Home / Romansa / Suami Perkasa / Malam Pertama

Share

Suami Perkasa
Suami Perkasa
Author: Meri Nakashima

Malam Pertama

last update Last Updated: 2025-05-22 02:10:59

Malam pertama bagi Keira dan Carlos seharusnya menjadi momen romantis yang penuh kelembutan. Namun, realitasnya jauh dari bayangan Keira. Carlos, yang perkasa dan penuh semangat, ternyata memiliki stamina seperti atlet maraton.

Awalnya, semuanya berjalan manis. Carlos begitu penuh perhatian, matanya memancarkan kasih sayang, tangannya menggenggam Keira dengan lembut. Namun, setelah beberapa saat, Keira mulai menyadari sesuatu—Carlos terlalu kuat bersemangat.

Keira mencoba memberi isyarat dengan menepuk bahu Carlos. “Ehem… sayang, kita santai dan pelan pelan aja, ya?”

Carlos tersenyum penuh percaya diri. “Tenang, aku ahli dalam hal ini.”

Saat akhirnya Carlos berhenti, Keira sudah tergeletak kelelahan, nafasnya tersengal-sengal. Ia menatap langit-langit kamar, otaknya kosong.

Namun, tak lama kemudian, Carlos masih terlihat segar bugar dan menoleh padanya. “Sayang,lanjut ronde dua?”

Keira langsung menarik selimutnya dan memunggungi Carlos. “Tidur, Carlos. Besok pagi aku ada janji sama dokter gizi.”

Carlos mengernyit. “Lho, kenapa dokter gizi?”

Keira mendesah panjang. “Aku perlu tambahan vitamin. Kalau setiap hari begini, aku bisa habis…”

Carlos tertawa renyah. “Ya ampun, baru juga mulai.”

“Sekali lagi yuk?,” tanyanya seraya mengelus rambut Keira. Ia memijat pelipis Keira pelan. “Janji sekali lagi,”

Mau tak mau Keira mengangguk lemah. Walaupun dalam hatinya sudah tak kuat.

Baru sekali hentak dan memacunya, ia mulai lirih,

“Cukup, Carlos. Cukup. Ah,”

Keira menutup wajahnya dengan bantal. Dalam hati, ia berdoa semoga esok harinya bisa bangun dengan seluruh tulang di tubuhnya masih utuh.

Keesokan paginya, Keira terbangun dengan tubuh terasa remuk redam. Setiap ototnya seolah berteriak minta ampun. Saat mencoba bangun dari tempat tidur, ia langsung meringis.

"Aduh...!" Keira mengeluh sambil memegangi pinggangnya.

Carlos, yang baru keluar dari kamar mandi dengan wajah segar dan semangat pagi yang luar biasa, menoleh dengan senyum penuh kemenangan. "Selamat pagi, sayang! Tidurnya nyenyak?"

Keira menatapnya dengan mata setengah terbuka. "Nyenyak apanya? Aku rasa aku baru saja menjalani lomba maraton semalaman."

Carlos terkekeh dan duduk di tepi tempat tidur. "Jadi, siap untuk ronde berikutnya?" godanya.

Keira langsung mengambil bantal dan melemparkannya ke arah Carlos. "Jangan gila! Aku bahkan jalan aja susah!"

Carlos tertawa puas, sementara Keira dengan susah payah mencoba turun dari tempat tidur. Saat akhirnya berdiri, langkah pertamanya membuatnya langsung meringis.

"Astaga, Carlos... aku gak bisa jalan,"

Carlos mendekat dan memeluknya dari belakang, mencium puncak kepalanya dengan penuh kasih. "Oke, oke. Malam ini aku janji bakal lebih lembut."

Keira mendengus, masih setengah kesal. "Gak ada malam ini, gak ada besok, pokoknya seminggu ke depan aku libur!"

Carlos berpura-pura cemberut. "Jahat banget..."

Keira menatapnya tajam. "Mau aku laporin ke polisi karena percobaan pembunuhan?"

Carlos mengangkat tangan tanda menyerah, tapi tawanya tetap pecah. Keira hanya bisa menghela napas panjang.

Mungkin, sebelum menikah, ia seharusnya bertanya seberapa hiper Carlos dalam urusan ini. Tapi ya sudahlah. Nasi sudah jadi bubur.

Keira benar-benar tak berdaya. Setelah malam yang penuh "latihan fisik" bersama suaminya yang hiperaktif, tubuhnya terasa seperti habis digiling truk kontainer. Ia bahkan tak mampu berdiri tegak tanpa merasa pusing.

Saat mencoba bersiap untuk kerja, baru berjalan beberapa langkah dari kamar, pandangannya berputar, tubuhnya lemas, dan…

Bruk!

Keira jatuh terduduk di lantai. Carlos yang masih sibuk memilih dasi langsung panik melihat istrinya terduduk dengan wajah pucat pasi.

"Keira! Sayang, kamu kenapa?" Carlos langsung berlari menghampiri, tangannya memegang pipi Keira yang dingin.

Keira hanya bisa mengangkat tangan lemah, menunjuk Carlos dengan tatapan penuh penderitaan. "Ini semua salahmu..."

Carlos mengerjap. "Lho, kok aku?"

"Kamu tahu sendiri kenapa!" Keira mendengus lemah.

Carlos menggaruk kepala, sedikit merasa bersalah meskipun dalam hatinya masih bangga. "Eh... aku kan cuma mau membuktikan bahwa aku suami yang tangguh..."

Keira mendengus lagi, lalu kelopak matanya mulai menutup.

Carlos semakin panik. "Keira! Jangan tidur! Kamu kenapa?! Tunggu, aku panggil ambulans!"

Tanpa berpikir panjang, Carlos langsung menggendong Keira dan buru-buru membawanya ke rumah sakit.

***

Di rumah sakit, Keira akhirnya diinfus. Dokter mengatakan bahwa ia mengalami dehidrasi dan kelelahan ekstrem. Carlos duduk di sebelah ranjang dengan wajah muram.

"Masalahnya... aku ini arsitek, Carlos," Keira mengeluh lemah. "Aku ada proyek besar minggu ini... tapi lihat aku sekarang... bahkan bangun pun susah..."

Carlos menunduk, merasa bersalah. "Aku nggak nyangka kamu bakal tumbang sampai begini..."

"Ya iyalah! Aku manusia biasa, bukan robot!" Keira mendelik sebisanya.

Carlos menghela napas panjang. "Oke, mulai sekarang aku bakal lebih menahan diri."

Keira menatapnya penuh curiga. "Serius?"

Carlos mengangguk mantap. "Serius. Aku janji..."

Namun, dokter yang baru saja masuk ke ruangan menambahkan, "Untuk sementara, sebaiknya suami Anda tidak terlalu... bersemangat di rumah. Istri Anda butuh istirahat total minimal satu minggu."

Keira langsung tersenyum puas, sementara Carlos hanya bisa tersenyum kecut. "Yah... baiklah. Sepertinya aku harus banyak bersabar."

Keira tersenyum lemah. "Bagus. Kalau tidak, aku bakal tidur di rumah ibuku seminggu penuh."

Carlos langsung tegang. "Jangan gitu, dong...!"

Keira tertawa kecil, akhirnya merasa menang. Setidaknya, untuk sementara, ia bisa bernapas lega tanpa takut diserang Carlos lagi.

Setelah seminggu penuh istirahat total, akhirnya Keira pulih. Ia bisa kembali bekerja, badannya segar lagi, dan Carlos juga tampak sudah menahan diri seperti janjinya.

Atau setidaknya, itu yang Keira pikirkan… sampai malam tiba.

Carlos, yang sudah menahan diri selama seminggu penuh, akhirnya tidak bisa lagi menahan diri. Begitu Keira selesai mandi dan baru saja mengeringkan rambutnya, Carlos sudah mendekat dengan senyum penuh arti.

"Sayang, kamu sudah sembuh, kan?" tanyanya lembut, tapi mata elangnya berkata lain.

Keira yang sudah waspada sejak tadi langsung mundur selangkah. "Carlos… tunggu dulu… ini kan baru hari pertama aku sembuh…"

Carlos hanya tersenyum semakin lebar. "Justru itu! Aku sudah puasa seminggu penuh, Keira. Ini saatnya kita… mengejar ketertinggalan."

Keira ingin kabur, tapi terlambat. Carlos sudah mengangkatnya dalam gendongan kuat, membawanya ke ranjang dengan penuh semangat.

“Udah udah udah!” kata Keira sesaat berada di kungkungan Carlos. Carlos hanya menyeringai kecil karena merasa ini baru permulaan.

Ia kemudian mengembalikan badan Keira mengubah gayanya yang lebih sesuai.

Hentakannya makin tak terkendali, sementara Keira menitikkan air mata karena lebih banyak sakit daripada kepuasan. “Carlos—Ah…Aku…… Gak……. Kuat,”

Setelah cairan milik Carlos melepas, kini otot Keira mengendur. Ia tak akan tahan jika begini terus. Sambil menghapus air matanya yang mulai luruh.

“Aku gak sanggup, Carlos. Maaf,”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami Perkasa   Jadi Ini Alasannya

    Sukma menatap kosong ke arah meja makan. Tangannya mencengkeram erat surat cerai yang tadi siang ditemukannya di dalam mobil. Langkah kaki terdengar dari arah pintu depan, disusul suara khas Dimitri yang memanggilnya. “Sukma? Kamu sudah pulang?” Sukma mengangkat wajahnya, menatap suaminya yang masih mengenakan jas kerja dengan dasi yang sedikit longgar. Rambutnya sedikit berantakan, entah karena kelelahan atau… karena sesuatu yang lain. Senyum Dimitri muncul saat melihatnya, lalu seperti biasa, dia melangkah ke arahnya, menangkup wajahnya, dan mencium dahinya lembut. Sukma hanya diam. Biasanya, sentuhan ini akan membuatnya luluh. Tapi kali ini, sesuatu di dalam dirinya terasa mati rasa. "Aku lapar," ucap Dimitri santai. "Kamu sudah masak?" Sukma mengangguk pelan, lalu mengambil piring dan mulai menyiapkan makanan. Tangannya bekerja otomatis, tapi pikirannya berantakan. Dimitri duduk di kursi makan, memperhatikannya dengan ekspresi yang sulit ditebak. "Kamu kenapa?"

  • Suami Perkasa   Kejutan Dalam Mobil

    Sukma sudah tahu. Sejak awal, dia bukan wanita bodoh yang mudah dibohongi. Dia tahu gerak-gerik Dimitri berubah. Dia tahu suaminya sering menghabiskan waktu di luar lebih lama dari biasanya. Dia tahu setiap kali Dimitri pulang dari dinas luar kota, aroma parfumnya bercampur dengan sesuatu yang bukan miliknya. Aroma perempuan lain. Dia tahu, tapi dia diam. Bukan karena dia lemah, tapi karena dia tidak ingin kehilangan Dimitri. Malam itu, Sukma duduk di tepi tempat tidur mereka, memeluk lututnya sendiri. Dimitri sedang mandi, suara gemericik air terdengar dari dalam kamar mandi. Tangannya yang kurus meraba laci kecil di nakas. Dengan cepat, dia menarik keluar botol kecil berisi pil-pil yang telah menjadi bagian dari hidupnya selama beberapa bulan terakhir. Obat depresi. Tidak ada yang tahu tentang ini. Bahkan Dimitri. Dia menatap botol itu dengan tatapan kosong, lalu membuka tutupnya dan menumpahkan beberapa butir pil ke telapak tangannya. Tangannya bergetar. Dia menel

  • Suami Perkasa   Tangis Yang Lahir Diantara Luka

    Hujan turun pelan di luar jendela rumah sakit, seperti bisikan langit yang menyentuh bumi dengan lembut. Di dalam ruangan bersalin VIP Rumah Sakit St. Rosalie, aroma antiseptik bercampur dengan ketegangan yang nyaris menggantung di udara. Luna menggigit bibirnya kuat-kuat, tangannya mencengkeram sprei, tubuh mungilnya gemetar dalam kontraksi yang datang makin sering dan menyakitkan. Rambutnya basah oleh keringat, wajahnya pucat pasi. Perutnya besar—cukup besar untuk ukuran tubuh sekecil itu. Anak kembar. Dua laki-laki. Beratnya ditanggung sendiri, bukan hanya fisik… tapi juga batin. Dimitri berdiri di sisi ranjang, mengenakan pakaian khusus steril yang disiapkan tim medis. Wajahnya yang biasanya tegas dan dingin, kini terlihat panik. Matanya merah, tangannya berkeringat meski suhu ruangan dingin. “Sayang… aku di sini. Aku nggak ke mana-mana.” Suaranya parau, tapi tenang. Tangan besarnya menggenggam tangan Luna yang jauh lebih kecil. Luna mengangguk pelan. Air matanya jatuh tanpa

  • Suami Perkasa   Suara Dalam Kegelapan

    Sukma duduk membisu di dalam mobil hitam berlapis kaca gelap. Jalanan ibu kota malam itu sunyi, lampu-lampu kota melintas bagai bintang jatuh yang tak sempat diminta harapan. Di sebelahnya, Zack—bodyguard setianya—mengemudi tanpa banyak bicara. Pria itu tegap, kalem, dan sudah lama menjaga Sukma sejak ia menikah dengan Dimitri. Tapi malam ini, Zack tahu ada sesuatu yang tak biasa dari tuannya. Sesuatu yang lebih dalam dari sekadar ekspresi lelah. “Zack,” suara Sukma akhirnya pecah, pelan dan parau. Zack menoleh singkat. “Ya, nyonya?” “Kita langsung ke tempat dokter itu ya. Aku gak yakin bisa tidur malam ini.” “Sudah saya hubungi, nyonya. Dokter Farida siap terima konsultasi malam ini, meski mendadak.” Sukma mengangguk pelan. Tangannya meremas sisi blazer putih yang dikenakannya. Wajahnya cantik, tapi lusuh. Lipstik memudar. Foundation retak di bawah mata. Matanya sembab. Ia belum tidur nyenyak selama hampir seminggu. Semenjak tahu Luna hamil. Bukan dari mulut Dimit

  • Suami Perkasa   Diam Yang Menyesakkan

    Senja perlahan turun di atas kota. Langit berubah jingga kemerahan, membentang seperti lukisan yang disapukan oleh tangan Tuhan. Di dalam kafe hotel berbintang itu, cahaya temaram dari lampu gantung memantul di meja kaca bundar tempat dua perempuan duduk berhadapan. Sukma, dengan balutan blouse krem dan scarf tipis di leher, tampak anggun seperti biasa. Tapi sorot matanya sayu. Ada lelah yang tak bisa ditutupi bedak, ada hening yang tak bisa disembunyikan dengan senyum. Di depannya, Keira mengaduk teh hangat pelan-pelan. keira dikenal tenang, elegan, dan selalu punya cara halus untuk menyampaikan kebenaran, meskipun kadang pahit. "Maaf ya ngajak mendadak," kata Sukma akhirnya membuka suara. "Aku... cuma butuh ngobrol sama seseorang yang bisa aku percaya." Keira menatapnya penuh perhatian. “Kamu tahu aku selalu di sini, Suk.” Sukma tersenyum hambar. Ia menatap cangkir tehnya, seperti sedang mencari kata-kata yang tercecer di dasar minuman itu. “Akhir-akhir ini Dimitri...

  • Suami Perkasa   Kamu Berbeda

    Di rumah pinggiran kota, beberapa jam setelahnya— Dimitri berdiri di dapur Luna. Kaus kaki sebelah masih belum ia pakai, dan rambutnya belum sempat disisir. Di hadapannya: sepiring nasi goreng yang... bisa dibilang, lebih mirip nasi sisa kemarin dicampur garam dan saus cabai seadanya. Bentuknya tak karuan. Bau gosong samar menyeruak. “Maaf ya,” Luna menggaruk kepalanya. “Aku tadi pikir udah mateng... eh pas dibalik malah gosong,trus karena nasinya agak keras jadi aku tambah air dikit. Kamu masih mau makan?” Dimitri menatap piring itu. Ia bisa saja menolak. Ia bisa kembali ke penthouse dan menikmati makan siang lezat buatan Sukma. Tapi... entah kenapa, ia duduk. Dan makan. “Rasanya...”katanya sambil mengunyah pelan. Luna menatap penuh harap. “...kayak muntahan kucing.” “Hah?!” “Tapi... aku suka. Ia tersenyum kecil. “Kamu masak sendiri buat aku. Itu cukup.” Luna terkekeh. “Kamu gila. Kamu ini beneran suka aku atau cuma kasihan?” Dimitri menatapnya lama. Ada sesua

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status