Dua sejoli yang sedang merasakan nikmatnya kehangatan dalam dua buah mangkok mie itu begitu terkejut ketika ada seseorang yang mereka kenal ada di hadapan mereka berdua. Suapan mereka terhenti karena melihat Ezra yang kebetulan juga sedang mampir ke Warmindo ini. Ezra yang terpaksa berteduh karena hujan yang semakin deras malah membasahi bajunya. Hari ini pemuda itu mengendarai sepeda motor ke kafenya. Perut Ezra terasa lapar, apalagi ketika mencium aroma mie instan yang sedang dimasak begitu menguar menusuk indera penciumannya. Baik Ezra dan Ryana sama-sama terperanjat. Mereka tidak menyangka akan bertemu di tempat ini tanpa sengaja. Ditambah mata Ezra juga terbelalak, ia tidak menyangka kalau Ryana kemari dengan seorang pria muda. Memang jauh lebih muda daripada usia mereka. "Ry, Ryana?" celetuk Erza terkejut ketika melihat Ryana bersama pria lain. Ia mengira dengan batalnya pernikahan Ryana dengan Aldi, otomatis Ryana menjadi sendiri alias jomblo.Ryana yang sebenarnya juga terk
Pak Iman merasa ada yang tidak beres dengan istrinya. Apalagi ketika istrinya berkata bahwa akan ada teman Ryana. Tetapi sampai mereka bertiga berangkat, tidak ada tanda-tanda teman putrinya itu akan datang. "Emang kenapa sih, Bu? Kok tiba-tiba temen Mbak Ryana mau datang?" tanya Rayyan dengan mulut penuh pentol bakso. "Enggak tau juga sih. Yah, palingan temen-temennya mau datang memberikan kado. Kan kemarin pas acara nikahan Ryana ada yang enggak datang," jawab Bu Erin dengan cepat memberikan alasan agar suaminya tidak bertanya lagi. "Hmmm, gitu," balas Pak Iman tidak mau ikut campur terlalu jauh. Namun hatinya tetap bertanya-tanya. Kenapa sikap istrinya berubah drastis. Seperti bukan Bu Erin yang ia kenal dulu. Apalagi semenjak Ryana menikah dengan Hasfi, Bu Erin semakin lama semakin menampakkan ketidaksukaannya. Sebenarnya jika bisa memilih, Bu Erin lebih menyukai Aldi ketimbang Hasfi. Namun Aldi sudah mencoreng semuanya, meletakkan kotoran di wajah mereka. Kalau sudah begini
Ryana terdiam mendengar kalimat yang baru saja diucapkan suaminya. Memang benar kejanggalan demi kejanggalan yang diucapkan oleh ibunya, kini semakin lama semakin nampak.Begitu repot sang ibu menyembunyikan makanan yang baru Ryana masak di lemari agar tidak dimakan Hasfi. Padahal Hasfi dan Ryana juga tidak masalah seandainya makanan tersebut dimakan oleh mereka bertiga. Toh, uang Hasfi juga cukup bahkan sangat cukup kalau hanya untuk membeli makanan di luar. "Sudahlah, Sayang. Kamu enggak sedih lagi. Aku enggak masalah kok. Makanya aku ngajak kamu ngontrak," balas Hasfi mencoba menghibur istrinya yang sedang murung memikirkan orangtuanya yang sedang bertengkar. Ryana mengangguk pelan. Sebagai seorang istri memang seharusnya ia patuh kepada suami. Apalagi suaminya selalu mengajaknya pada kebaikan. Hasfi tau kalau hati Ryana sedang gundah gulana. Ia pun mencoba menenangkan hatinya. Apalagi hari ini ini Ryana tidak bisa menghindar dari Ibu dan Bapaknya karena akan ada rapat di sekola
Hari ini Ryana mengajak jalan-jalan di sebuah Mall dan makan di resto. Selain makan siang bersama. Ryana juga mengajak kedua sobatnya itu belanja ke Butik. "Lho kamu aja yang ke butik, Ry. Aku kan lagi bokek. Masa nanti pas aku ngiler pengen beli baju, bayarnya pake daun atau kartu kredit gitu? Kartunya doang sih. Isinya enggak ada," celetuk Sofi sambil berkelakar. Ryana dan Gladis tertawa cekikikan mendengar celetukan Sofi. Sofi memang suka bercanda. Namun bukan berarti ia ingin memanfaatkan kedua temannya yang memang saat ini sudah lebih mapan darinya. Ia bahkan kadang merasa malu dan minder karena belum mapan seperti kedua sahabatnya. "Sudahlah enggak usah kalian pikirkan. Biar aku yang bayar semua. Gladis juga ayo, kalian pilih," sahut Ryana tersenyum. "Beneran, Ry?" tanya Sofi dan Gladis hampir serempak."Iya beneran lah. Ngapain juga bohong." "Nanti kalau duitmu abis buat beliin kami baju gimana?" Gladis begitu khawatir. "Ah, enggak papa. Sekali-kali menyenangkan sahabat t
Awalnya memang berat bagi Ryana untuk melepaskan cinta lamanya yang telah mengisi hatinya bertahun-tahun. Namun biar bagaimanapun sakitnya hati karena dikhianati sang kekasih, Ryana perlahan mencoba untuk bangkit dan menyadari kalau lelaki yang menikahinya ini adalah lelaki sejati yang selalu ingin membahagiakan dan setia pada dirinya. Aldi merasa apa yang diucapkan Ryana klise dan terlalu mengada-ada. Ia mengira kalau sekarang Ryana layaknya orang yang terpaksa menikah dan harus menjalani kehidupan rumah tangga tanpa cinta. Tanpa Ryana dan Aldi sadari, dari jauh ada yang memotret dan memvideo mereka berdua. Ya, orang tersebut memang berniat jahat kepada Ryana. Ia ingin sekali menghancurkan rumah tangga Ryana dengan Hasfi. "Huh, enggak usah basa-basi bilang enggak ada urusan. Ya jelas dong ada! Kamu tanpa izin aku nikah dengan anak kecil itu. Emangnya kamu bisa hidup dengan anak kuliahan yang kere dan enggak punya duit itu," sahut Aldi tidak mau kalah. Ryana malah tertawa dengan
Menjalankan sebuah biduk rumah tangga bukanlah hal yang mudah. Butuh komitmen yang kuat antara kedua belah pihak. Kedua belah pihak yang dimaksud di sini adalah suami istri. Saling menghargai dan mengasihi adalah dua pondasi utama agar rumah tangga harmonis. * * Hasfi baru berada di teras ketika mendengar Ryana dimarahi Bu Erin. Seketika pria itu mengernyitkan keningnya. Wajar kalau mereka pulang sendiri-sendiri. Pasalnya Ryana dan Hasfi mempunyai keperluan masing-masing. Tidak mungkin Ryana ikut dengan Hasfi yang sedang kuliah dan membuat konten untuk menambah penghasilannya. Sedangkan Ryana saja tadi ada rapat di sekolah. Hasfi masih berdiri di teras, tepatnya di depan pintu. Bu Erin maupun Ryana tidak ada yang menyadari kedatangannya. Pria itu hanya bisa mengelus dada. Ia yakin pasti akan selalu ada konflik kalau ia tidak segera membawa Ryana pergi dari rumah orangtuanya. 'Ya Allah, kenapa Ryana-ku selalu saja jadi bulan-bulanan ibunya? Ya, mungkin karena aku selama ini dikira
Tinggal seatap dengan mertua atau orangtua sebenarnya bukanlah pilihan yang tepat bagi pasangan suami istri yang baru menjalani kehidupan berumah tangga. Kecuali memang salah satu orangtua mereka ada yang telah berusia lanjut dan tidak mampu bekerja lagi. Orangtua Ryana maupun Hasfi sama-sama belum terlalu tua dan masih kuat bekerja mencari nafkah. Apalagi Ryana juga mempunyai adik laki-laki yang selalu bisa diandalkan untuk menjaga kedua orangtua mereka. Begitu juga dengan Bu Hasna--ibunda Hasfi. Walau dia kini sudah lama menjanda, bukan alasan baginya untuk tidak mencari nafkah. Bu Hasna masih kuat bekerja untuk menghidupi dirinya sendiri dan keponakannya, tanpa meminta dari Hasfi.Walau begitu Hasfi adalah anak yang berbakti dan tau diri. Kini orangtuanya hanya tinggal ibunya. Sejak perceraian orangtuanya, Ayahnya menikah lagi dengan sang pelakor yang merusak rumah tangga mereka.* *Ryana mandi dan berwudhu. Begitu juga Hasfi yang sudah selesai mandi dan berwudhu juga. Mereka mel
Hasfi mengira kalau Bapak mertuanya akan memarahinya. Namun tak ia sangka, Pak Iman begitu bijak menanggapi usulannya. Pria muda itu jadi terharu. "Enggak papa, Fi. Bapak setuju dan bangga dengan kamu. Bapak rasa, itu sudah jadi keputusanmu dengan Ryana. Kalian sudah berumah tangga, kalian sudah dewasa. Artinya kalian sudah bisa memikirkan baik buruknya beserta konsekuensi atas keputusan yang kalian ambil. Bukankah istri yang baik adalah yang patuh dengan suami? Asal suaminya sholeh dan bisa membimbing," jawab Pak Iman dengan bangga. Kedua mata Hasfi pun berkaca-kaca. Tak ia sangka sebelumnya kalau Bapak mertua akan mendukung niat baiknya. Bukan berarti ia ingin memisahkan Ryana dengan orangtuanya. Hanya saja, Hasfi ingin mereka hidup mandiri dan Ryana terbebas dari ibunya yang sudah memiliki bibit toxic. "Ma-makasih, Pak. Makasih sudah mengizinkan Hasfi untuk membangun rumah tangga mandiri." Hasfi menghapus air matanya yang terjatuh. Seumur-umur pemuda itu memang jarang menangis.