. Jika kau datang hanya ingin mengomeliku juga, lebih baik kau keluar kamarku saja. Aku pusing. Tidak ada yang mau mengerti diriku.”“Tujuanku datang ke sini bukan memerahimu.” Christian menjawab dengan tenang.Caleb mengalihkan pandangannya, menatap Christian. “Kau tidak memerahiku?”Christian menggelengkan kepalanya. “Nope. Aku tidak memerahimu.”Caleb merasa curiga. “Jangan-jangan kau langsung memberikanku hukuman?”Christian tersenyum samar. “Apa pernah aku sekejam itu padamu, Caleb?
“Mommy, kapan kita kan kembali ke London? Aku rindu Grandpa dan Grandma.”Olivia memeluk boneka kecil, menghampiri ibunya, mengajak bicara, bertanya kapan kembali ke London. Karena dia sudah cukup lama berada di New York. Itu kenapa sekarang gadis kecil itu bertanya kapan bisa kembali ke kotanya sendiri.Nicole menunduk, menatap penuh kasih sayang putri kecilnya. “Mommy belum tahu, nanti Mommy tanya Daddy dulu. Sekarang kau masuk ke kamarmu, Nak. Kau istirahatlah.”Olivia mengerjap beberapa kali. “Mommy, masih marah pada Oscar?”Nicole menghela napas dalam. “No, Honey. Mommy tidak marah pada Oscar. Kau masuklah ke kamar. Istirahat. Jangan bermain games.”Olivia memilih mengangguk patuh. Gadis kecil itu pun sudah lelah karena sejak tadi bersepeda. Dia masuk ke dalam kamarnya. Tepat di kala Olivia sudah masuk ke dalam kamar, Nicole segera menghubungi Oliver.“Oliver?” panggil Nicole kala panggilan terhubung.“Nicole, aku sedang sibuk bersama client-ku. Nanti aku akan menghubungimu,” uja