Abimana mengantar Nadia dengan selamat. "Saya tidak bisa mampir."
"Tidak apa, lagipula nenek sedang tidak di rumah, tidak enak sama tetangga kalau kamu mampir," jelas Nadia sesuai adanya."Iya sudah, saya pamit.""Iya, hati-hati." Datar Nadia selaras dengan sikap Abimana.Abimana segera mengunjungi Tania di tempat yang telah dijanjikan. "Maaf, saya terlambat.""Tidak apa, cuma sepuluh menit, tapi mengapa terlambat biasanya kamu selalu tepat waktu?" kekeh kecil Tania."Saya melihat seseorang yang membutuhkan bantuan, kasihan." Abimana tidak akan pernah menyebutkan nama Nadia di hadapan Tania."Kamu memang mulia, tidak bisa membiarkan seseorang kesulitan." Tania semakin menumbuhkan rasa kagum pada Abimana.Abimana hanya terkekeh kecil untuk menyahut pujian kekasihnya, "Kita akan segera meresmikan hubungan, apa kamu siap?""Hah, secepat ini. Kenapa dadakan, apa orangtua kamu yang memerintah?" kaget sekaligus heran Tania."Tidak, ini murni karena niat saya. Apa kamu belum siap?" Abimana menggenggam salah satu tangan Tania."Sepertinya begitu."Abimana hanya membuang udara pasrah lewat mulut. "Iya sudah, tidak apa." Tidak lama waktu yang dinikmati sepasang kekasih ini. Kini, Abimana sudah kembali ke rumah."Papa dengar kamu mengantar Nadia ke rumahnya," ucap santai Wira."Iya, Abi melihat Nadia di jalan, iya sudah Abi antar saja. Papa tahu dari mana?""Nenek Nadia yang mengatakannya saat Abi menanyakan kuliah pertama Nadia.""Papa terlalu sering mengunjungi mereka," pendapat Abimana seiring memasang ekspresi kurang setuju dengan tindakan papanya."Loh, memang kenapa? Sekalian silaturahmi kan pada keluarga sahabat papa yang sudah sangat berjasa menyelamatkanmu.""Sudahlah pa. jangan dibahas lagi." Abimana selalu merasa kurang nyaman kala ayahnya membahas tentang balas budi, kemudian mengalihkan pembicaraan, "Abi mencoba mengajak Tania menikah, tapi dia belum siap.""Loh, bukankah usianya cukup matang untuk menikah?" heran Wira."Mungkin karena Abi mengatakan pernikahan secara dadakan wajar saja Tania tiak bisa langsung menjawab." Pikiran positif Abimana."Iya sudahlah, papa tidak akan ikut campur pada hubungan kalian, terserah kalian mau membawanya kemana karena Tania adalah pilihan kamu." Santai Wira yang membebaskan putranya walau hatinya menginginkan Abimana bersama Nadia.Hari berganti, Nadia kembali ke kampus. Amira berdesis dengan ketus, "Lihat wanita itu, sudah dari minggu kemarin dia berjalan bersama aset kampus-dosen ganteng kita. Huft!""Memangnya kenapa, mungkin wanita itu istrinya," terka Nadia."Bukanlah, dosen ganteng kita belum menikah, dia masih lajang, kalau saja saya belum berpacaran sama Devan mending sama Pak dosen saja. Wkwk," ceplos Amira."Devan sudah sangat cocok sama kamu, dari pada sama dosen yang usianya berbeda jauh," pendapat Nadia seiring mengingat perbedaan usianya dan Abimana."Canda," ucap Amira bersama tawa kecil.Nadia dan Amira berjalan di belakang dosen yang sejak tadi menjadi bahan incaran Amira hingga keduanya sempat mendengar percakapan pria dan wanita itu. "Sayang, saya akan menunggu kamu di depan perusahaan.""Jangan, nanti Abi tahu," larang Tania."Saya bisa berpura-pura menjadi kakak kamu.""Tetap saja tidak boleh, saya tidak mau hubungan kita tercium oleh Abimana," jelas Tania.Nadia yang berjalan tepat di belakang Tania segera memicingkan matanya. Abimana yang mana maksudnya? Batinnya bertanya-tanya.Amira kembali berdesis, "Sepertinya mereka pasangan selingkuh. Ish, sayang sekali pak dosen dapat wanita seperti itu.""Tidak usah ikut campur," bisik Nadia. Kini, kedua gadis itu terpisah lorong dengan pasangan pria dan wanita yang sedang memadu kasih dengan propesional.Keduanya tidak saling bersentuhan hanya saja berjalan sangat dekat hingga hanya menyisakan jarak sekitar lima senti antara bahu keduanya.
Saat ini, handphone Nadia berdering. "Iya, siapa?""Ini saya-Abimana.""Eu ... ada apa?" Nadia dibuat canggung dan heran karena suara pria dingin itu."Siang ini saya akan menyempatkan menjemput kamu, papa yang suruh karena papa ingin memastikan keselamatan kamu." Abimana membuang udara malas, tapi ini adalah salah satu perintah Wira yang sudah menganggap Nadia seperti anak perempuannya."Tidak usah, saya bisa pulang naik bus," tolak Nadia yang memilih fasilitas umum, tapi nyaman dan menyenangkan dibandingkan mobil mewah Abimana yang memiliki atmosfer dingin seperti sikapnya."Saya akan menjemput kamu, katakan kapan kuliah kamu selesai."Nadia bergeming sesaat seiring berpikir jika Abimana sosok pemaksa. "Saya naik bus saja," ulangnya."Ayolah, saya mendapat perintah dari papa, tapi setelah ini saya akan mencarikan sopir khusus untuk kamu." Pearsaan keberatan Abimana sangat jelas terdengar oleh Nadia."Iya sudah, tapi sekali ini saja ya," keputusan yang diambil Nadia dengan berat hati."Sungguh, jika bukan karena perintah papa saya juga tidak mau menjemput kamu," aku Abimana dengan kentara."Kuliah saya selesai pukul dua," jawab ketus Nadia dengan bibir dimajukan.Abimana segera memutus panggilan. "Saya dibuat repot karena balas budi papa." Embusan udara cepat dibuangnya.Tiga jam kemudian pukul dua tiba, Abimana menunggu Nadia di dekat halte bus supaya lebih mudah ditemukan oleh si gadis karena di sana hanya mobil miliknya yang mencolok, sedangkan di depan gerbang utama kampus terlalu banyak mobil mewah yang terparkir. Kampus ini adalah tempat anak-anak yang berasal dari kalangan atas maka tidak heran orangtua mereka menjemput anak-anaknya menggunakan kemewahan. "Nadia memang berasal dari keluarga berada, tapi secepat ini harta mereka musnah. Kasihan sekali," prihatin pria ini tiba-tiba saja muncul, "tapi saya memuji gadis itu karena dia tidak memelas dan tidak memersalahkan kehidupan barunya."Ketukan kecil sampai pada ruang dengar Abimana, Nadia mengetuk kaca gelap mobil dengan sangat hati-hati. Segera, Abimana keluar dari mobilnya. "Lain kali jangan ketuk kaca mobil saya, kalau tidak hati-hati mungkin akan tergores dan itu sangat tidak bagus," teguran kecilnya."Dulu mobil papa juga seperti ini, tapi kacanya baik-baik saja tuh." Nadia merasa tersinggung karena merasa dianggap sebagai gadis kasar yang akan membuat kaca sampai tergores."Sudahlah, masuk." Abimana bergegas membukakan pintu mobil untuk Nadia sebagaimana seorang pria yang akan memerhatikan pasangannya, "silakan."Wajahnya menunjukan sedikit kelembutan.
Namun, Nadia tidak lantas luluh walau menerima perhatian Abimana. Saat baru saja masuk ke dalam mobil, gadis ini dikagetkan oleh foto seorang wanita yang dilihatnya di kampus-pasangan si dosen ganteng. "Eu ... kalau boleh tahu, siapa wanita ini?" tanya Nadia bukan bermaksud lancang pada privasi Abimana, tapi gadis ini hanya ingin memastikan."Itu Tania-kekasih saya." Senyuman bangga Abimana.Nadia terpaku selama beberapa saat. Kasihan sekali pria ini, pasti dia tidak tahu kalau pacarnya bukan cuma miliknya. Batin Nadia yang tidak benar-benar mengasihani Abimana, tetapi lebih ke arah miris karena ternyata pria di sisinya mudah dibohongi.Bersambung ....Kafka adalah keponakan pejabat tersebut, pria hebat ini mengajak keponakan membanggakannya karena prestasi gemilangnya di gedung perusahaan milik saudaranya yaitu ayahnya Kafka. Abimana geram mengetahui kenyataan ini bukan karena merasa tersaingi hanya saja di rapat penting ini dirinya harus berjabat tangan dengan Kafka seiring menatap wajahnya terus-menerus."Senang berkerjasama dengan anda." Kalimat Kafka yang salah satunya disampaikan pada Abimana setelah mengucapkannya pada Wira."Begitupun kami." Abimana tetap bersikap propesional walau keadaan hatinya meledak-ledak. Seusai rapat, pria ini berkata pada ayahnya, "Kafka adalah ayah si bayi, tapi Abi yang direpotkan Tania!""Jadi tadi kamu terlambat karena Tania!" kekesalan Wira segera hadir saat mendengarnya."Iya pa, Tania meminta diantar memeriksakan bayinya. Abi turuti saja supaya Tania menjaga bayinya hingga Abi bisa membuktikan pada semua orang.""Wanita ular!" desis geram Wira yang tidak ingin berkata apapun lagi tentang Tani
Nadia dibuat tidak setuju dengan ungkapan yang terdengar frontal itu. "Bayi itu tidak berdosa, Tania yang banyak membuang waktu kamu, bukan bayinya."Abimana mengerjap kecil, kemudian menarik senyuman bangga pada makhluk cantik di hadapannya. "Semakin hari kamu semakin dewasa. Bukan hanya pertambahan usia, tapi pola pikir kamu juga walau ... masih banyak sikap kekanakan." Senyuman lebarnya di akhir."Kamu memuji atau menghina sih? Kalimat kamu sering membuat saya bimbang tahu tidak sih!" Nadia membaringkan tubuhnya dengan malas."Bicara kamu seperti dalam sinetron!" ejek kecil Abimana.***Pagi ini Abimana menemani Tania memeriksakan kandungannya karena ini salah satu cara supaya Tania tetap memibiarkan bayinya sehat dan yang paling penting tetap hidup. Degupan jantung si bayi sangat kencang hingga membuat senyuman manis sekaligus haru ditarik oleh Tania walaupun Abimana tetap bersikap datar. Andai tersenyum pun hanya bagian dari pormalitas saja."Bayinya sangat sehat, perkembangannya
Tidak berapa lama, tepatnya kala Nadia dan Amira sedang asik di salah satu kolam, tiba-tiba saja airnya surut perlahan bahkan semua orang yang berada di sana ikut terheran-heran. "Kok air di sini surut?""Entah, yang lain tidak kok!" Amira melukis wajah heran sama seperti Nadia.Esther berkata santai nan santun, "Maaf nyonya, tapi ini atas perintah Tuan Abimana. Jadi, jika anda berpindah kolam maka kolam itu juga akan dibuat surut.""Apa. Dasar Abi!""Tuan Abi bilang Anda harus segera pulang," tambah Esther masih dengan santun."Abi ...!" teriak Nadia hingga memekak ruang dengar Esther, tetapi justru Amira terkekeh kegelian."Sabar ya ...," goda Amira. Maka, walau sangat keberatan Nadia dipaksa pulang oleh keadaan. Jika tidak begitu maka pengunjung lain akan ikut terganggu."Kok bisa sih Abi memerintahkan seseorang untuk membuat kolamnya surut. Seperti punya dia saja!"Esther memberikan penjelasan secera terperinci, "Tuan Abimana mengenal pemilik kolam ini. Jadi mungkin mudah bagi Tua
Hari sudah berganti, Tania menemui suster yang sudah mendapatkan uangnya. "Bagus kamu masih di sini. Saya kira kamu akan kabur!""Tidak akan nyonya. Ada apa menemui saya?""Saya cuma mau mengingatkan. Jika sekitar tiga bulan lagi saya akan melahirkan."Wanita berpakaian medis ini menampakan senyuman. "Selamat ya nyonya, jagalah kandungan anda dengan baik." Namun, kalimatnya ini tidak digubris oleh Tania."Jangan lupakan tugas kamu setelah bayi ini lahir!"Wanita ini mengangguk kecil. "Saya sangat mengingatnya, nyonya tenang saja." Kalimatnya ini membuat Tania merasa puas, jadi wanita cantik ini segera berlalu. Di lorong, Tania berpapasan dengan Naila yang hendak melakukan pengecekan rutin. Naila tidak pernah melewatkan pemeriksaan tubuhnya.Sejenak, Tania memerhatikan karena wanita yang sedang terbatuk di atas kursi roda memiliki wajah yang mirip dengan Nadia. "Saya harap suatu saat nanti Nadia yang mengalami kondisi seperti wanita itu. Jadi kalau Nadia penyakitan, Abi tidak akan mau
Abimana tiba di sebuah rumah cukup mewah, tetapi sangat sepi, hanya terdapat seorang satpam yang asik memainkan handphone. "Permisi pak, apa benar ini kediaman Nyonya Naila?" Abimana hanya memunculkan wajahnya tanpa keluar dari mobil.Segera, satpam meletakan handphonenya. "Benar tuan. Jika boleh tahu anda siapa dan ada keperluan apa menemui Nyonya Naila?""Saya salah satu kerabat jauhnya.""Akan saya sampaikan. Atas nama siapa?""Abimana-suaminya Nadia." Sengaja perkenalan seperti ini disebutkan karena mungkin keberadaannya akan sangat mudah diterima. Satpam segera menghubungkan panggilan."Tolong katakan pada nyonya, ada seorang pria yang ingin menemuinya. Bernama Abimana suaminya Nadia." Satpam bergeming sesaat kemudian menyimpan gagang telepon di atas meja. "Tunggu sebentar," ucapnya pada Abimana."Iya." Abimana dapat menilai dengan akurat jika memang tidak sembarang manusia bisa menemui Naila bahkan hanya sekedar masuk ke dalam halamannya.Tidak selang berapa lama satpam kembali
Setibanya di rumah, Nadia segera mendapatkan pelukan hangat nan khawatir dari Mila dan Saraswati. Walau Wira dan Abimana tidak mengatakan apapun, tetapi kedua wanita ini mengetahui kabar insiden yang terjadi lewat media layar kaca yang menayangkan secara langsung. "Nadia tidak apa-apa?" Kecemasan wanita tua ini melebihi siapapun."Nadia tidak apa-apa nek ..., tadi Nadia menyelamatkan diri sama Amira walau sempat terpisah." Genggaman tangan Nadia dan Amira saling bertautan."Syukurlah kalian baik-baik saja," ucap Mila.Amira berkata, "Tante, tapi Ami tidak akan lama-lama di sini karena papa mau jemput.""Iya sudah ..., pasti orangtua Ami sangat khawatir. Tapi sekarang minum dulu saja ya, istirahat dulu." Mila menjamu kawan menantunya dengan sayang sama halnya pada Nadia. Tidak berapa lama ayahnya Amira datang. Pria ini berbasa-basi sebentar karena Wira merupakan kawan bisnisnya dan ini pertama kalinya pria ini bertemu dengan anggota keluarga Wira yang lain selain Abimana yang sudah dik
Kali ini Nadia mulai memutuskan jika dirinya akan meminta bantuan Abimana untuk mencari ibunya. "Tolong temukan mama." Tatapannya begitu merindu."Iya, saya akan berusaha maximal mencari mama kamu yang juga adalah mertua saya!" Tekad tegas Abimana, "terimakasih sudah percaya pada saya." Senyuman melengkung bangga karena akhirnya Nadia meminta pertolongan dirinya untuk hal sangat penting ini."Nenek yang memberi saran, nenek juga bilang bisa merasakan kehadiran mama yang katanya masih ada, mama tidak meninggalkan saya, mungkin cuma raga kami saja yang terpisah.""Iya, saya janji. Kamu bisa memegang janji saya ini dan ingatkan saya jika suatu hari saya lalai pada janji saya ini!" Tekad kuat Abimana masih diperlihatkan, kali ini seiring mengusap sebelah pipi Nadia.Malam ini, Nadia memandangi foto ibunya yang diberikan Saraswati. "Ma, cepat temui Nadia ya, jangan buat Nadia gelisah terus-menerus dan bertanya-tanya di mana mama karena Nadia tidak bisa seperti itu terus ...."Abimana memot
"Ma, apa kita harus kembali?" Tania mulai memikirkan ulang melahirkan di negara ini karena dirinya memiliki suster yang sudah disuap di negara asalnya demi mengubah DNA bayinya menjadi milik Abimana."Jangan sayang, lebih baik melahirkan di sini saja, kamu sedang hamil tua, jangan sering bepergian.""Tapi Tania tidak mau melahirkan di sini walau Abi siap datang kesini.""Kenapa ..., ada mama di sisi kamu, mama tidak akan meninggalkan kamu." Nia membelai lembut putrinya."Tapi Tania tetap akan kembali saja bulan depan saat usia kandungan tujuh bulan!" Wanita ini mulai khawatir karena angka kelahiran tidak selalu bulan ke sembilan, sering terjadi kelahiran di bulan ketujuh, maka untuk berjaga-jaga lebih baik dirinya kembali ke negara asal."keputusan ada pada kamu, tapi mama memberi saran saja supaya melahirkan di sini.""Terimakasih ya ma selalu ada di sisi Tania." Pelukannya melingkar dengan penuh rasa syukur karena tanpa ibunya maka dirinya tidak akan bisa bertahan hingga hari ini.*
Malam ini Abimana meninggalkan alat pengaman yang selalu tersedia di dalam laci rahasia yang terkunci supaya tidak seorangpun tahu jika mereka sangat berhati-hati tentang kehamilan. Benda pusakanya sangat bersemangat karena akan mengeluarkan cairan putih di dalam rahim Nadia bersama harapan cairan itu akan menggumpal hingga menghasilkan anak yang sempurna."Abi, kamu yakin tidak akan pakai alat pengaman?" keraguan masih mencambuk hati Nadia."Tidak usah, kita lakukan saja secara alami." Semangat berlipat Abimana."Tapi ..., kalau saya hamil dan melahirkan saat usia kuliah, bagaimana masa depan saya, bagaimana saya bisa menyenangkan nenek dengan prestasi," risaunya."Kamu masih bisa menggapai cita-cita walau hamil dan melahirkan. Tenanglah semuanya akan berjalan dengan mulus, saya jamin!" Abimana berpikir jika uang bisa menyelesaikan segalanya salah satunya saat Nadia hamil, tapi tetap ingin kuliah atau setelah menjadi ibu, tetapi tetap ingin menggapai masa depan, semuanya seolah tingg