Share

BAB 05 Pengakuan Abian

Jantung Luna berdegup lebih kencang dari biasanya, pikirannya berkeliaran memikirkan sosok lelaki yang berada di hadapannya. Luna tidak menyangka jika Bian lah orang mengantarnya pulang ke rumahnya dan itu artinya Bian mengetahui sisi buruknya.

“Abian.” ucap Luna

Ratna dan Adinata, suaminya menatap Luna dan Bian bergantian. Luna duduk di sebuah sofa tunggal tepatnya di samping Bian, tatapan keduanya bertemu dan saling menumbuk. Bian lalu menundukkan kepalanya singkat untuk memberikan salam hormat pada Luna selaku Bosnya.

“Jadi, hal apa yang membuat Mama dan Ayah kerumah pagi-pagi? Dan, kenapa datang sama Bian juga?” tanya Luna

“Mama dan Ayahmu akan menikahkanmu dalam waktu dekat ini, dan Arka juga sudah setuju,” ucap Ratna

“Apa kamu bersedia untuk menikah dengan saya?” tanya Luna menatap Bian

“Apa! Menikah?” ulang Bian

“Bukannya Kamu sudah mengetahui bahwa kedua orang tua saya menjodohkan kita berdua?”

Bian masih belum juga membuka suara sehingga membuat Luna tampak kesal, sedang kedua orang tua Luna saling bertatapan tak berani membuka suara.

“Kamu tahu kan usia saya sudah tidak lagi muda, dan usia kita terpaut cukup jauh. Dan kehidupan rumah tangga tidak akan seindah yang kamu bayangkan! Jadi, katakan saja apa yang kamu inginkan dari saya!” ucap Luna sinis

“Luna!” tegur Adinata

Ratna menghalangi suaminya yang hendak bangkit dari duduknya, Ratna memegang kedua pundak suaminya. Luna hanya menatap datar Bian, dia bahkan tidak merasa bersalah sedikit pun.

“Jangan kira saya tidak mengetahui siapa kamu, jelas-jelas kamu sedang membutuhkan uang. Bisa saja kamu sengaja menikahi saya agar kamu bisa memegang kendali semua bisnis saya dan setelah itu kamu bisa berfoya-foya di luar sana!” cibir Luna

“Luna, hentikan! Bian bukan lelaki seperti itu, sebaiknya kamu diam saja, biar Mama dan Ayahmu saja yang berbicara!” sergah Ratna

Luna membuang muka, sedang bian masih menunjukkan wajah datarnya. Entah apa yang dirasakannya saat mendengar ucapan Luna yang tajam, sudah pasti hatinya tersakiti. Namun wajahnya tidak menunjukkan ekspresi marah sedikit pun.

“Maaf Bu Luna, saya pamit undur diri,” ucap Bian tiba-tiba

“Bian, tunggu!” cegah Ratna

Bian bangkit dari duduknya, namun segera di cegah oleh Ratna. Suasana di ruang tamu kediaman Aluna makin terasa panas, padahal suhu AC di sana normal.

“Kita bicarakan baik-baik, jadi tolong jangan pergi dahulu,” pinta ratna

“Luna. Mama gak mau tahu, dua minggu lagi Kamu harus menikah dengan Bian. Mama tidak menerima penolakan, karena ini semua atas permintaan Arka.” sarkas Ratna

“Sampai kapan pun Luna tidak akan sudi, karena Luna hanya mencintai Indra!” balas Luna tak kalah tajam

Adinata tiba-tiba beranjak dari sofa dan menghampiri Luna, tangannya sudah melayang diudara. Luna memejamkan matanya, dia sudah menebak apa yang akan terjadi. Ayahnya pasti akan menamparnya, Luna hanya bisa menunggu tangan kokoh Ayahnya yang akan mendarat di pipi mulusnya.

Plak!

Mata Luna langsung terbuka saat dia mendengar suara tangan yang beradu dengan sesuatu terdengar cukup keras di telinganya. Namun anehnya dia tidak merasakan rasa sakit sama sekali.

“Astaga Bian!” ujar Ratna terkejut

“Saya tidak apa-apa Bu Ratna, saya hanya ingin menyampaikan bahwa saya memang menyayangi Arka. Tetapi saya tidak tahu jika kalian berniat untuk menikahkan saya dengan bu Luna, meski saya sebenarnya memiliki rasa untuk bu Luna. Namun, saya tidak berani untuk melangkah lebih jauh, karena saya sadar di mana posisi saya,” ujar Bian yang mampu membungkam mulut Luna dan kedua orang tuanya, Bian lalu berpamitan,“Kalau begitu saya permisi!”

Hening. Tidak ada yang menyahuti ucapan Bian, bahkan sosoknya kini telah menghilang di balik pintu. Luna terdiam memikirkan apa yang barusan dikatakan oleh Bian, ingatannya pun kembali berputar pada saat dirinya tengah mabuk. Semalam dia merasakan seseorang tengah mencium keningnya, jika Bian benar mengantarnya pulang itu artiny Bian telah menciumnya.dan dapat dipastikan bahwa Bian memang menyimpan rasa untuknya.

“Luna pergi dahulu,” ucap Luna

Luna mengejar Bian, kakinya berlari mengejar langkah kaki Bian yang sudah cukup jauh. Bahkan Bian sudah berada di depan pintu pagar rumahnya.

“Tunggu!” seru Luna lantang

Teriakan Luna berhasil menghentikan langkah kaki Bian, Bian membalikkan tubuhnya. Luna menambah kecepatan larinya saat melihat Bian yang mendengarkan ucapannya, Luna berhasil berdiri di hadapan Bian dengan napas terputus-putus, dahinya bahkan tampak basah oleh keringat.

“Kita perlu bicara, ada yang ingin saya tanyakan sama Kamu,” ucap Luna

“Silakan!”

Luna bertanya,“Apa benar Kamu yang mengantar Saya pulang?”

Mata Luna menatap lekat manik mata Bian, dia mencari kebenaran di sana. Pria di hadapannya memejamkan matanya sebelum menjawab pertanyaan darinya, dalam hati Luna berdoa semoga saja apa yang disangkanya tidaklah benar.

“Ya, saya yang mengantar Anda pulang semalam!” jawab Bian

Deg!

Kedua kaki Luna terasa lemas saat mendengar ucapan Bian yang sebenarnya tidak diinginkannya. Bukan jawaban itu yang Luna inginkan, hatinya menolak fakta yang telah diakui oleh Bian.

“Jadi, kamu tahu kalau saya peminum?”

Bian mengangguk, membenarkan apa yang diucapkan Luna. Dia tidak habis pikir kalau Bian mengetahui sisi buruknya secepat ini.

“Saya sudah mengetahui sisi lain kehidupan Kamu, jadi gak ada yang perlu kamu cemaskan. Karena Aku mencintaimu dan siap menerima kekuaranganmu,”

Blush!

Kedua pipi Puna terasa panas seketika.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status